31.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Belajar Memanjat, Lihat Wanita Pasti Gelisah

Sebagai orang utan, yang mereka butuhkan adalah hutan. Belasan tahun
hidup dalam kandang layaknya tahanan, Bento dan Iskandar belajar memanjat
hingga mencari makan saat dilepaskan kembali ke hutan belantara awal Desember
lalu.

 

FERLYNDA PUTRIPenajam Paser Utara

 

NAMANYA Bento.
Tak butuh rumah realestat. Tak perlu mobil banyak, apalagi harta berlimpah.
Begitu pula Iskandar dan ribuan orang utan lainnya. Yang mereka butuhkan adalah
hutan dengan limpahan buah-buahan.

Sejak bayi, keduanya dipisahkan dari keluarga mereka di hutan. Mereka
dibawa ke Sulawesi Utara hingga berusia 17 dan 19 tahun. Belasan tahun
dipelihara secara ilegal. Bahkan, hingga kini Iskandar masih trauma kepada
manusia, karena melihat orang tuanya dibunuh pemburu liar yang ingin
mengambilnya.

Kini keduanya berada di Pusat Suaka Orangutan (PSO) Arsari di Penajam
Paser Utara, Kalimantan Timur. Sudah dua bulan mereka di situ. Sebelumnya,
mereka berada di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki di Minahasa Utara.

Jawa Pos (Grup Kalteng Pos) menemui
mereka beberapa waktu lalu. Sebelumnya, Manajer Operasional PSO Arsari Odom
memberi tahu agar tidak ribut. Waktunya pun dibatasi. Lebih baik tidak pakai
parfum juga, agar mereka tidak stres. Kalau stres, mereka bisa berantem atau
melukai diri sendiri. ’’Kalau lihat perempuan, mereka gelisah. Maklum, belum
pernah kawin,’’ tutur pria asli Dayak itu.

Saat wartawan datang, Bento memandangi dengan saksama dari pojok kandang
besi setinggi 7 meter. Sementara Iskandar langsung menjauh. Orang utan pipi
lebar itu mencermati orang-orang yang datang. Lambat laun, kulit pipinya
berkerut. Mereka mulai gelisah. Wah, tanda-tanda stres. Wartawan diminta
mundur.

Baca Juga :  Perketat Pengawasan, Cegah Pungli PPDB di Palangka Raya

Odom melanjutkan ceritanya di kantor. ’’Sejak di sini, mereka lebih
baik. Mau manjat untuk cari makan,’’ ucapnya. Itu terjadi karena ranger selalu
memberikan makan di atas kandang. Tempatnya pun berbeda-beda. Untuk naik,
mereka memanjat tali.

Mereka cukup pemilih soal makanan. Harus yang matang. Kalau masih
mentah, pasti dibuang. Ranger juga memberikan serangga serta daun-daun muda.
’’Kalau serangga, mereka sudah mencari-cari dengan dahan,’’ ujar Odom. Yang
dilakukan Iskandar dan Bento seperti yang dilakukan di alam.

Secara fisik, kondisi Bento dan Iskandar membaik. Bulu-bulunya mulai
lebat. Badannya yang semula 170 kg mulai diatur. Supaya tidak obesitas.

Dokter hewan PSO Arsari drh Satria Anugrah Dewantara mengungkapkan,
kedua orang utan berkondisi sehat setelah dua bulan tinggal di pusat suaka
tersebut. Meski demikian, kondisi psikis mereka belum stabil. Jika bertemu
dengan orang yang jarang memberi makan, mereka bisa stres. Dampaknya, bisa
melukai diri sendiri.

’’Iskandar kalau malam mau melakukan longcall, tandanya memanggil betina
dan menandai wilayah,’’ ungkapnya.

Meski keduanya jantan dan biasanya berebut wilayah kekuasaan, ada kelakuan
unik dari mereka. Pada suatu waktu, Satria duduk mengamati dua orang utan itu.
Saat diberi jeruk, Bento membelah buah tersebut. Separo diberikan kepada
Iskandar. ’’Sayangnya tidak sempat didokumentasikan,’’ katanya.

Lalu, kapan Iskandar dan Bento mulai dilepas? Setidaknya ketika naluri
liar mereka sudah muncul. Selain itu, PSO Arsari akan menyiapkan pulau khusus
untuk suaka orang utan. Suaka itu diperuntukkan khusus bagi orang utan yang
lama dikurung karena perdagangan ilegal atau yang lama di kebun binatang. Suaka
tersebut khusus untuk orang utan jantan.

Baca Juga :  Menko Marves Minta Pemda Siapkan Lahan Trans di Food Estate Kalteng

Chief Science Officer Arsari Enviro Industri Willie Smits menyatakan,
ada 100 orang utan di Eropa yang hendak dilimpahkan ke PSO Arsari. Orang
utan-orang utan itu sudah pensiun dari kebun binatang. Biasanya, mereka yang
sudah pensiun hanya dikurung di kandang hingga mati.

PSO Arsari memang ditujukan untuk memperbaiki kualitas hidup orang utan
tua. ’’Mereka berhak bahagia sampai mati,’’ tegasnya.

Pemilik PSO Arsari Hashim Djojohadikusumo menuturkan, PSO Arsari
didirikan untuk menjawab kebutuhan suaka bagi orang utan yang sudah tua dan
bertahun-tahun berada dalam kandang. Tidak hanya menyelamatkan populasi orang
utan dari kepunahan, Hashim juga bercita-cita, dengan adanya PSO Arsari, para
orang utan yang berhasil diselamatkan bisa hidup bahagia tanpa harus dirantai.

Rencananya, kawasan suaka diletakkan di Pulau Kelawasan dan Pulau Benawa
Besar. Saat ini masih dalam proses persiapan. Studi sudah dilakukan. Di
antaranya, kajian vegetasi dan kondisi alamnya. ’’Ke depan bisa untuk tamu VIP
negara di ibu kota baru,’’ katanya.

Iskandar dan Bento serta orang utan lain hanya pasrah. Tak bisa memilih
atau minta rumah yang nyaman. Mereka hanya ingin tetap berkumpul dengan
keluarga. Sama seperti kita pada umumnya. (*)

Sebagai orang utan, yang mereka butuhkan adalah hutan. Belasan tahun
hidup dalam kandang layaknya tahanan, Bento dan Iskandar belajar memanjat
hingga mencari makan saat dilepaskan kembali ke hutan belantara awal Desember
lalu.

 

FERLYNDA PUTRIPenajam Paser Utara

 

NAMANYA Bento.
Tak butuh rumah realestat. Tak perlu mobil banyak, apalagi harta berlimpah.
Begitu pula Iskandar dan ribuan orang utan lainnya. Yang mereka butuhkan adalah
hutan dengan limpahan buah-buahan.

Sejak bayi, keduanya dipisahkan dari keluarga mereka di hutan. Mereka
dibawa ke Sulawesi Utara hingga berusia 17 dan 19 tahun. Belasan tahun
dipelihara secara ilegal. Bahkan, hingga kini Iskandar masih trauma kepada
manusia, karena melihat orang tuanya dibunuh pemburu liar yang ingin
mengambilnya.

Kini keduanya berada di Pusat Suaka Orangutan (PSO) Arsari di Penajam
Paser Utara, Kalimantan Timur. Sudah dua bulan mereka di situ. Sebelumnya,
mereka berada di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki di Minahasa Utara.

Jawa Pos (Grup Kalteng Pos) menemui
mereka beberapa waktu lalu. Sebelumnya, Manajer Operasional PSO Arsari Odom
memberi tahu agar tidak ribut. Waktunya pun dibatasi. Lebih baik tidak pakai
parfum juga, agar mereka tidak stres. Kalau stres, mereka bisa berantem atau
melukai diri sendiri. ’’Kalau lihat perempuan, mereka gelisah. Maklum, belum
pernah kawin,’’ tutur pria asli Dayak itu.

Saat wartawan datang, Bento memandangi dengan saksama dari pojok kandang
besi setinggi 7 meter. Sementara Iskandar langsung menjauh. Orang utan pipi
lebar itu mencermati orang-orang yang datang. Lambat laun, kulit pipinya
berkerut. Mereka mulai gelisah. Wah, tanda-tanda stres. Wartawan diminta
mundur.

Baca Juga :  Perketat Pengawasan, Cegah Pungli PPDB di Palangka Raya

Odom melanjutkan ceritanya di kantor. ’’Sejak di sini, mereka lebih
baik. Mau manjat untuk cari makan,’’ ucapnya. Itu terjadi karena ranger selalu
memberikan makan di atas kandang. Tempatnya pun berbeda-beda. Untuk naik,
mereka memanjat tali.

Mereka cukup pemilih soal makanan. Harus yang matang. Kalau masih
mentah, pasti dibuang. Ranger juga memberikan serangga serta daun-daun muda.
’’Kalau serangga, mereka sudah mencari-cari dengan dahan,’’ ujar Odom. Yang
dilakukan Iskandar dan Bento seperti yang dilakukan di alam.

Secara fisik, kondisi Bento dan Iskandar membaik. Bulu-bulunya mulai
lebat. Badannya yang semula 170 kg mulai diatur. Supaya tidak obesitas.

Dokter hewan PSO Arsari drh Satria Anugrah Dewantara mengungkapkan,
kedua orang utan berkondisi sehat setelah dua bulan tinggal di pusat suaka
tersebut. Meski demikian, kondisi psikis mereka belum stabil. Jika bertemu
dengan orang yang jarang memberi makan, mereka bisa stres. Dampaknya, bisa
melukai diri sendiri.

’’Iskandar kalau malam mau melakukan longcall, tandanya memanggil betina
dan menandai wilayah,’’ ungkapnya.

Meski keduanya jantan dan biasanya berebut wilayah kekuasaan, ada kelakuan
unik dari mereka. Pada suatu waktu, Satria duduk mengamati dua orang utan itu.
Saat diberi jeruk, Bento membelah buah tersebut. Separo diberikan kepada
Iskandar. ’’Sayangnya tidak sempat didokumentasikan,’’ katanya.

Lalu, kapan Iskandar dan Bento mulai dilepas? Setidaknya ketika naluri
liar mereka sudah muncul. Selain itu, PSO Arsari akan menyiapkan pulau khusus
untuk suaka orang utan. Suaka itu diperuntukkan khusus bagi orang utan yang
lama dikurung karena perdagangan ilegal atau yang lama di kebun binatang. Suaka
tersebut khusus untuk orang utan jantan.

Baca Juga :  Menko Marves Minta Pemda Siapkan Lahan Trans di Food Estate Kalteng

Chief Science Officer Arsari Enviro Industri Willie Smits menyatakan,
ada 100 orang utan di Eropa yang hendak dilimpahkan ke PSO Arsari. Orang
utan-orang utan itu sudah pensiun dari kebun binatang. Biasanya, mereka yang
sudah pensiun hanya dikurung di kandang hingga mati.

PSO Arsari memang ditujukan untuk memperbaiki kualitas hidup orang utan
tua. ’’Mereka berhak bahagia sampai mati,’’ tegasnya.

Pemilik PSO Arsari Hashim Djojohadikusumo menuturkan, PSO Arsari
didirikan untuk menjawab kebutuhan suaka bagi orang utan yang sudah tua dan
bertahun-tahun berada dalam kandang. Tidak hanya menyelamatkan populasi orang
utan dari kepunahan, Hashim juga bercita-cita, dengan adanya PSO Arsari, para
orang utan yang berhasil diselamatkan bisa hidup bahagia tanpa harus dirantai.

Rencananya, kawasan suaka diletakkan di Pulau Kelawasan dan Pulau Benawa
Besar. Saat ini masih dalam proses persiapan. Studi sudah dilakukan. Di
antaranya, kajian vegetasi dan kondisi alamnya. ’’Ke depan bisa untuk tamu VIP
negara di ibu kota baru,’’ katanya.

Iskandar dan Bento serta orang utan lain hanya pasrah. Tak bisa memilih
atau minta rumah yang nyaman. Mereka hanya ingin tetap berkumpul dengan
keluarga. Sama seperti kita pada umumnya. (*)

Terpopuler

Artikel Terbaru