27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Bahasa, Kemerdekaan, dan Jepang

“Siapa
nama kau, nak?” tanya seorang wanita kepada bocah disampingnya. “Namaku Lintang
dari Kayu Pelumbang, Bu. Aku nak sekolah” jawab bocah itu. Sementara itu di
tempat lain Ikal bertanya pada umaknya. “Aku pakai sepatu ini, umak?” Wanita
yang dipanggil umak itu menimpali “Sudahlah pakai aja itu dulu, nanti kalo ada
rezeki umak belikan yang baru.” Ekspresi yang sederhana dari anak-anak yang
mengutarakan keinginan dan menginginkan kebebasan tergambar secara kasat mata
dari tokoh Lintang dan Ikal dalam petikan naskah drama Laskar Pelangi.

TOKOH Lintang
dengan bahasa lisannya dalam film Laskar
Pelangi
sangat ekspresif ditambah mimik, gerakan tubuh dan intonasi yang
ingin meyuarakan keinginannya untuk bisa bersekolah. Lintang sebagai
komunikator telah membuat komunikan yaitu orang yang diajak berbicara dalam hal
ini tokoh Bu Mus sebagai pihak penerima pesan dalam proses komunikasi menjadi
tergerak hatinya. Selain menggunakan bahasa lisan, seseorang bisa juga menggunakan
bahasa tulis yang terdiri dari susunan simbol atau huruf yang dirangkai menjadi
kata bermakna yang dituliskan sebagi alat untuk mengekspresikan tujuan dan
identitas diri. 

Bahasa menurut Harun Rasyid,
Mansyur dan Suratno (2009:126) merupakan struktur dan makna yang bebas dari
penggunanya,sebagai tanda yang menyimpulkan suatu tujuan. Siapapun bebas
berbicara dan menyuarakan pendapatnya menggunakan bahasa yang sesuai dengan
kaidah-kaidah atau tata cara berbahasa yang baik. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
(KKBI) kata bebas memiliki arti 1.
lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya sehingga dapat
bergerak, berbicara, berbuat, dan sebagainya dengan leluasa). 2. merdeka (tidak dijajah, diperintah,
atau tidak dipengaruhi oleh negara lain atau kekuasaan asing). Ikal dalam Laskar Pelangi belum merasa bebas dengan
kondisi sepatunya yang lusuh, dan berwarna pink.
Ikal belum merdeka.

Merdeka artinya bebas dari
penjajahan, perhambaan dan sebagainya. Kemerdekaan adalah kebebasan yaitu kebebasan
dalam memilih, kebebasan berekspresi, kebebasan dalam berkarya, kebebasan dari
keterkungkungan, atau kebebasan mencinta. Setali tiga uang dengan puisi Sapardi
Djoko Damono, guru besar dan sastrawan alumnus UGM dalam lirik puisinya: aku
ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu. Pun, Muhammad Ali, petinju legendaris
meneriakkan kebebasan melalui bahasa puisinya yang berjudul Freedom-Better Now yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia sebagai “Kebebasan”.

Baca Juga :  Mendiamkan Kezaliman

Bahasa memiliki energi yang
besar dalam menyuarakan kebebasan. Bahasa pidato Bung Tomo -merdeka atau mati!-
yang begitu membakar berhasil menjadi mesin penggerak semangat yang ampuh bagi arek-arek Suroboyo melawan serangan
pasukan Inggris. Pidato Sang Penyambung Lidah Rakyat, Soekarno, mengiringi
pecahnya perang melawan penjajah sedahsyat pidato We Shall Fight on the Beaches oleh Winston Churchil yang mampu
menyulut Perang Dunia II. Perang Sipil di Amerika Serikat berhasil diredam
dengan pidato Gettysburg-nya Abraham Lincoln. Demikian juga pidato Tear Down the Wall oleh Ronal Reagan
menandai berakhirnya Perang Dingin. Bahasa mampu menjadi api pembakar sekaligus
menjadi air kehidupan yang tenang menyejukkan.

Bahasa adalah aset dari sebuah
pembebasan, keperkasaan dan perekat persatuan. Setelah reformasi 1998,
kebebasan berpendapat adalah hak istimewa (privelese) bagi warga negara
Indonesia dan merupakan hak asasi manusia yang tertuang dalam deklarasi
universal perserikatan bangsa-bangsa (PBB). Indonesia sebagai negara yang
menganut sistem demokrasi perlu menegakkan pilar demokrasi salah satunya dengan
memberikan ruang bagi kebebasan pers. Bahasa menjadi wahana berkomunikasi yang
bebas tentang dunia bisnis, hukum, politik, pendidikan, budaya, humaniora,
pariwisata, seni dan sebagainya. Hal ini kemudian bisa membawa sebuah negara
tumbuh secara dinamis dalam percaturan global.

Menurut Sunaryo (2000:6), tanpa
adanya bahasa termasuk bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
serta kebudayaan nasional tidak akan mampu berkembang. Selain itu bahasa dapat
menjadi jembatan antarbudaya dan antarsuku yang memiliki latar belakang budaya
dan kehidupan sosial yang beragam. Warga masyarakat dari berbagai daerah dapat
bebas berbaur berkat adanya alat penghubung yang menyatukan yaitu bahasa.

Baca Juga :  Hakikat Berhari Raya

Alat komunikasi dan perhubungan
nasional di negara Indonesia adalah bahasa Indonesia. Kepak sayap bahasa
Indonesia telah membahana menembus berbagai belahan dunia. Bahasa Indonesia
mempunyai penutur terbanyak di kawasan Asia Tenggara dan menjadi bahasa resmi
pada sidang ASEAN. Radio siaran internasional, seperti Radio Australia, BBC,
Suara Amerika (Voice of America), Al- Jazeera, France24 dan Radio Belanda
memiliki acara rutin berbahasa Indonesia. Lebih dari 45 negara di dunia yang
mempelajari bahasa Indonesia atau memasukkan bahasa Indonesia ke dalam
kurikulum pendidikan mereka. 

Jepang
adalah salah satu dari lima negara di dunia yang menjadikan bahasa Indonesia
sebagai mata pelajaran wajib. Tokyo Gaikugo Daigaku (Tokyo University of
Foreign Studies) yaitu salah satu kampus terbaik yang khusus untuk mempelajari
bahasa di Jepang telah mengajarkan bahasa Indonesia sejak tahun 1922. Bahasa Indonesia
dimasukkan ke dalam program Kajian Asia Tenggara dan dipelajari sebagai bahasa
asing kedua setelah bahasa Inggris. Selain itu beberapa perguruan tinggi lain
di Negeri Sejuta Burung Gagak seperti Universitas Kajian Asing Osaka,
Universitas Setsunan, Universitas Tenri dan Universitas Sango Kyoto juga
membuka degree dengan jurusan bahasa
Indonesia. Namun tidak sedikit warga Jepang yang belajar langsung ke Indonesia.

Banyak
orang Jepang yang berminat mempelajari bahasa Indonesia karena semakin meningkatnya
hubungan ekonomi dan kebudayaan antara Indonesia dengan Jepang. Bahkan Kedutaan
Besar Republik Indonesia di Tokyo menginisiasi sebuah program yaitu lomba
pidato Bahasa Indonesia bagi warga Jepang sejak tahun 2007 dan rutin
dilaksanakan setiap tahun. Bahasa Indonesia berpotensi menjadi bahasa
internasional apabila warga negara Indonesia mau menjunjung tinggi bahasa
sendiri dan tetap membumi dengan bahasa ibu sebagai bahasa daerah. Siapkah kita
menjadi penutur yang berbudaya, beradab dan merdeka?

(Penulis adalah Pendidik,
Peserta Program Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Negara Tujuan
Jepang, Kemdikbud 2019 dan Nomine Pemenang Lomba Jurnalistik, Kemdikbud 2019)

“Siapa
nama kau, nak?” tanya seorang wanita kepada bocah disampingnya. “Namaku Lintang
dari Kayu Pelumbang, Bu. Aku nak sekolah” jawab bocah itu. Sementara itu di
tempat lain Ikal bertanya pada umaknya. “Aku pakai sepatu ini, umak?” Wanita
yang dipanggil umak itu menimpali “Sudahlah pakai aja itu dulu, nanti kalo ada
rezeki umak belikan yang baru.” Ekspresi yang sederhana dari anak-anak yang
mengutarakan keinginan dan menginginkan kebebasan tergambar secara kasat mata
dari tokoh Lintang dan Ikal dalam petikan naskah drama Laskar Pelangi.

TOKOH Lintang
dengan bahasa lisannya dalam film Laskar
Pelangi
sangat ekspresif ditambah mimik, gerakan tubuh dan intonasi yang
ingin meyuarakan keinginannya untuk bisa bersekolah. Lintang sebagai
komunikator telah membuat komunikan yaitu orang yang diajak berbicara dalam hal
ini tokoh Bu Mus sebagai pihak penerima pesan dalam proses komunikasi menjadi
tergerak hatinya. Selain menggunakan bahasa lisan, seseorang bisa juga menggunakan
bahasa tulis yang terdiri dari susunan simbol atau huruf yang dirangkai menjadi
kata bermakna yang dituliskan sebagi alat untuk mengekspresikan tujuan dan
identitas diri. 

Bahasa menurut Harun Rasyid,
Mansyur dan Suratno (2009:126) merupakan struktur dan makna yang bebas dari
penggunanya,sebagai tanda yang menyimpulkan suatu tujuan. Siapapun bebas
berbicara dan menyuarakan pendapatnya menggunakan bahasa yang sesuai dengan
kaidah-kaidah atau tata cara berbahasa yang baik. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
(KKBI) kata bebas memiliki arti 1.
lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya sehingga dapat
bergerak, berbicara, berbuat, dan sebagainya dengan leluasa). 2. merdeka (tidak dijajah, diperintah,
atau tidak dipengaruhi oleh negara lain atau kekuasaan asing). Ikal dalam Laskar Pelangi belum merasa bebas dengan
kondisi sepatunya yang lusuh, dan berwarna pink.
Ikal belum merdeka.

Merdeka artinya bebas dari
penjajahan, perhambaan dan sebagainya. Kemerdekaan adalah kebebasan yaitu kebebasan
dalam memilih, kebebasan berekspresi, kebebasan dalam berkarya, kebebasan dari
keterkungkungan, atau kebebasan mencinta. Setali tiga uang dengan puisi Sapardi
Djoko Damono, guru besar dan sastrawan alumnus UGM dalam lirik puisinya: aku
ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu. Pun, Muhammad Ali, petinju legendaris
meneriakkan kebebasan melalui bahasa puisinya yang berjudul Freedom-Better Now yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia sebagai “Kebebasan”.

Baca Juga :  Mendiamkan Kezaliman

Bahasa memiliki energi yang
besar dalam menyuarakan kebebasan. Bahasa pidato Bung Tomo -merdeka atau mati!-
yang begitu membakar berhasil menjadi mesin penggerak semangat yang ampuh bagi arek-arek Suroboyo melawan serangan
pasukan Inggris. Pidato Sang Penyambung Lidah Rakyat, Soekarno, mengiringi
pecahnya perang melawan penjajah sedahsyat pidato We Shall Fight on the Beaches oleh Winston Churchil yang mampu
menyulut Perang Dunia II. Perang Sipil di Amerika Serikat berhasil diredam
dengan pidato Gettysburg-nya Abraham Lincoln. Demikian juga pidato Tear Down the Wall oleh Ronal Reagan
menandai berakhirnya Perang Dingin. Bahasa mampu menjadi api pembakar sekaligus
menjadi air kehidupan yang tenang menyejukkan.

Bahasa adalah aset dari sebuah
pembebasan, keperkasaan dan perekat persatuan. Setelah reformasi 1998,
kebebasan berpendapat adalah hak istimewa (privelese) bagi warga negara
Indonesia dan merupakan hak asasi manusia yang tertuang dalam deklarasi
universal perserikatan bangsa-bangsa (PBB). Indonesia sebagai negara yang
menganut sistem demokrasi perlu menegakkan pilar demokrasi salah satunya dengan
memberikan ruang bagi kebebasan pers. Bahasa menjadi wahana berkomunikasi yang
bebas tentang dunia bisnis, hukum, politik, pendidikan, budaya, humaniora,
pariwisata, seni dan sebagainya. Hal ini kemudian bisa membawa sebuah negara
tumbuh secara dinamis dalam percaturan global.

Menurut Sunaryo (2000:6), tanpa
adanya bahasa termasuk bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
serta kebudayaan nasional tidak akan mampu berkembang. Selain itu bahasa dapat
menjadi jembatan antarbudaya dan antarsuku yang memiliki latar belakang budaya
dan kehidupan sosial yang beragam. Warga masyarakat dari berbagai daerah dapat
bebas berbaur berkat adanya alat penghubung yang menyatukan yaitu bahasa.

Baca Juga :  Hakikat Berhari Raya

Alat komunikasi dan perhubungan
nasional di negara Indonesia adalah bahasa Indonesia. Kepak sayap bahasa
Indonesia telah membahana menembus berbagai belahan dunia. Bahasa Indonesia
mempunyai penutur terbanyak di kawasan Asia Tenggara dan menjadi bahasa resmi
pada sidang ASEAN. Radio siaran internasional, seperti Radio Australia, BBC,
Suara Amerika (Voice of America), Al- Jazeera, France24 dan Radio Belanda
memiliki acara rutin berbahasa Indonesia. Lebih dari 45 negara di dunia yang
mempelajari bahasa Indonesia atau memasukkan bahasa Indonesia ke dalam
kurikulum pendidikan mereka. 

Jepang
adalah salah satu dari lima negara di dunia yang menjadikan bahasa Indonesia
sebagai mata pelajaran wajib. Tokyo Gaikugo Daigaku (Tokyo University of
Foreign Studies) yaitu salah satu kampus terbaik yang khusus untuk mempelajari
bahasa di Jepang telah mengajarkan bahasa Indonesia sejak tahun 1922. Bahasa Indonesia
dimasukkan ke dalam program Kajian Asia Tenggara dan dipelajari sebagai bahasa
asing kedua setelah bahasa Inggris. Selain itu beberapa perguruan tinggi lain
di Negeri Sejuta Burung Gagak seperti Universitas Kajian Asing Osaka,
Universitas Setsunan, Universitas Tenri dan Universitas Sango Kyoto juga
membuka degree dengan jurusan bahasa
Indonesia. Namun tidak sedikit warga Jepang yang belajar langsung ke Indonesia.

Banyak
orang Jepang yang berminat mempelajari bahasa Indonesia karena semakin meningkatnya
hubungan ekonomi dan kebudayaan antara Indonesia dengan Jepang. Bahkan Kedutaan
Besar Republik Indonesia di Tokyo menginisiasi sebuah program yaitu lomba
pidato Bahasa Indonesia bagi warga Jepang sejak tahun 2007 dan rutin
dilaksanakan setiap tahun. Bahasa Indonesia berpotensi menjadi bahasa
internasional apabila warga negara Indonesia mau menjunjung tinggi bahasa
sendiri dan tetap membumi dengan bahasa ibu sebagai bahasa daerah. Siapkah kita
menjadi penutur yang berbudaya, beradab dan merdeka?

(Penulis adalah Pendidik,
Peserta Program Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Negara Tujuan
Jepang, Kemdikbud 2019 dan Nomine Pemenang Lomba Jurnalistik, Kemdikbud 2019)

Terpopuler

Artikel Terbaru