27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Wardian Klaim Sepihak, Warga Pemilik Lahan Melawan

Namanya terkenal
sebagai “mafia tanah” di Kabupaten Seruyan. Lebih dari satu lahan
warga diklaim sepihak olehnya. Ia adalah Wardian, warga Desa Sembuluh I,
Kecamatan Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan. Kini pria 64 tahun ini berstatus
buronan polisi, terkait kasus klaim lahan di Bukit Batu Gadur, Kabupaten
Seruyan. Seperti apa permainannya hingga berani “merampas” lahan
warga?

 

=====================

 

WARDIAN itu sepupu saya, rumahnya
dengan rumah saya itu sebelahan, sampuk (gandeng) atapnya. Saya tidak habis
pikir, kok dia itu tega sama saya soal lahan di bukit itu (Bukit Batu Gadur),”
kata Marjuan (60), salah satu pemilik lahan yang diklaim Wardian, Jumat (17/5).

Menurut Marjuan, dahulu
dirinya memang mengupah Wardian untuk menebas lahan tersebut. Setelah selesai,
Wardian justru menanam sebagian lahan itu dengan tanaman karet. Saat itu,
Wardian beralasan tanaman itu untuk keluarga mereka juga. Namun, akhirnya lahan
itu diklaim Wardian sebagai miliknya.

“Dia bilang, ini
kan saya tanam untuk anak buah (anak-anak) kita juga. Saya tidak terima. Kalau
saya bujang, tidak masalah. Ini saya sudah punya bini, dan bini itu kan orang
(lain), bukan dari keluarga kita. Dia pengen juga merasakan hasil lahan itu
karena ada keringatnya di situ,” tambah Marjuan.  

Bahkan, lanjut dia,
Wardian pernah membawa polisi untuk meminta dirinya menandatangani surat jual
beli. Permintaan tak masuk akal itu pun ditolaknya. Sebelumnya Marjuan pernah
diberi semacam kompensasi berupa mesin dumpeng (Diesel), tapi ditolaknya. Apalagi
mesin itu sudah rusak dan tak bisa dipakai.

“Saya tidak tanda
tangani itu. Jual beli apa ini? Bahkan polisi yang datang sama Wardian itu
memberi isyarat jempol. Mungkin artinya bagus kalau saya tidak tanda
tangan,” kata Marjuan.

Baca Juga :  Dibantu Gubernur Kalteng, Menangis Ingin Ucapkan Terima Kasih

Ditemui terpisah, Anang
Sabri (62) warga Desa Tanjung Rengas, Kecamatan Seruyan Hilir juga mengaku
lahan seluas kurang lebih 10 hektare, yang merupakan warisan orang tuanya,
almarhum Haji Tabri, berlokasi di Bukit Batu Gadur, diklaim sepihak oleh
Wardian.

“Saya mengurus lahan
ini sudah sejak tahun 2011. Lahan ini memang babas ladang punya Bapak saya, dan
waktu itu saya datang jauh-jauh dari Tanjung Rengas ke sini, menanyakan ke Pak
Wardian. Dia sendiri akui bahwa memang punya Bapak saya, Haji Tabri,” cerita
Anang.

Kemudian, lanjut dia,
saat itu Wardian sedang menambang latrit di kawasan tersebut. Anang pun meminta
sepeda motor bekas sebagai kompensasi lahan tersebut.

“Waktu itu kan dia
mengambil latrit dari sini, entah sudah dapat berapa miliar dia dapat dari jual
latrit di lahan ini. Nah, khusus yang punya saya, saya kan minta motor bekas
saja. Pak Wardian bilang, untuk apa bekas, saya kasih baru saja, begitu kata
dia. Ya, saya bersyukurlah kalau ada yang baru,” ungkap Anang.

Namun, lanjut Anang, hingga
saat ini sepeda motor yang dijanjikan itu tak kunjung diberikan. Banyak alasan
yang diutarakan Wardian. Anehnya, Wardian selalu mengatakan ke semua orang bahwa
lahan itu sudah dibelinya dengan satu unit sepeda motor.

“Setelah 15 hari
saya telepon, menanyakan motor itu, dia bilang sedang di Jawa, karena katanya di
sana motor murah. 20 hari kemudian saya telepon lagi, katanya di Palangka Raya,
minta tunggu dia datang. Setiap ditelepon, dia selalu sedang di tempat lain,
tidak di tempat. Sampai sekarang tidak ada motor itu,” ucapnya.

Baca Juga :  ’’Dengarkan’’ Musik 90 Menit, Lombok Hijau Jadi Matang

Sementara itu, Isai bin
Hamut (45) warga Desa Bangkal, Kecamatan Danau Sembuluh mengatakan, Wardian
memang sudah terkenal sebagai pemain klaim lahan di daerah itu. Isai mengaku
siap diadu sampai ke Pengadilan sekali pun soal ladangnya di Bukit Batu Gadur
yang saat ini diklaim Wardian.

Menurut Isai, lahan
miliknya sudah digarap sejak lama secara turun-temurun. Ia mendapat lahan itu
dari Hamut, ayahnya. Isai mengaku tidak heran dengan ulah Wardian mengklaim
lahan-lahan warga secara sepihak. Sebab, lanjut dia, itu memang sudah pekerjaannya
Wardian dari dulu dan sudah diketahui warga Danau Sembuluh.

“Kalau kami yang
berladang ini, yang punya lahan ini dapatnya paling sedikit saja, mereka
(Wardian cs) yang mendapat banyak. Dari dulu mereka begitu, bahkan sampai di PT
Agro Indomas sini, mereka yang dapat banyak. Polanya itu, mereka kumpul tanda
tangan warga, terus klaim lahan. Kalau Wardian itu, jangankan lahan orang lain,
lahan Pak Nazar Koteng yang adalah pamannya sendiri, diklaim dan diambilnya
juga,” kata Isai.

Untuk diketahui, Wardian pernah divonis bersalah
atas kasus pencurian tandan buah segar (TBS) sawit milik PT Salonok Ladang Mas
(SLM) di lahan yang berada areal Bukit Batu Gadur. Wardian dinyatakan bersalah
dan divonis enam bulan penjara, berdasarkan putusan Putusan Pengadilan Negeri
(PN) Sampit Nomor: 596/Pid.B/2010/PN.Spt tanggal 23 Februari 2011, dan
dikuatkan Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Kalimantan Tengah (Kalteng) Nomor:09/PID/2011/PT.PR
tanggal 13 April 2011. (ala/ce)

Namanya terkenal
sebagai “mafia tanah” di Kabupaten Seruyan. Lebih dari satu lahan
warga diklaim sepihak olehnya. Ia adalah Wardian, warga Desa Sembuluh I,
Kecamatan Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan. Kini pria 64 tahun ini berstatus
buronan polisi, terkait kasus klaim lahan di Bukit Batu Gadur, Kabupaten
Seruyan. Seperti apa permainannya hingga berani “merampas” lahan
warga?

 

=====================

 

WARDIAN itu sepupu saya, rumahnya
dengan rumah saya itu sebelahan, sampuk (gandeng) atapnya. Saya tidak habis
pikir, kok dia itu tega sama saya soal lahan di bukit itu (Bukit Batu Gadur),”
kata Marjuan (60), salah satu pemilik lahan yang diklaim Wardian, Jumat (17/5).

Menurut Marjuan, dahulu
dirinya memang mengupah Wardian untuk menebas lahan tersebut. Setelah selesai,
Wardian justru menanam sebagian lahan itu dengan tanaman karet. Saat itu,
Wardian beralasan tanaman itu untuk keluarga mereka juga. Namun, akhirnya lahan
itu diklaim Wardian sebagai miliknya.

“Dia bilang, ini
kan saya tanam untuk anak buah (anak-anak) kita juga. Saya tidak terima. Kalau
saya bujang, tidak masalah. Ini saya sudah punya bini, dan bini itu kan orang
(lain), bukan dari keluarga kita. Dia pengen juga merasakan hasil lahan itu
karena ada keringatnya di situ,” tambah Marjuan.  

Bahkan, lanjut dia,
Wardian pernah membawa polisi untuk meminta dirinya menandatangani surat jual
beli. Permintaan tak masuk akal itu pun ditolaknya. Sebelumnya Marjuan pernah
diberi semacam kompensasi berupa mesin dumpeng (Diesel), tapi ditolaknya. Apalagi
mesin itu sudah rusak dan tak bisa dipakai.

“Saya tidak tanda
tangani itu. Jual beli apa ini? Bahkan polisi yang datang sama Wardian itu
memberi isyarat jempol. Mungkin artinya bagus kalau saya tidak tanda
tangan,” kata Marjuan.

Baca Juga :  Dibantu Gubernur Kalteng, Menangis Ingin Ucapkan Terima Kasih

Ditemui terpisah, Anang
Sabri (62) warga Desa Tanjung Rengas, Kecamatan Seruyan Hilir juga mengaku
lahan seluas kurang lebih 10 hektare, yang merupakan warisan orang tuanya,
almarhum Haji Tabri, berlokasi di Bukit Batu Gadur, diklaim sepihak oleh
Wardian.

“Saya mengurus lahan
ini sudah sejak tahun 2011. Lahan ini memang babas ladang punya Bapak saya, dan
waktu itu saya datang jauh-jauh dari Tanjung Rengas ke sini, menanyakan ke Pak
Wardian. Dia sendiri akui bahwa memang punya Bapak saya, Haji Tabri,” cerita
Anang.

Kemudian, lanjut dia,
saat itu Wardian sedang menambang latrit di kawasan tersebut. Anang pun meminta
sepeda motor bekas sebagai kompensasi lahan tersebut.

“Waktu itu kan dia
mengambil latrit dari sini, entah sudah dapat berapa miliar dia dapat dari jual
latrit di lahan ini. Nah, khusus yang punya saya, saya kan minta motor bekas
saja. Pak Wardian bilang, untuk apa bekas, saya kasih baru saja, begitu kata
dia. Ya, saya bersyukurlah kalau ada yang baru,” ungkap Anang.

Namun, lanjut Anang, hingga
saat ini sepeda motor yang dijanjikan itu tak kunjung diberikan. Banyak alasan
yang diutarakan Wardian. Anehnya, Wardian selalu mengatakan ke semua orang bahwa
lahan itu sudah dibelinya dengan satu unit sepeda motor.

“Setelah 15 hari
saya telepon, menanyakan motor itu, dia bilang sedang di Jawa, karena katanya di
sana motor murah. 20 hari kemudian saya telepon lagi, katanya di Palangka Raya,
minta tunggu dia datang. Setiap ditelepon, dia selalu sedang di tempat lain,
tidak di tempat. Sampai sekarang tidak ada motor itu,” ucapnya.

Baca Juga :  ’’Dengarkan’’ Musik 90 Menit, Lombok Hijau Jadi Matang

Sementara itu, Isai bin
Hamut (45) warga Desa Bangkal, Kecamatan Danau Sembuluh mengatakan, Wardian
memang sudah terkenal sebagai pemain klaim lahan di daerah itu. Isai mengaku
siap diadu sampai ke Pengadilan sekali pun soal ladangnya di Bukit Batu Gadur
yang saat ini diklaim Wardian.

Menurut Isai, lahan
miliknya sudah digarap sejak lama secara turun-temurun. Ia mendapat lahan itu
dari Hamut, ayahnya. Isai mengaku tidak heran dengan ulah Wardian mengklaim
lahan-lahan warga secara sepihak. Sebab, lanjut dia, itu memang sudah pekerjaannya
Wardian dari dulu dan sudah diketahui warga Danau Sembuluh.

“Kalau kami yang
berladang ini, yang punya lahan ini dapatnya paling sedikit saja, mereka
(Wardian cs) yang mendapat banyak. Dari dulu mereka begitu, bahkan sampai di PT
Agro Indomas sini, mereka yang dapat banyak. Polanya itu, mereka kumpul tanda
tangan warga, terus klaim lahan. Kalau Wardian itu, jangankan lahan orang lain,
lahan Pak Nazar Koteng yang adalah pamannya sendiri, diklaim dan diambilnya
juga,” kata Isai.

Untuk diketahui, Wardian pernah divonis bersalah
atas kasus pencurian tandan buah segar (TBS) sawit milik PT Salonok Ladang Mas
(SLM) di lahan yang berada areal Bukit Batu Gadur. Wardian dinyatakan bersalah
dan divonis enam bulan penjara, berdasarkan putusan Putusan Pengadilan Negeri
(PN) Sampit Nomor: 596/Pid.B/2010/PN.Spt tanggal 23 Februari 2011, dan
dikuatkan Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Kalimantan Tengah (Kalteng) Nomor:09/PID/2011/PT.PR
tanggal 13 April 2011. (ala/ce)

Terpopuler

Artikel Terbaru