PALANGKA RAYA, KALTENGPOS.CO–Pandemi Covid-19 memang berdampak terhadap
semua lini, termasuk perekonomian masyarakat. Ketika banyak orang mengeluhkan soal pendapatan, justru sebaliknya yang dialami para penjual bunga di Kota Cantik –julukan Palangka Raya. Begini cerita salah seorang penjual bunga,
Muhamad Ajang.
Tumbuhan
berwarna-warni
itu berjajar
rapi. Ada yang tergantung. Ada pula yang
disusun. Rumah kecil dan taman itu tak begitu luas,
tapi
dipadati bermacam-macam bunga pada sisi kanan dan kiri
hingga lorong menuju perkebunan di belakangnya. Tidak
hanya di tempat itu. Beberapa
meter dari situ juga berjajar pertokoan bunga.
Yang didatangi Kalteng
Pos pada Jumat siang (16/10) itu
merupakan kompleks
pertokoan tanaman hias di Jalan Yos Sudarso ujung, Kota
Palangka Raya. Memang selama pandemi ini banyak orang yang
mengalihkan kegiatan di rumah dan menyibukkan diri dengan bertanam. Alhasil
yang
datang ke toko bunga di kompleks itu juga tak sedikit jumlahnya.
Bukan
hanya dari kalangan atas. Masyarakat
biasa juga banyak yang datang. Memang ada perbedaan
minat pasar antara kalangan atas dan masyarakat umum.
Meski pandemi melanda, penjual bunga
tetap meraup
keuntungan. Seperti
pengakuan salah satu penjual bunga di komplek itu, Muhamad
Ajang. Saat didatangi penulis siang itu, ia tampak
sibuk membuka satu paket bunga yang baru saja diantar seorang kurir. Paket itu
terbungkus rapi.
Saat
dibuka, warna bunga anglonema membuat mata penulis
terbelalak. Warna merah khas bunga itu benar-benar memanjakan
mata.
Anglonema yang
dibanderol ratusan ribu rupiah itu ditanam di beberapa pot yang sudah
disediakan. Dengan sentuhan ahli perawat bunga, tanaman yang hanya berdaun saja
itu pun tampah mewah dan indah. Wajar saja jika harganya melambung saat
pandemi melanda negeri.
Tidak hanya anglonema
saja, saat ini masyarakat juga dihebohkan dengan tanaman yang memiliki daun
berlubang. Mungkin karena model daunnya yang unik (berbolong-bolong). Tanaman ini
pun mendadak
viral. Tanaman bernama ilmiah monstera itu
dijuluki janda bolong.
“Tidak tahu saya mbak,
mungkin dianggap menarik karena dulu ada bunga seperti ini (daun bolong, red)
namun memiliki dua warna pada satu daun. Di Pulau Jawa
harganya puluhan juta. Mungkin gara-gara itu masyarakat jadi suka dan viral. Soal
penamaan
janda bolong, saya juga tidak mengerti kenapa jadi
demikian,†kata Ajang saat dibincangi di tokonya.
Viralnya beberapa macam
bunga berpengaruh terhadap permintaan pasar.
Selama pandemi, jumlah warga yang datang membeli bunga meningkat. Salah
satunya janda
bolong ini.
“Semua jenis tanaman. Bunga
hias memang banyak dicari masyarakat selama pandemi, terutama bunga janda
bolong ini,†bebernya.
Bunga anglonema
memang sudah dikenal masyarakat sebelum pandemi
dan dibanderol dengan
harga
yang cukup mahal. Semenjak pandemi, harga anglonema
melambung.
Bahkan
di Pulau Jawa laku dijual dengan harga jutaan
rupiah. Sementara di Kota Palangka Raya masih di bawah itu.
“Rata-rata bunga yang
saat ini digemari masyarakat paling mahal tidak jauh di atas Rp500 ribu. Kalau
dijual
di atas Rp1 juta seperti di Pulau Jawa,
sepertinya
masih belum bisa,†katanya.
Selain harga pembelian
awal sudah mahal, bunga yang dibeli dari luar daerah
juga
memiliki risiko yang besar. Misal saja, saat pemesanan terkadang barang yang
datang tidak sesuai.
Apalagi
untuk pengiriman tanaman, harus
dilakukan karantina terlebih dahulu di bandara.
“Karantina di bandara
itu satu malam, barang datang sekitar tiga harian. Memang banyak
risiko jika harus beli di luar daerah. Karena itulah harga
jualnya
juga cukup mahal,†ujarnya.
Selama ini,
tutur Muhamad
Ajang, bunga anglonema
yang dijualnya dipesan dari luar Kalimantan. Sebab,
untuk
mengembangbiakkan tanaman ini tidaklah mudah
dan
membutuhkan waktu yang cukup lama. Berbeda dengan jenis
bunga janda
bolong yang dengan mudah dikembangbiakkan.
“Tapi
jika
kehabisan stok,
terpaksa kami
pesan juga dari luar.
Memang
selama ini untuk bunga-bunga yang kami jual, ada yang masih pesan
dari Banjarmasin dan dari Jawa, tapi ada beberapa
yang kami bibit sendiri,†ucap Ajang.
Dengan meningkatnya
peminat bunga
selama
masa pandemi ini, ia mengaku mendapat keuntungan yang tidak sedikit.
Omzet
yang didapatkan selama dua bulan terakhir naik dua kali lipat
dari sebelum pandemi.
“Sebelum pandemi omzet
sekitar Rp10 juta, tapi selama dua bulan terakhir ini
bisa
mencapai Rp20 juta per bulannya,†ucapnya sembari tersenyum.
Perantau asal Jawa Barat
ini mengaku sudah menjual bunga selama tujuh tahun di Kota Cantik ini. Empat
tahun berjualan di Jalan Garuda. Tiga tahun terakhir
pindah ke Jalan Yos Sudarso ujung. Perjuangan usahanya dalam menjual
bunga ini tak serta-merta seperti saat
ini.
“Awalnya hanya menjual bunga kecil-kecil saja,
kemudian ada permintaan pasar untuk bermacam-macam bunga,
dan saya mencoba
memenuhinya,†tutupnya.