27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Dua Tiang Rumah Raja Dipakai buat Fondasi Musala

Setelah
gelar ratu melekat padanya sebagai keturunan raja Kerajaan Banjar, pada 1905
Ratu Zaleha mulai melakukan perjalanan dari benteng pertahanan Menawing menuju Lahei
hingga ke Mea tepian Sungai Teweh.

FADLI, Muara Teweh

 

PERJALANAN Ratu Zaleha
ini memiliki misi menghimpun kekuatan untuk mengusir kolonial Belanda dari Bumi
Tambun Bungai. Dalam perjalanan itu, dia mengumpulkan pasukan wanita Dayak yang
berasal dari Muara Teweh dan Buntok. Salah satunya yang ikut bergabung bersama
Ratu Zaleha adalah Bulan Jihad.

Karena terdesak oleh
kejaran tentara Belanda setelah beberapa kali terjadi peperangan di hutan,
akhirnya mereka turun ke arah muara Sungai Teweh dan sempat bersembunyi di
rumah raja di Juking Hara, Kelurahan Jambu, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten
Barito Utara (Batara).

“Di sinilah (rumah
raja) Ratu Zaleha dikepung dan ditangkap oleh Belanda,” cerita Anton
Permadi, salah satu dosen muda STIE yang juga penggiat sejarah di tanah
kelahirannya itu.

Menurut cerita turun-temurun
dan tercatat dalam buku sejarah, lanjut Anton, Ratu Zaleha dan pasukannya
dikepung tentara Belanda, saat mandi di sebuah telaga yang letaknya tak jauh
dari rumah raja tersebut. Besar kemungkinan telaga itu berada di belakang rumah
raja tersebut.

Baca Juga :  Mendirikan Pusat Isoman Terpadu, Menampung Hingga 40 Orang

Dosen muda itu menceritakan,
bahwa saat itu pilar-pilar masih menjulang tinggi. Kemudian sempat dibersihkan.
Bahkan ada dua tiang pada rumah raja itu yang digunakan sebagai fondasi tengah langgar
atau musala yang dibangun di Juking Hara.

Anton dan temannya Andri
pun menunjukkan musala tersebut. Berjarak kurang lebih 40-50 meter dari
rumahnya Siti Aminah. “Ini ukirannya, masih ada,” tutur Andri.

Saat ini tanah rumah raja
sudah diwakafkan keturunannya dan diinisiasi oleh masyarakat untuk pembangunan
masjid. “Namun karena pertimbangan dalam musyawarah, masjid pun dibangun
di lokasi lain untuk menghindari banjir. Sekarang dikenal dengan Masjid Babussalam,
Kelurahan Jambu,” ujar Anton.

Anton kembali
menekankan bahwa ini merupakan sejarah. Sesuatu yang amat penting dan harus
diketahui. Apalagi seperti dirinya yang merupakan generasi penerus di Kelurahan
Jambu.

Baca Juga :  Janda Bolong yang Fenomenal Peraup Rupiah Fantastis

“Kalau tidak
mendengar cerita dari orang tua dahulu, kami tentu tidak tahu kalau tempat
kelahiran kami sarat akan kisah sejarah, terutama kisah sejarah perlawanan
masyarakat dan keturunan raja melawan kolonialisme selama masa perang Banjar,
terlebih kisah kesaktian para pejuang wanita dari keturunan raja yakni Ratu
Zaleha, dan kisah pertahanan benteng di Juking Hara. Kami berharap bukti-bukti
sejarah yang tersisa ini mendapat perhatian khusus, dilestarikan agar tetap
bisa dikunjungi di masa mendatang” tutup tokoh pemuda Kelurahan Jambu itu.

Siti Aminah (85), cucu
pejuang kemerdekaan Tumenggung Mangkusari berharap agar generasi masa kini tak
melupakan sejarah. Sebagai generasi penerus harus bisa dan bersedia
melestarikan serta merawat peninggalan sejarah.

“Orang-orang dahulu itu tidak banyak
bicara, tapi banyak kerja. Tanamkan itu pada diri kalian (kaum muda masa kini),”
ucapnya berpesan. (*/ce/ala) 

Setelah
gelar ratu melekat padanya sebagai keturunan raja Kerajaan Banjar, pada 1905
Ratu Zaleha mulai melakukan perjalanan dari benteng pertahanan Menawing menuju Lahei
hingga ke Mea tepian Sungai Teweh.

FADLI, Muara Teweh

 

PERJALANAN Ratu Zaleha
ini memiliki misi menghimpun kekuatan untuk mengusir kolonial Belanda dari Bumi
Tambun Bungai. Dalam perjalanan itu, dia mengumpulkan pasukan wanita Dayak yang
berasal dari Muara Teweh dan Buntok. Salah satunya yang ikut bergabung bersama
Ratu Zaleha adalah Bulan Jihad.

Karena terdesak oleh
kejaran tentara Belanda setelah beberapa kali terjadi peperangan di hutan,
akhirnya mereka turun ke arah muara Sungai Teweh dan sempat bersembunyi di
rumah raja di Juking Hara, Kelurahan Jambu, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten
Barito Utara (Batara).

“Di sinilah (rumah
raja) Ratu Zaleha dikepung dan ditangkap oleh Belanda,” cerita Anton
Permadi, salah satu dosen muda STIE yang juga penggiat sejarah di tanah
kelahirannya itu.

Menurut cerita turun-temurun
dan tercatat dalam buku sejarah, lanjut Anton, Ratu Zaleha dan pasukannya
dikepung tentara Belanda, saat mandi di sebuah telaga yang letaknya tak jauh
dari rumah raja tersebut. Besar kemungkinan telaga itu berada di belakang rumah
raja tersebut.

Baca Juga :  Mendirikan Pusat Isoman Terpadu, Menampung Hingga 40 Orang

Dosen muda itu menceritakan,
bahwa saat itu pilar-pilar masih menjulang tinggi. Kemudian sempat dibersihkan.
Bahkan ada dua tiang pada rumah raja itu yang digunakan sebagai fondasi tengah langgar
atau musala yang dibangun di Juking Hara.

Anton dan temannya Andri
pun menunjukkan musala tersebut. Berjarak kurang lebih 40-50 meter dari
rumahnya Siti Aminah. “Ini ukirannya, masih ada,” tutur Andri.

Saat ini tanah rumah raja
sudah diwakafkan keturunannya dan diinisiasi oleh masyarakat untuk pembangunan
masjid. “Namun karena pertimbangan dalam musyawarah, masjid pun dibangun
di lokasi lain untuk menghindari banjir. Sekarang dikenal dengan Masjid Babussalam,
Kelurahan Jambu,” ujar Anton.

Anton kembali
menekankan bahwa ini merupakan sejarah. Sesuatu yang amat penting dan harus
diketahui. Apalagi seperti dirinya yang merupakan generasi penerus di Kelurahan
Jambu.

Baca Juga :  Janda Bolong yang Fenomenal Peraup Rupiah Fantastis

“Kalau tidak
mendengar cerita dari orang tua dahulu, kami tentu tidak tahu kalau tempat
kelahiran kami sarat akan kisah sejarah, terutama kisah sejarah perlawanan
masyarakat dan keturunan raja melawan kolonialisme selama masa perang Banjar,
terlebih kisah kesaktian para pejuang wanita dari keturunan raja yakni Ratu
Zaleha, dan kisah pertahanan benteng di Juking Hara. Kami berharap bukti-bukti
sejarah yang tersisa ini mendapat perhatian khusus, dilestarikan agar tetap
bisa dikunjungi di masa mendatang” tutup tokoh pemuda Kelurahan Jambu itu.

Siti Aminah (85), cucu
pejuang kemerdekaan Tumenggung Mangkusari berharap agar generasi masa kini tak
melupakan sejarah. Sebagai generasi penerus harus bisa dan bersedia
melestarikan serta merawat peninggalan sejarah.

“Orang-orang dahulu itu tidak banyak
bicara, tapi banyak kerja. Tanamkan itu pada diri kalian (kaum muda masa kini),”
ucapnya berpesan. (*/ce/ala) 

Terpopuler

Artikel Terbaru