28.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan yang Dianggap Melemahkan Pekerj

DPR mengesahkan Undang-Undang No
11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada
tanggal 5 Oktober 2020 dan diundangkan pada Lembaran Negara Nomor 245 dan Tambahan
Lembara Negara Nomor 6573 pada tanggal 2 November 2020.

Sampai saat ini, banyak mahasiswa dan
masyarakat yang belum memahami isi dari
undang-undang tersebut. Ketidakpahaman ini membuat banyak dari
mereka terhasut hoax yang beredar. Hoax yang banyak beredar di
antaranya mengenai
gaji buruh/pekerja dibayar per
jam, serta mereka tidak mendapat jam istirahat dan cuti tahunan.

UU Cipta Kerja
dirumuskan dengan tujuan menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi
para pencari kerja serta pengangguran. Namun, undang-undang ini mendapat banyak
kontra dari berbagai kalangan masyarakat. Beberapa serikat buruh juga menolak
pengesahan UU Cipta Kerja. Setelah UU Cipta Kerja disahkan, banyak pihaknya
yang berdemo menuntut supaya undang-undang ini dicabut dan dihapuskan. Alasannya,
undang-undang ini dianggap melemahkan dan mengesampingkan hak para
buruh/pekerja.

Baca Juga :  Fairid Serahkan Bantuan Perahu Untuk Kelompok Nelayan di Dua Kecamatan

Faktanya,
undang-undang ini tidak menghapuskan hak buruh/pekerja. Hal ini dijelaskan pada
UU No 11 Tahun 2020 pasal 80 yang mengatakan bahwa dalam rangka penguatan perlindungan
kepada tenaga kerja dan meningkatkan peran dan kesejahteraan pekerja/buruh
dalam mendukung ekosistem investasi. Waktu kerja tetap mengikuti ketentuan UU
No 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan pasal 77 ayat (2a) , yaitu buruh bekerja selama 7 jam 1
hari dan 40 jam 1 minggu, untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu. Pasal 78 (1b)
waktu lembur hanya dapat
dilakukan paling lama 4 jam dalam 1 hari dan 18 jam dalam 1 minggu. Waktu
istirahat dan cuti tetap ada dan diatur pada UU No. 13 Tahun 2003
Ketenagakerjaan. UU Cipta Kerja juga tidak menghilangkan hak istirahat saat haid
dan cuti melahirkan seperti yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Baca Juga :  2020, Jalan Layang Pangkalan Bun-Kolam Dibuka

Pada prinsipnya
buruh/pekerja dan masyarakat luas hanya ingin aspirasinya dan masukan-masukan
kritisnya diterima oleh pemerintah dan DPR RI, sehingga pemerintah dan DPR RI
dapat mengambil langkah solusi alternatif secara hukum dan melalui saluran-saluran
yang konstitusional, mengedepankan dialog secara jernih untuk mendapatkan
solusi agar dapat membangun kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.

Pemerintah berharap
masyarakat akan semakin sejahtera dan dapat turut serta memajukan kehidupan
bangsa dan negara. Tidak ada lagi masyarakat yang terhasut hoax atau terprovokasi
isu-isu yang beredar.
(**)

(Penulis adalah Mahasiswa Pascasarja Ilmu Hukum Universitas Palangka Raya)

DPR mengesahkan Undang-Undang No
11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada
tanggal 5 Oktober 2020 dan diundangkan pada Lembaran Negara Nomor 245 dan Tambahan
Lembara Negara Nomor 6573 pada tanggal 2 November 2020.

Sampai saat ini, banyak mahasiswa dan
masyarakat yang belum memahami isi dari
undang-undang tersebut. Ketidakpahaman ini membuat banyak dari
mereka terhasut hoax yang beredar. Hoax yang banyak beredar di
antaranya mengenai
gaji buruh/pekerja dibayar per
jam, serta mereka tidak mendapat jam istirahat dan cuti tahunan.

UU Cipta Kerja
dirumuskan dengan tujuan menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi
para pencari kerja serta pengangguran. Namun, undang-undang ini mendapat banyak
kontra dari berbagai kalangan masyarakat. Beberapa serikat buruh juga menolak
pengesahan UU Cipta Kerja. Setelah UU Cipta Kerja disahkan, banyak pihaknya
yang berdemo menuntut supaya undang-undang ini dicabut dan dihapuskan. Alasannya,
undang-undang ini dianggap melemahkan dan mengesampingkan hak para
buruh/pekerja.

Baca Juga :  Fairid Serahkan Bantuan Perahu Untuk Kelompok Nelayan di Dua Kecamatan

Faktanya,
undang-undang ini tidak menghapuskan hak buruh/pekerja. Hal ini dijelaskan pada
UU No 11 Tahun 2020 pasal 80 yang mengatakan bahwa dalam rangka penguatan perlindungan
kepada tenaga kerja dan meningkatkan peran dan kesejahteraan pekerja/buruh
dalam mendukung ekosistem investasi. Waktu kerja tetap mengikuti ketentuan UU
No 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan pasal 77 ayat (2a) , yaitu buruh bekerja selama 7 jam 1
hari dan 40 jam 1 minggu, untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu. Pasal 78 (1b)
waktu lembur hanya dapat
dilakukan paling lama 4 jam dalam 1 hari dan 18 jam dalam 1 minggu. Waktu
istirahat dan cuti tetap ada dan diatur pada UU No. 13 Tahun 2003
Ketenagakerjaan. UU Cipta Kerja juga tidak menghilangkan hak istirahat saat haid
dan cuti melahirkan seperti yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Baca Juga :  2020, Jalan Layang Pangkalan Bun-Kolam Dibuka

Pada prinsipnya
buruh/pekerja dan masyarakat luas hanya ingin aspirasinya dan masukan-masukan
kritisnya diterima oleh pemerintah dan DPR RI, sehingga pemerintah dan DPR RI
dapat mengambil langkah solusi alternatif secara hukum dan melalui saluran-saluran
yang konstitusional, mengedepankan dialog secara jernih untuk mendapatkan
solusi agar dapat membangun kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.

Pemerintah berharap
masyarakat akan semakin sejahtera dan dapat turut serta memajukan kehidupan
bangsa dan negara. Tidak ada lagi masyarakat yang terhasut hoax atau terprovokasi
isu-isu yang beredar.
(**)

(Penulis adalah Mahasiswa Pascasarja Ilmu Hukum Universitas Palangka Raya)

Terpopuler

Artikel Terbaru