33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Mengenal Samsir, Perajin Kumpang di Banjarbaru: “Keahlian Buyut Menurun ke Saya”

Menurut Samsir, keahlian membuat kumpang tak bisa dimiliki sembarang orang. Sama halnya dengan tukang urut yang memang seperti memiliki ilmu turunan dari pendahulunya.

Oleh: BAYU ADITYA RAHMAN, Banjarbaru Utara

RADAR Banjarmasin mendatangi seorang perajin kumpang atau sarung parang, pisau dan keris di Banjarbaru bernama Samsir, Senin (30/10).

Saat wartawan sampai di rumahnya di Jalan Gotong Royong II, RT. 03, RW. 06, Kelurahan Mentaos, Kecamatan Banjarbaru Utara, Samsir sedang mengerjakan pesanan orang.

Ia menerima berbagai macam permintaan untuk mengolah kumpang. Ada yang hanya minta dibuatkan gagangnya saja, ada juga satu set lengkap dengan kumpangnya. Bahkan, ada yang sekalian dengan besi untuk parangnya.

“Namun yang meminta sampai besi parang itu jarang. Kebanyakan mereka bawa sendiri besi parang, keris atau pisaunya,” ucap pria berusia 53 tahun itu.

“Rata-rata yang datang memesan itu untuk koleksi atau dalam istilah orang banjar itu ‘ganggaman’,” lanjutnya.

Untuk membuat kumpang diperlukan peralatan pertukangan seperti pada umumnya, ada gerinda tangan, gergaji, dan bor. “Dan tentunya pisau raut untuk membentuk ukiran,” imbuhnya.

Bahan utamanya ialah batang kayu dari berbagai jenis pohon, seperti pohon jati, sawo, kemuning dan lainnya. “Kalau yang bagus menurut saya kayu sahang atau terkenalnya kayu eboni. Tapi sudah sangat langka kayunya,” ucapnya.

Diceritakannya, lebih kurang 25 tahun sudah menjalani profesi sebagai perajin kumpang. Awalnya, hanya membuat untuk diri sendiri, kebetulan, ada kawan yang melihatnya sedang membuat kumpang.

“Kawan itu minta saya membuatkan kumpang untuknya dan hasilnya sesuai keinginannya, lalu tersebar dari mulut ke mulut kalau saya bisa membuat kumpang,” kisahnya.

Menurutnya, keahlian membuat kumpang tak bisa dimiliki sembarang orang, sama halnya dengan tukang urut yang memang seperti memiliki ilmu turunan dari pendahulunya. “Awalnya saya juga bingung, kok bisa membuat kumpang, bahkan dengan ukiran-ukirannya.”

“Saya penasaran dan menanyakan kepada kakek saya, ternyata buyut saya adalah seorang perajin kumpang juga. Jadi menurut saya keahlian buyut menurun kepada saya,” kisah ayah dua orang anak ini.

Diakuinya, ukiran pada kumpang dan gagang yang diolahnya tak memiliki nama atau jenis tertentu. “Saya hanya menuangkan ide dalam pikiran saya yang disalurkan melalui tangan untuk membuat ukiran tersebut,” ucapnya.

Lebih lanjut, lama pengerjaan kumpang untuk sebuah pisau dan keris bisa dua hingga tiga hari. Sedangkan parang sekitar satu minggu. “Bahkan, bisa lebih tergantung kerumitannya. Kalau harga berkisar Rp150 ribu hingga jutaan rupiah,” ucap pria asal Kandangan itu. (yn/ris/jpg)

Baca Juga :  Menghirup Debu, Bermandikan Limbah

Menurut Samsir, keahlian membuat kumpang tak bisa dimiliki sembarang orang. Sama halnya dengan tukang urut yang memang seperti memiliki ilmu turunan dari pendahulunya.

Oleh: BAYU ADITYA RAHMAN, Banjarbaru Utara

RADAR Banjarmasin mendatangi seorang perajin kumpang atau sarung parang, pisau dan keris di Banjarbaru bernama Samsir, Senin (30/10).

Saat wartawan sampai di rumahnya di Jalan Gotong Royong II, RT. 03, RW. 06, Kelurahan Mentaos, Kecamatan Banjarbaru Utara, Samsir sedang mengerjakan pesanan orang.

Ia menerima berbagai macam permintaan untuk mengolah kumpang. Ada yang hanya minta dibuatkan gagangnya saja, ada juga satu set lengkap dengan kumpangnya. Bahkan, ada yang sekalian dengan besi untuk parangnya.

“Namun yang meminta sampai besi parang itu jarang. Kebanyakan mereka bawa sendiri besi parang, keris atau pisaunya,” ucap pria berusia 53 tahun itu.

“Rata-rata yang datang memesan itu untuk koleksi atau dalam istilah orang banjar itu ‘ganggaman’,” lanjutnya.

Untuk membuat kumpang diperlukan peralatan pertukangan seperti pada umumnya, ada gerinda tangan, gergaji, dan bor. “Dan tentunya pisau raut untuk membentuk ukiran,” imbuhnya.

Bahan utamanya ialah batang kayu dari berbagai jenis pohon, seperti pohon jati, sawo, kemuning dan lainnya. “Kalau yang bagus menurut saya kayu sahang atau terkenalnya kayu eboni. Tapi sudah sangat langka kayunya,” ucapnya.

Diceritakannya, lebih kurang 25 tahun sudah menjalani profesi sebagai perajin kumpang. Awalnya, hanya membuat untuk diri sendiri, kebetulan, ada kawan yang melihatnya sedang membuat kumpang.

“Kawan itu minta saya membuatkan kumpang untuknya dan hasilnya sesuai keinginannya, lalu tersebar dari mulut ke mulut kalau saya bisa membuat kumpang,” kisahnya.

Menurutnya, keahlian membuat kumpang tak bisa dimiliki sembarang orang, sama halnya dengan tukang urut yang memang seperti memiliki ilmu turunan dari pendahulunya. “Awalnya saya juga bingung, kok bisa membuat kumpang, bahkan dengan ukiran-ukirannya.”

“Saya penasaran dan menanyakan kepada kakek saya, ternyata buyut saya adalah seorang perajin kumpang juga. Jadi menurut saya keahlian buyut menurun kepada saya,” kisah ayah dua orang anak ini.

Diakuinya, ukiran pada kumpang dan gagang yang diolahnya tak memiliki nama atau jenis tertentu. “Saya hanya menuangkan ide dalam pikiran saya yang disalurkan melalui tangan untuk membuat ukiran tersebut,” ucapnya.

Lebih lanjut, lama pengerjaan kumpang untuk sebuah pisau dan keris bisa dua hingga tiga hari. Sedangkan parang sekitar satu minggu. “Bahkan, bisa lebih tergantung kerumitannya. Kalau harga berkisar Rp150 ribu hingga jutaan rupiah,” ucap pria asal Kandangan itu. (yn/ris/jpg)

Baca Juga :  Menghirup Debu, Bermandikan Limbah

Terpopuler

Artikel Terbaru