33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Personal Branding Politikus Milenial

SALAH satu faktor kekalahan dalam berpolitik disebabkan karena
kegagalan dalam merencanakan personal branding,
ketidakmampuan para politikus menyampaikan pesan, program, mempengaruhi
pemilih.

Survei dari LIPI menunjukkan
bahwa 60,6% generasi Z atau generasi muda yang lahir tahun 1995-2005 mengakses
berita politik melalui akun media sosial. Oleh karena itu personal branding
dianggap penting.

Beberapa kesalahan dalam personal
branding, yakni positioning,
kesalahan dalam menonjolkan sisi kelebihan kandidat (underpositioning), kesalahan dalam mendesain citra, slogan, pesan
atau program yang dianggap berlebihan (overpositioning),
pesan sering berubah-rubah, tidak konsisten (confused positioning), pesan dan program yang disampaikan sulit
dipercaya (doubtful positioning).
Image, pesan dan program tidak dipahami voter
dan kandidat tidak memiliki kelebihan yang menjadi pembeda dibandingkan dengan
kandidat yang lainnya.

Kontestasi politik pilkada di
tahun 2020 ini salah satu fenomena yang mencuri perhatian masyarakat adalah
politikus milenial, yang lahir kisaran tahun 1980-2000. Diantara Politikus
milenial sulawesi yang berhasil merebut hati voter adalah Wakil Gubernur
Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan dan
banyaknya legislator milenial yang mengisi DPRD kota dan provinsi.

Pada pemilihan eksekutif tahun
2020 ini juga banyak diisi oleh calon-calon eksekutif milenial, diantaranya
adalah calon Bupati Pangkep Muhammad Yusran Lalogau, calon Bupati Maros Devo
Khaddafi, calon Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan, dst.

Setiap kandidat akan mencitrakan
dirinya dengan beragam cara, membangun performa dengan religius, dengan memakai
kopia dan baju koko, berpakaian putih. Pekerja keras dengan melipat lengan
baju.

Baca Juga :  Pemko Laksanakan Program Pemberdayaan Masyarakat

Politikus santun dan pro rakyat ditunjungan
dengan dengan berbicara baik di depan pemilih, berfoto (wefie) bersama rakyat
petani, nelayan, pedagang di pasar, tukang ojek. Performa yang ditampilkan
dengan pemilih memiliki peran-peran tertentu yang akan memperkuat personal
branding. Membangun personal branding tidaklah semudah membangun citra, seorang
politikus harus mampu mengoptimalkan pontensi dirinya, citra diri dan citra
kerja.

Diperlukan konsistensi dalam
membangun citra diri dan citra kerja, misalanya dalam membangun citra diri yang
santun, dekat dengan masyarakat miskin, maka dalam realitas sosialnya pun
demikian, itulah yang dinamakan personal branding.

Pengertian citra Menurut Lippman
(2007) citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan
realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi seseorang Lippman menyebutnya
dengan “the picture in our head”.
Citra terbentuk dari informasi yang di terima.

Salah satu cara dalam
meningkatkan personal branding adalah dengan cara kampanye politik. Kampanye
sejatinya merupakan bentuk komunikasi politik, sebagai upaya memersuasi pemilih
(voter), agar pada saat pencontrengan, pasangan kandidat yang berkampanye
mendapatkan dukungan dari banyak kalangan, Roger dan Storey dalam Communication Campaign mendefinisikan
kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan
menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara
berkelanjutan pada kurung waktu tertentu.

Baca Juga :  Ben-Ujang Tolak Hasil Pleno KPU Rekapitulasi Penghitungan Suara Pilgub

Dalam kampanye ada beberapa
prinsip pokok yang selayaknya memperoleh perhatian serius dalam pengembangan
strategi kampanye yakni, positioning, targeting, segmenting. (Gungun Heryanto,
2013)

Strategi positioning, apa yang menjadi keunggulan politikus milenial ini
misalnya keunggulannya muda, energik, cerdas, hebat, cara mengemas politikus
muda. Positioning adalah cara menggambarkan kandidat atau partai politik kepada
segmen yang relevan agar memilih, dan berpindah dukungan ke kandidatnya dengan
cara membujuk pemilih dengan image kandidat, track record, program serta
reputasinya

Strategi segmentasi, kelompok,
karakteristik sesuai kemasan politikus milenial, segmentasi adalah sebuah
strategi dalam pemasaran politik dalam proses pendekatan terhadap masyarakat
dalam setiap lapisan, dasar segmentasi pemilih adalah dengan segmentasi
geografis, demografis, psikografi, perilaku, sosial budaya dan sebab akibat.

Berdasarkan positioning kandidat,
maka dapat digambarkan segmentasinya adalah masyarakat pulau, ASN, Masyarakat
kelas bawah, masyarakat kota. Berdasarkan segmentasi maka partai politik dapat
menyusun , program kerja, kampanye politik, sosialisasi, dan produk politik
(Firmansyah, 2012: 187 dalam Arin Fatmawati: 2018)

Targeting, setelah langkah
segmentasi maka langkah selanjutnya adalah targeting, dalam proses ini yang
perlu dilakukan adalah melakukan pendekatan politik, membentuk opini politik
kepada kelompok-kelompok masyrakat berdasarkan kebutuhan-kebutuhan kelompok masyarakat.
Politikus milenial melakukan targeting pemilih rasional dan pemilih tradisonal
dan pemilih pemula, pemilih melek media, pengguna internet, masyarakat miskin. (*/fajar)

(Penulis Buku Kepemimpinan
Politik Perspektif Komunikasi)

SALAH satu faktor kekalahan dalam berpolitik disebabkan karena
kegagalan dalam merencanakan personal branding,
ketidakmampuan para politikus menyampaikan pesan, program, mempengaruhi
pemilih.

Survei dari LIPI menunjukkan
bahwa 60,6% generasi Z atau generasi muda yang lahir tahun 1995-2005 mengakses
berita politik melalui akun media sosial. Oleh karena itu personal branding
dianggap penting.

Beberapa kesalahan dalam personal
branding, yakni positioning,
kesalahan dalam menonjolkan sisi kelebihan kandidat (underpositioning), kesalahan dalam mendesain citra, slogan, pesan
atau program yang dianggap berlebihan (overpositioning),
pesan sering berubah-rubah, tidak konsisten (confused positioning), pesan dan program yang disampaikan sulit
dipercaya (doubtful positioning).
Image, pesan dan program tidak dipahami voter
dan kandidat tidak memiliki kelebihan yang menjadi pembeda dibandingkan dengan
kandidat yang lainnya.

Kontestasi politik pilkada di
tahun 2020 ini salah satu fenomena yang mencuri perhatian masyarakat adalah
politikus milenial, yang lahir kisaran tahun 1980-2000. Diantara Politikus
milenial sulawesi yang berhasil merebut hati voter adalah Wakil Gubernur
Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan dan
banyaknya legislator milenial yang mengisi DPRD kota dan provinsi.

Pada pemilihan eksekutif tahun
2020 ini juga banyak diisi oleh calon-calon eksekutif milenial, diantaranya
adalah calon Bupati Pangkep Muhammad Yusran Lalogau, calon Bupati Maros Devo
Khaddafi, calon Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan, dst.

Setiap kandidat akan mencitrakan
dirinya dengan beragam cara, membangun performa dengan religius, dengan memakai
kopia dan baju koko, berpakaian putih. Pekerja keras dengan melipat lengan
baju.

Baca Juga :  Pemko Laksanakan Program Pemberdayaan Masyarakat

Politikus santun dan pro rakyat ditunjungan
dengan dengan berbicara baik di depan pemilih, berfoto (wefie) bersama rakyat
petani, nelayan, pedagang di pasar, tukang ojek. Performa yang ditampilkan
dengan pemilih memiliki peran-peran tertentu yang akan memperkuat personal
branding. Membangun personal branding tidaklah semudah membangun citra, seorang
politikus harus mampu mengoptimalkan pontensi dirinya, citra diri dan citra
kerja.

Diperlukan konsistensi dalam
membangun citra diri dan citra kerja, misalanya dalam membangun citra diri yang
santun, dekat dengan masyarakat miskin, maka dalam realitas sosialnya pun
demikian, itulah yang dinamakan personal branding.

Pengertian citra Menurut Lippman
(2007) citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan
realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi seseorang Lippman menyebutnya
dengan “the picture in our head”.
Citra terbentuk dari informasi yang di terima.

Salah satu cara dalam
meningkatkan personal branding adalah dengan cara kampanye politik. Kampanye
sejatinya merupakan bentuk komunikasi politik, sebagai upaya memersuasi pemilih
(voter), agar pada saat pencontrengan, pasangan kandidat yang berkampanye
mendapatkan dukungan dari banyak kalangan, Roger dan Storey dalam Communication Campaign mendefinisikan
kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan
menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara
berkelanjutan pada kurung waktu tertentu.

Baca Juga :  Ben-Ujang Tolak Hasil Pleno KPU Rekapitulasi Penghitungan Suara Pilgub

Dalam kampanye ada beberapa
prinsip pokok yang selayaknya memperoleh perhatian serius dalam pengembangan
strategi kampanye yakni, positioning, targeting, segmenting. (Gungun Heryanto,
2013)

Strategi positioning, apa yang menjadi keunggulan politikus milenial ini
misalnya keunggulannya muda, energik, cerdas, hebat, cara mengemas politikus
muda. Positioning adalah cara menggambarkan kandidat atau partai politik kepada
segmen yang relevan agar memilih, dan berpindah dukungan ke kandidatnya dengan
cara membujuk pemilih dengan image kandidat, track record, program serta
reputasinya

Strategi segmentasi, kelompok,
karakteristik sesuai kemasan politikus milenial, segmentasi adalah sebuah
strategi dalam pemasaran politik dalam proses pendekatan terhadap masyarakat
dalam setiap lapisan, dasar segmentasi pemilih adalah dengan segmentasi
geografis, demografis, psikografi, perilaku, sosial budaya dan sebab akibat.

Berdasarkan positioning kandidat,
maka dapat digambarkan segmentasinya adalah masyarakat pulau, ASN, Masyarakat
kelas bawah, masyarakat kota. Berdasarkan segmentasi maka partai politik dapat
menyusun , program kerja, kampanye politik, sosialisasi, dan produk politik
(Firmansyah, 2012: 187 dalam Arin Fatmawati: 2018)

Targeting, setelah langkah
segmentasi maka langkah selanjutnya adalah targeting, dalam proses ini yang
perlu dilakukan adalah melakukan pendekatan politik, membentuk opini politik
kepada kelompok-kelompok masyrakat berdasarkan kebutuhan-kebutuhan kelompok masyarakat.
Politikus milenial melakukan targeting pemilih rasional dan pemilih tradisonal
dan pemilih pemula, pemilih melek media, pengguna internet, masyarakat miskin. (*/fajar)

(Penulis Buku Kepemimpinan
Politik Perspektif Komunikasi)

Terpopuler

Artikel Terbaru