30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

’’Dengarkan’’ Musik 90 Menit, Lombok Hijau Jadi Matang

Konser yang dihelat
Sabtu (25/7) itu sungguh beda. Penontonnya bukan manusia. Melainkan tanaman.
Bahkan aransemen yang dihadirkan pun khusus tanaman.

 

FARID
S. MAULANA,
Bandung

 

JANGANKAN diresapi,
untuk didengarkan saja, repertoar yang dibuat Bottle Smoker bisa bikin pusing
kepala manusia. Suara alam yang dipadukan dengan frekuensi audio 5 ribu hertz
itu sama sekali tak nyaman di telinga. Dua personel Bottle Smoker, Agung
Suherman (Angkuy) dan Ryan Adzani (Nobie), bahkan harus menggunakan earplug
agar bisa fokus memainkan ritme dalam berbagai peralatan musik elektronik di
hadapan mereka.

Namun, suara musik
nyeleneh yang berlangsung selama 90 menit itu, justru bisa dinikmati tanaman.
Ya, tanaman. Sebab, duo musisi elektronik tersebut membuat Konser Plantasia
hanya untuk tanaman. Tentu banyak orang akan mengernyitkan dahi, atau malah
heran dengan ide yang diusung Bottle Smoker dalam konsernya itu. Selain hanya
dikhususkan tanaman, live streaming videonya pun tidak diperkenankan ditonton
atau didengarkan manusia. Lalu, apa tujuan mereka menggelar konser tersebut?

Angkuy menuturkan, ide
awal konser nyeleneh itu tak lain karena adanya pandemi corona. Bottle Smoker
yang biasanya rutin tampil harus berhenti total. Baik on air maupun off air.
Sebagai musisi yang punya banyak ide kreatif, hal tersebut coba didobrak.

“Kami langsung mikir, konsep
apa ya yang bisa ditampilkan, tapi tetap tidak melanggar protokol kesehatan.
Lalu, kami mikir, bagaimana kalau bikin konser, tapi bukan untuk manusia,”
katanya, lantas tertawa. Ide itu langsung direspons timnya. Diskusi demi
diskusi dijalani untuk menemukan formula efektif, agar tetap berkarya nyata
pada masa pandemi.

Nah, dalam perjalanan
menemukan formula itu, Angkuy dan Nobie melihat ada kebiasaan baru yang sedang
booming di masyarakat selama pandemi corona. Ada lifestyle baru yang
digandrungi anak muda. “Ada bersepeda dan kebanyakan menanam tanaman di rumah,
house plant. Itulah titik awal menemukan ide konser ini,” jelasnya. “Ide untuk
membuat konser yang penonton manusia diganti dengan penonton tanaman,”
lanjutnya.

Ide itu langsung
dieksplorasi. Angkuy dan Nobie mencoba mencari keterkaitan musik dengan
tanaman. Eksplorasi berlanjut pada penemuan berbagai kajian ilmiah tentang
hubungan tanaman dengan musik. “Ternyata musik bisa memengaruhi pertumbuhan
tanaman. Dari situ, kami mulai mempelajari apa saja karakter musiknya, lalu
pola-polanya apa saja, dan lain-lain,” paparnya.

Baca Juga :  Lulus “Tes Kejujuran” Biasa Traktir Temannya

Tidak mudah, walau
memainkan genre elektronik yang bisa punya keterkaitan dengan banyak genre
musik. Memainkan instrumen khusus untuk tanaman ternyata jauh berbeda dengan
apa yang selama ini disajikan dalam Bottle Smoker. Bahkan, karya-karya yang
selama ini dipunyai band asal Bandung itu, tidak bisa dimainkan lagi untuk ide
tersebut. “Kami murni membuat aransemen khusus. Semua baru, basic musiknya
menyesuaikan kajian ilmiah yang kami gabungkan dengan peradaban Indonesia,”
tegasnya.

Menurut kajian ilmiah
soal hubungan musik dengan pertumbuhan tanaman, Bottle Smoker wajib memasukkan
beragam unsur di dalamnya. Yang pertama, genre musik klasik dengan pola-pola
khusus. Lantas, wajib ada unsur string di dalamya.

Tak berhenti
dipusingkan dengan mempelajari musik rumit tersebut, Bottle Smoker juga wajib
memainkan irama itu dalam frekuensi audio 5 ribu hertz. “Ada memainkan melodi
yang repetitif, menghindari low frequency, banyak sih lain-lainnya, termasuk
suara alam bunyi burung, bunyi air, bunyi angin seperti itu,” ungkapnya.

Untuk peradaban
Indonesia, Angkuy dan Nobie mempelajari sejarah Dewi Sri. Sang ratu padi yang
terkenal dalam kebudayaan Jawa. “Ternyata ada beberapa ritual di dalamnya, ada
istilah musik tarawangsa. Salah satunya ada musik karinding yang dahulu
digunakan untuk mengusir hama,” katanya. Mereka kemudian berasumsi, dengan
memunculkan frekuensi-frekuensi bebunyian karinding, pendengaran hama bakal
terganggu. “Lalu, kami mencoba mengolahnya,” bebernya.

Kurang lebih satu
bulan, repertoar khusus untuk tanaman pun jadi. Total ada 90 menit. Tentu tidak
sreg jika tidak mempraktikkannya langsung. “Waktu kami coba, ternyata memang
ada pergerakan pada tanaman. Kami berasumsi lagi, berarti bisa nih untuk
dicoba,” ujarnya.

Format konser lantas
dipikirkan. Lou Belle Space, Bandung, dipilih jadi lokasi konser. “Kami namai
konsernya Plantasia. Terinspirasi dari salah satu lagu dari idola kami, Mort
Garson, berjudul Plantasia. Jadi nama konser dan muncullah konsep pertunjukan
musik untuk tanaman ini,” ungkap pria 35 tahun tersebut.

Konsep dalam konser itu
pun unik. Untuk mencari tanaman yang akan dijadikan percobaan (baca: penonton),
Bottle Smoker membuat pengumuman melalui media sosial. Isinya tentang siapa
saja yang mau mendaftarkan tanamannya untuk jadi penonton Konser Plantasia.
Hanya beberapa hari, 50 tanaman sesuai kuota terpenuhi.

Baca Juga :  Memadukan Seni dengan Selera Pelanggan

Lantas, disusunlah
jadwal. Para pemilik tanaman diminta ngedrop di depan lokasi konser. Jadwal itu
harus benar-benar ditaati untuk mematuhi protokol kesehatan. Sesudah itu,
pemilik tanaman bakal mendapat link untuk melihat konser secara streaming.
“Bukan menonton sih, yang lebih tepat mengawasi apakah tanamannya baik-baik
saja selama konser. Karena kalau ditonton dan dinikmati, musik untuk Plantasia
ini tidak untuk manusia,” kata alumnus ilmu komunikasi Unpad tersebut.

Sesudah konser, pemilik
juga terjadwal ketika mengambil tanaman-tanamannya. Tidak hanya sampai di situ,
pemilik tanaman akan mendapat audio file dari konser tersebut. Harapannya,
mereka bisa kembali memutarkan musik tersebut di rumah masing-masing setiap
hari. “Lalu, mereka nanti bisa bercerita ke kami bagaimana pengaruh musik itu
terhadap tanaman masing-masing,” sambungnya.

Lantas, untuk Konser
Plantasia, apa keuntungan yang didapat Bottle Smoker? Angkuy mengaku tidak ada.
Artinya, pendapatan secara langsung saat konser digelar sama sekali nol. Dari
digital pun akan sulit. Sebab, akses untuk streaming hanya ditujukan untuk 50
pemilik tanaman.

Kenapa tidak membuka
akses streaming untuk publik?  “Pasti
akan ada reduksi-reduksi atau terkompres selama proses streaming. Tidak akan
sampai 5 ribu hertz, device, dan segala macam yang digunakan sangat
berpengaruh. Jadi, kami putuskan untuk membatasi, hanya kami yang memainkan
musik di konser secara langsung untuk tanaman,” jelasnya.

Angkuy menegaskan,
keuntungan yang dilihat Bottle Smoker adalah bisnis jangka panjang. Artinya,
jika Konser Plantasia berhasil membuat pertumbuhan tanaman makin baik, Bottle
Smoker punya kans untuk bisnis yang lebih menjanjikan di masa depan. Menjadi
lahan baru bagi musisi elektronik yang terkendala masa pandemi seperti saat
ini. “Beberapa kota sudah meminta kami membuat pertunjukan serupa, bahkan di
luar negeri. Jadi, ini lahan yang baru bisa kami kembangkan lagi,” paparnya.

Angkuy dan Nobie merasa puas dengan Konser
Plantasia. Bahkan, Angkuy mengatakan sempat melihat langsung tanaman lombok
yang awalnya berwarna hijau kecil berubah membesar dan matang setelah konser 90
menit. “Alhamdulillah puas banget. Tapi, juga pemilik tanaman puas, vibrasinya
pas sekali. Sejauh ini untuk feedback tanamannya belum banyak yang melapor,”
tutur Angkuy.

Konser yang dihelat
Sabtu (25/7) itu sungguh beda. Penontonnya bukan manusia. Melainkan tanaman.
Bahkan aransemen yang dihadirkan pun khusus tanaman.

 

FARID
S. MAULANA,
Bandung

 

JANGANKAN diresapi,
untuk didengarkan saja, repertoar yang dibuat Bottle Smoker bisa bikin pusing
kepala manusia. Suara alam yang dipadukan dengan frekuensi audio 5 ribu hertz
itu sama sekali tak nyaman di telinga. Dua personel Bottle Smoker, Agung
Suherman (Angkuy) dan Ryan Adzani (Nobie), bahkan harus menggunakan earplug
agar bisa fokus memainkan ritme dalam berbagai peralatan musik elektronik di
hadapan mereka.

Namun, suara musik
nyeleneh yang berlangsung selama 90 menit itu, justru bisa dinikmati tanaman.
Ya, tanaman. Sebab, duo musisi elektronik tersebut membuat Konser Plantasia
hanya untuk tanaman. Tentu banyak orang akan mengernyitkan dahi, atau malah
heran dengan ide yang diusung Bottle Smoker dalam konsernya itu. Selain hanya
dikhususkan tanaman, live streaming videonya pun tidak diperkenankan ditonton
atau didengarkan manusia. Lalu, apa tujuan mereka menggelar konser tersebut?

Angkuy menuturkan, ide
awal konser nyeleneh itu tak lain karena adanya pandemi corona. Bottle Smoker
yang biasanya rutin tampil harus berhenti total. Baik on air maupun off air.
Sebagai musisi yang punya banyak ide kreatif, hal tersebut coba didobrak.

“Kami langsung mikir, konsep
apa ya yang bisa ditampilkan, tapi tetap tidak melanggar protokol kesehatan.
Lalu, kami mikir, bagaimana kalau bikin konser, tapi bukan untuk manusia,”
katanya, lantas tertawa. Ide itu langsung direspons timnya. Diskusi demi
diskusi dijalani untuk menemukan formula efektif, agar tetap berkarya nyata
pada masa pandemi.

Nah, dalam perjalanan
menemukan formula itu, Angkuy dan Nobie melihat ada kebiasaan baru yang sedang
booming di masyarakat selama pandemi corona. Ada lifestyle baru yang
digandrungi anak muda. “Ada bersepeda dan kebanyakan menanam tanaman di rumah,
house plant. Itulah titik awal menemukan ide konser ini,” jelasnya. “Ide untuk
membuat konser yang penonton manusia diganti dengan penonton tanaman,”
lanjutnya.

Ide itu langsung
dieksplorasi. Angkuy dan Nobie mencoba mencari keterkaitan musik dengan
tanaman. Eksplorasi berlanjut pada penemuan berbagai kajian ilmiah tentang
hubungan tanaman dengan musik. “Ternyata musik bisa memengaruhi pertumbuhan
tanaman. Dari situ, kami mulai mempelajari apa saja karakter musiknya, lalu
pola-polanya apa saja, dan lain-lain,” paparnya.

Baca Juga :  Lulus “Tes Kejujuran” Biasa Traktir Temannya

Tidak mudah, walau
memainkan genre elektronik yang bisa punya keterkaitan dengan banyak genre
musik. Memainkan instrumen khusus untuk tanaman ternyata jauh berbeda dengan
apa yang selama ini disajikan dalam Bottle Smoker. Bahkan, karya-karya yang
selama ini dipunyai band asal Bandung itu, tidak bisa dimainkan lagi untuk ide
tersebut. “Kami murni membuat aransemen khusus. Semua baru, basic musiknya
menyesuaikan kajian ilmiah yang kami gabungkan dengan peradaban Indonesia,”
tegasnya.

Menurut kajian ilmiah
soal hubungan musik dengan pertumbuhan tanaman, Bottle Smoker wajib memasukkan
beragam unsur di dalamnya. Yang pertama, genre musik klasik dengan pola-pola
khusus. Lantas, wajib ada unsur string di dalamya.

Tak berhenti
dipusingkan dengan mempelajari musik rumit tersebut, Bottle Smoker juga wajib
memainkan irama itu dalam frekuensi audio 5 ribu hertz. “Ada memainkan melodi
yang repetitif, menghindari low frequency, banyak sih lain-lainnya, termasuk
suara alam bunyi burung, bunyi air, bunyi angin seperti itu,” ungkapnya.

Untuk peradaban
Indonesia, Angkuy dan Nobie mempelajari sejarah Dewi Sri. Sang ratu padi yang
terkenal dalam kebudayaan Jawa. “Ternyata ada beberapa ritual di dalamnya, ada
istilah musik tarawangsa. Salah satunya ada musik karinding yang dahulu
digunakan untuk mengusir hama,” katanya. Mereka kemudian berasumsi, dengan
memunculkan frekuensi-frekuensi bebunyian karinding, pendengaran hama bakal
terganggu. “Lalu, kami mencoba mengolahnya,” bebernya.

Kurang lebih satu
bulan, repertoar khusus untuk tanaman pun jadi. Total ada 90 menit. Tentu tidak
sreg jika tidak mempraktikkannya langsung. “Waktu kami coba, ternyata memang
ada pergerakan pada tanaman. Kami berasumsi lagi, berarti bisa nih untuk
dicoba,” ujarnya.

Format konser lantas
dipikirkan. Lou Belle Space, Bandung, dipilih jadi lokasi konser. “Kami namai
konsernya Plantasia. Terinspirasi dari salah satu lagu dari idola kami, Mort
Garson, berjudul Plantasia. Jadi nama konser dan muncullah konsep pertunjukan
musik untuk tanaman ini,” ungkap pria 35 tahun tersebut.

Konsep dalam konser itu
pun unik. Untuk mencari tanaman yang akan dijadikan percobaan (baca: penonton),
Bottle Smoker membuat pengumuman melalui media sosial. Isinya tentang siapa
saja yang mau mendaftarkan tanamannya untuk jadi penonton Konser Plantasia.
Hanya beberapa hari, 50 tanaman sesuai kuota terpenuhi.

Baca Juga :  Memadukan Seni dengan Selera Pelanggan

Lantas, disusunlah
jadwal. Para pemilik tanaman diminta ngedrop di depan lokasi konser. Jadwal itu
harus benar-benar ditaati untuk mematuhi protokol kesehatan. Sesudah itu,
pemilik tanaman bakal mendapat link untuk melihat konser secara streaming.
“Bukan menonton sih, yang lebih tepat mengawasi apakah tanamannya baik-baik
saja selama konser. Karena kalau ditonton dan dinikmati, musik untuk Plantasia
ini tidak untuk manusia,” kata alumnus ilmu komunikasi Unpad tersebut.

Sesudah konser, pemilik
juga terjadwal ketika mengambil tanaman-tanamannya. Tidak hanya sampai di situ,
pemilik tanaman akan mendapat audio file dari konser tersebut. Harapannya,
mereka bisa kembali memutarkan musik tersebut di rumah masing-masing setiap
hari. “Lalu, mereka nanti bisa bercerita ke kami bagaimana pengaruh musik itu
terhadap tanaman masing-masing,” sambungnya.

Lantas, untuk Konser
Plantasia, apa keuntungan yang didapat Bottle Smoker? Angkuy mengaku tidak ada.
Artinya, pendapatan secara langsung saat konser digelar sama sekali nol. Dari
digital pun akan sulit. Sebab, akses untuk streaming hanya ditujukan untuk 50
pemilik tanaman.

Kenapa tidak membuka
akses streaming untuk publik?  “Pasti
akan ada reduksi-reduksi atau terkompres selama proses streaming. Tidak akan
sampai 5 ribu hertz, device, dan segala macam yang digunakan sangat
berpengaruh. Jadi, kami putuskan untuk membatasi, hanya kami yang memainkan
musik di konser secara langsung untuk tanaman,” jelasnya.

Angkuy menegaskan,
keuntungan yang dilihat Bottle Smoker adalah bisnis jangka panjang. Artinya,
jika Konser Plantasia berhasil membuat pertumbuhan tanaman makin baik, Bottle
Smoker punya kans untuk bisnis yang lebih menjanjikan di masa depan. Menjadi
lahan baru bagi musisi elektronik yang terkendala masa pandemi seperti saat
ini. “Beberapa kota sudah meminta kami membuat pertunjukan serupa, bahkan di
luar negeri. Jadi, ini lahan yang baru bisa kami kembangkan lagi,” paparnya.

Angkuy dan Nobie merasa puas dengan Konser
Plantasia. Bahkan, Angkuy mengatakan sempat melihat langsung tanaman lombok
yang awalnya berwarna hijau kecil berubah membesar dan matang setelah konser 90
menit. “Alhamdulillah puas banget. Tapi, juga pemilik tanaman puas, vibrasinya
pas sekali. Sejauh ini untuk feedback tanamannya belum banyak yang melapor,”
tutur Angkuy.

Terpopuler

Artikel Terbaru