26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Variasi Buku Anak-Anak Masih Butuh Diinovasikan

MINAT baca yang rendah di kalangan anak-anak
Indonesia sebaiknya tak dianggap remeh. Sebab, buku adalah sarana pendidikan
yang tepat untuk tumbuh kembang para upik dan buyung.

”Selain bermanfaat menambah wawasan, buku
mengajarkan anak nilai-nilai budaya yang berlaku di masyarakat. Mengingat
setiap daerah memiliki ciri khas yang berbeda-beda,” kata Nur Wulan, dosen
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya.

Wulan yang banyak menulis artikel ilmiah
terkait sastra dan buku anak menyebutkan, berdasar survei yang dilakukan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2019, indeks aktivitas literasi
membaca memperlihatkan angka 37,32 persen. Di sisi lain, terjadi lonjakan
peningkatan internet secara sigifikan selama lima tahun terakhir.

”Buku anak pasti mengandung nilai pedagogi.
Buku juga bisa membuat anak mengenalkan siapa dirinya. Dan, itu penting,” kata
penulis Masculinities in Colonial Indonesian Children’s Literature tersebut.

Baca Juga :  Panggung Ratapan Alam Rumpang

Lebih dari itu, buku juga dapat mengembangkan
imajinasi anak. Yang akan berpengaruh pada kemampuan berinovasi.

Jika minat baca yang rendah tersebut dibiarkan,
lanjut Wulan, dikhawatirkan bakal memicu dampak negatif di kemudian hari. Di
antaranya, kreativitas yang tidak berkembang, kesulitan memahami atau menguasai
masalah, mudah dipengaruhi hal-hal negatif, serta sulit bersosialisasi dan
meningkatkan kualitas diri. Nanti permasalahan-permasalahan itu juga berdampak
pada keberlangsungan peradaban bangsa.

Dia menilai upaya pemerintah untuk meningkatkan
minat baca pada anak belum masif. Manajemen dan pengelolaan perpustakaan yang
ada di Indonesia juga masih perlu ditingkatkan.

”Jumlah dan kualitas buku (anak, Red) tentu
harus lebih ditingkatkan. Selain itu, membuat acara-acara yang menarik agar
anak mau berkunjung ke perpustakaan,” tutur Wulan.

Baca Juga :  Survei Pengguna Internet Indonesia, Konten Ini Paling Banyak Diakses

Rendahnya minat baca anak Indonesia juga diakui
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto. Dia mengakui, jumlah
ketersediaan buku anak sampai saat ini terbatas.

Permasalahan lain, lanjut dia, variasi buku
anak-anak masih butuh diinovasikan. ”Maka dari itu, tentu buku-buku berbasis
digital atau e-book perlu diperbanyak juga. Dan, dikreasikan supaya menarik,”
ujar Susanto.

Pihaknya berjanji terus
mendorong, mengawasi, dan memastikan fasilitas ketersediaan buku untuk
anak-anak. Dia menyebutkan, upaya tersebut dilakukan demi membangkitkan budaya
dan semangat membaca pada anak.

MINAT baca yang rendah di kalangan anak-anak
Indonesia sebaiknya tak dianggap remeh. Sebab, buku adalah sarana pendidikan
yang tepat untuk tumbuh kembang para upik dan buyung.

”Selain bermanfaat menambah wawasan, buku
mengajarkan anak nilai-nilai budaya yang berlaku di masyarakat. Mengingat
setiap daerah memiliki ciri khas yang berbeda-beda,” kata Nur Wulan, dosen
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya.

Wulan yang banyak menulis artikel ilmiah
terkait sastra dan buku anak menyebutkan, berdasar survei yang dilakukan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2019, indeks aktivitas literasi
membaca memperlihatkan angka 37,32 persen. Di sisi lain, terjadi lonjakan
peningkatan internet secara sigifikan selama lima tahun terakhir.

”Buku anak pasti mengandung nilai pedagogi.
Buku juga bisa membuat anak mengenalkan siapa dirinya. Dan, itu penting,” kata
penulis Masculinities in Colonial Indonesian Children’s Literature tersebut.

Baca Juga :  Panggung Ratapan Alam Rumpang

Lebih dari itu, buku juga dapat mengembangkan
imajinasi anak. Yang akan berpengaruh pada kemampuan berinovasi.

Jika minat baca yang rendah tersebut dibiarkan,
lanjut Wulan, dikhawatirkan bakal memicu dampak negatif di kemudian hari. Di
antaranya, kreativitas yang tidak berkembang, kesulitan memahami atau menguasai
masalah, mudah dipengaruhi hal-hal negatif, serta sulit bersosialisasi dan
meningkatkan kualitas diri. Nanti permasalahan-permasalahan itu juga berdampak
pada keberlangsungan peradaban bangsa.

Dia menilai upaya pemerintah untuk meningkatkan
minat baca pada anak belum masif. Manajemen dan pengelolaan perpustakaan yang
ada di Indonesia juga masih perlu ditingkatkan.

”Jumlah dan kualitas buku (anak, Red) tentu
harus lebih ditingkatkan. Selain itu, membuat acara-acara yang menarik agar
anak mau berkunjung ke perpustakaan,” tutur Wulan.

Baca Juga :  Survei Pengguna Internet Indonesia, Konten Ini Paling Banyak Diakses

Rendahnya minat baca anak Indonesia juga diakui
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto. Dia mengakui, jumlah
ketersediaan buku anak sampai saat ini terbatas.

Permasalahan lain, lanjut dia, variasi buku
anak-anak masih butuh diinovasikan. ”Maka dari itu, tentu buku-buku berbasis
digital atau e-book perlu diperbanyak juga. Dan, dikreasikan supaya menarik,”
ujar Susanto.

Pihaknya berjanji terus
mendorong, mengawasi, dan memastikan fasilitas ketersediaan buku untuk
anak-anak. Dia menyebutkan, upaya tersebut dilakukan demi membangkitkan budaya
dan semangat membaca pada anak.

Terpopuler

Artikel Terbaru