PALANGKA RAYA,KALTENGPOS.CO-Kampanye
pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak sudah berjalan
dua
pekan. Tidak terlalu banyak gangguan berarti mengiringi pesta demokrasi kali ini. Beberapa
dugaan pelanggaran dan larangan selama musim kampanye langsung diproses dan
ditertibkan. Masing-masing pasangan calon, baik Pemilihan Gubernur (Pilgub)
Kalteng
maupun Pemilihan Bupati (Pilbup) Kotawaringin
Timur tetap
memegang teguh komitmen untuk mewujudkan pilkada aman, lancar,
tertib, dan sehat.
Melihat kondisi politik
di Kalteng saat ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengharapkan
kondisi aman dan tertib ini terus berlangsung
hingga berakhirnya pilkada. Oleh sebab itu, pihaknya tak
henti-hentinya mengingatkan kepada paslon peserta pilkada untuk tetap menjaga
keharmonisan. Hal ini tentu harus diikuti oleh masing-masing pendukung dan
simpatisan. Jangan sampai terhasut politik pecah belah atau politik adu domba
yang bisa mengganggu kelancaran pilkada.
“Itu (menjaga hubungan
harmonis) dilakukan baik sesama tim kampanye, partai politik, tim pemenangan, dan relawan
dari kedua pasangan calon yang ada. Dengan demikian dapat tercipta
pesta demokrasi
yang indah di Bumi Tambun Bungai,†kata Siti Wahidah kepada Kalteng Pos,
kemarin (9/10).
Selain itu pihaknya
berharap agar semua pihak saling memahami peraturan yang ada terkait
kampanye pada masa pandemi. Dengan
demikian tidak
menimbulkan klaster baru yang dapat mengganggu kesehatan peserta
pilkada dan kelancaran penyelenggaraan pilkada.
Diterangkan Hj Siti
Waidah, selama memasuki tahapan kampanye, pelanggaran
yang dilakukan paslon berupa pemasangan alat peraga kampanye
(APK) yang tidak sesuai dengan ketentuan yang sudah disepakati bersama.
Dijelaskannya bahwa
sesuai dengan PKPU Nomor 11 Tahun 2020 perubahan
kedua PKPU Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye, ada
sejumlah larangan yang harus diperhatikan oleh para pasangan calon. Salah
satunya tertuang pada pasal 68, bahwa dalam kampanye
dilarang mempersoalkan dasar negara dan UUD 1945. Tidak boleh
menghina
seseorang, agama, suku, ras, maupun golongan dari pasangan
calon lain.
“Dilarang melakukan
kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik,
perseorangan,
maupun kelompok
masyarakat. Dilarang menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, atau
menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat, dan atau
partai politik,†tegasnya.
Selain itu, tidak
mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban
umum. Tidak mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil
alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah. Tidak merusak atau menghilangkan alat peraga kampanye.
“Tidak menggunakan
fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah
serta
tidak melakukan kegiatan kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan. Juga
tidak
menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan serta melakukan
pawai yang dilakukan dengan berjalan kaki atau dengan kendaraan di jalan
raya,” jelasnya.
Kemudian, lanjut mantan
komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kotawaringin Barat (Kobar) ini, selama
masa kampanye juga dilarang melibatkan pejabat badan usaha milik negara
(BUMN)
atau badan usaha milik daerah
(BUMD),
aparatur sipil negara, anggota kepolisian dan TNI, kepala desa, dan
perangkat lainnya. Pada pasal 69 disebutkan bahwa pejabat negara, ASN, dan struktur
lainnya hingga tingkat desa/kelurahan dilarang
membuat keputusan menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
“Pejabat negara
dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon, baik di daerah sendiri
maupun di daerah lain. Dalam hal pejabat negara yang menjadi pasangan calon
melanggar ketentuan, maka terancam tidak menjadi pasangan calon,†tegas
perempuan berhijab ini.
Siti Wahidah
menambahkan, pada pasal 70 juga dijelaskan bahwa partai politik
maupun
tim kampanye pasangan calon dilarang mencetak dan menyebarkan bahan kampanye
selain dalam ukuran dan jumlah yang telah
ditentukan. Partai politik atau gabungan partai politik
serta
pasangan calon atau tim kampanye dilarang memasang iklan kampanye di media
massa cetak dan media massa elektronik. Dilarang memasang APK yang menggunakan
program pemerintah daerah selama masa cuti kampanye. Dalam hal alat peraga kampanye,
sudah terpasang sebelum masa kampanye dimulai.
“Pada
pasal
71 dijelaskan bahwa partai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon, atau tim
kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk
memengaruhi pemilih, tapi dapat
memberikan makan, minum, dan transportasi kepada peserta kampanye. Meski
demikian, biaya
makan, minum, dan transportasi dilarang diberikan dalam bentuk uang. Dalam hal kampanye,
dilaksanakan dalam bentuk perlombaan dalam bentuk barang dengan nilai paling
tinggi Rp1.000.000,00, †tambahnya.
Dalam pasal 72, jika paslon
tidak menyerahkan surat izin cuti kampanye, maka
dikenai sanksi pembatalan sebagai calon. Selanjutnya pada
pasal
37 disebutkan bahwa dalam kampanye di media sosial, dilarang
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 68.
Sementara itu,
sebelumnya pengamat Politik sekaligus Akademisi di Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik (FISIP) Universitas Palangka Raya (UPR) Jhon Retei memberikan pandangan
atau dapat disebutkan sebagai tips bagi paslon yang akan berkampanye sehat.
Menurutnya, pola kampanye masih cukup waktu meskipun saat ini akan lebih
menggunakan media sosial. Meskipun tidak semua masyarakat di Kalteng khususnya
yang berada di pelosok daerah dapat bersentuha denga digitalisasi.
“Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh paslon di masa pandemi ini,” ucapnya saat
dibincangi Kalteng Pos.
Pertama,
saluran-saluran media komunikasi informasi harus diaktifkan. Kedua, di masa
pandemi Covid-19 saat ini berkenaan perekonomian masyarakat. Seperti diketahiu
perekonomian saat ini mengalami penurunan yang cukup tajam.
“Berkenaan hal ini
bukan saja persoalan terkait bantuan sosial (bansos) dari paslon saat kampanye,
tetapi bagaimana mereka (paslon,red) memiliki inovasi untuk memberikan terobosan
kepada masyarakat sehingga masyarakat dikuatkan secara ekonomi,”
ungkapnya.
Ketiga, terkait
pendidikan bagi daerah-daerah pelosok yang tertinggal dari aspek pendidikan
secara virtual. Banyak daerah yang tidak bisa melakukan pendidikan dengan baik,
padahal manusia handal harus berdasar pada pendidikan yang terukur, namun
gara-gara pandemi ini pendidikan berjalan apa adanya. “Menurut hemat saya,
kampanye dapat diarahkan kepada hal-hal demikian saat ini,” tegasnya.
Namun, peserta Pilkada
pun juga harus terjun langsung bersosialisasi kepada masyarakat khususnya di
daerah-daerah yang tidak terjangkau alat komunikasi. Lantaran, saat ini pun
masih banyak masyarakat yang belum mengetahui pelaksnaan Pilkada, siapa
calonnya?
“Ini bagian
penting sebagai masukan baik untuk paslon, KPU maupun bawaslu,” ujarnya.
Pilkada ini, lanjut dia, jangan sampai hasilnya
nanti hanya sekedar hasil prosedural saja yang tidak bisa melahirkan proses
sisten pendidika politik. “Paling tidak output nanti dia bisa mendorong
upaya pendidikan politik lebih baik,” pungkasnya.