28.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Aglaonema Naik Daun, Sepekan Raup Untung Sepuluh Juta

Banyak bisnis rumahan yang naik daun di masa
pandemi Covid-19 ini. Salah satunya tanaman aglaonema. Banyak pembudi daya dan
penjualnya kebanjiran rezeki. Satu setengah tahun merintis usaha ini, Eka
Setyowati mulai merasakan lancarnya rezeki sekarang ini.

 

ASEP SYAEFUL BACHRI, Madiun

 

RUMAH di Jalan Kamboja 15, Oro-Oro Ombo,
Kartoharjo, itu seperti hutan kecil. Halamannya dipenuhi aglaonema jenis suksom
jaipong, pride of Sumatera, anjamani merah, legacy, dan lain sebagainya.
Seluruh tanaman berjuluk ratu daun itu ditanam di dalam pot yang ditata rapi berkonsep
minimalis.

Hari-hari ini, si pemilik rumah kebanjiran
pembeli. Baik aglaonema termurah seharga Rp 50 ribu hingga Rp 1,8 juta
diminati. ‘’Alhamdulillah pembelian naik 80 persen. Satu minggu bisa Rp 10 juta
lebih. Padahal biasanya hanya sekitar Rp5 juta,’’ terangnya.

Karena banyak yang mencari aglaonema, stok di
berbagai pedagang bahkan petani kian menipis. Harganya pun naik tajam. Sebut
saja aglaonema termurah yang semula hanya Rp 35 ribu kini menjadi Rp 50 ribu.
Bahkan, beberapa jenis tanaman naik seratus persen. Dari semula Rp 400 ribu
sekarang menjadi Rp 800 ribu. ‘’Tapi kenaikannya masih wajar. Tak seheboh
beberapa tahun lalu, sampai hitungannya per daun. Sekarang jualnya tetap per
satu pohon,’’ tutur perempuan 28 tahun itu.

Baca Juga :  Tingkatkan Sinergisme, Polda Kalteng Buka Puasa Bersama Forkopimda

Bagi Eka, merintis usaha bunga aglaonema semula
iseng saja. Berawal dari tertular hobi suaminya yang lebih dulu hobi memelihara
aglaonema. Iseng mengunggahnya di media sosial, justru mendapat tanggapan
bagus. Banyak yang tertarik untuk membeli. ”Karena saya punya jiwa berdagang,
akhirnya tanaman hias milik suami saya tawarkan,” kenangnya.

Banyak orang yang tertarik memelihara karena
cantik dan mudah perawatannya. Aglaonema merupakan tanaman hias yang tak
berbunga. Keindahan yang bisa dinikmati berasal dari warna-warni daunnya. Cukup
disiram sekali dalam tiga hari. Penyiramannya cukup menyemprotkan air pada daun
dan media tanamnya. Media tanamnya pun tidak berupa tanah. Melainkan sekam
bakar, pasir Malang, dan tambahan cocopeat. Tambahan cocopeat untuk menjaga kelembapan
tanaman tanpa harus rutin menyiram. ‘’Aglaonema ini cocok di udara terbuka yang
tidak terlalu tersorot sinar matahari,’’ jelasnya.

Baca Juga :  Jumlah TPS se-Kalteng Berkurang setelah Coklit

Eka tidak melayani pembelian secara online.
Semua pembelinya langsung datang ke rumahnya. Tak hanya dari Kota Madiun, juga
dari Surabaya, Jogjakarta, hingga Jakarta. ‘’Saya menghindari kiriman paketan
supaya aglaonema tidak layu dan kering,’’ ungkapnya.

Tanaman hias itu
kebanyakan hasil budi daya sendiri. Suaminya mempunyai kebun budi daya di
kampung halamannya di Kediri. Saat permintaan melonjak, hasil dari kebun
sendiri tak mencukupi. Beruntung Eka mempunyai jaringan beberapa komunitas
petani aglaonema. ‘’Petani aglaonema di Indonesia belum banyak. Belum bisa
memenuhi kebutuhan masyarakat,’’ terangnya.

Banyak bisnis rumahan yang naik daun di masa
pandemi Covid-19 ini. Salah satunya tanaman aglaonema. Banyak pembudi daya dan
penjualnya kebanjiran rezeki. Satu setengah tahun merintis usaha ini, Eka
Setyowati mulai merasakan lancarnya rezeki sekarang ini.

 

ASEP SYAEFUL BACHRI, Madiun

 

RUMAH di Jalan Kamboja 15, Oro-Oro Ombo,
Kartoharjo, itu seperti hutan kecil. Halamannya dipenuhi aglaonema jenis suksom
jaipong, pride of Sumatera, anjamani merah, legacy, dan lain sebagainya.
Seluruh tanaman berjuluk ratu daun itu ditanam di dalam pot yang ditata rapi berkonsep
minimalis.

Hari-hari ini, si pemilik rumah kebanjiran
pembeli. Baik aglaonema termurah seharga Rp 50 ribu hingga Rp 1,8 juta
diminati. ‘’Alhamdulillah pembelian naik 80 persen. Satu minggu bisa Rp 10 juta
lebih. Padahal biasanya hanya sekitar Rp5 juta,’’ terangnya.

Karena banyak yang mencari aglaonema, stok di
berbagai pedagang bahkan petani kian menipis. Harganya pun naik tajam. Sebut
saja aglaonema termurah yang semula hanya Rp 35 ribu kini menjadi Rp 50 ribu.
Bahkan, beberapa jenis tanaman naik seratus persen. Dari semula Rp 400 ribu
sekarang menjadi Rp 800 ribu. ‘’Tapi kenaikannya masih wajar. Tak seheboh
beberapa tahun lalu, sampai hitungannya per daun. Sekarang jualnya tetap per
satu pohon,’’ tutur perempuan 28 tahun itu.

Baca Juga :  Tingkatkan Sinergisme, Polda Kalteng Buka Puasa Bersama Forkopimda

Bagi Eka, merintis usaha bunga aglaonema semula
iseng saja. Berawal dari tertular hobi suaminya yang lebih dulu hobi memelihara
aglaonema. Iseng mengunggahnya di media sosial, justru mendapat tanggapan
bagus. Banyak yang tertarik untuk membeli. ”Karena saya punya jiwa berdagang,
akhirnya tanaman hias milik suami saya tawarkan,” kenangnya.

Banyak orang yang tertarik memelihara karena
cantik dan mudah perawatannya. Aglaonema merupakan tanaman hias yang tak
berbunga. Keindahan yang bisa dinikmati berasal dari warna-warni daunnya. Cukup
disiram sekali dalam tiga hari. Penyiramannya cukup menyemprotkan air pada daun
dan media tanamnya. Media tanamnya pun tidak berupa tanah. Melainkan sekam
bakar, pasir Malang, dan tambahan cocopeat. Tambahan cocopeat untuk menjaga kelembapan
tanaman tanpa harus rutin menyiram. ‘’Aglaonema ini cocok di udara terbuka yang
tidak terlalu tersorot sinar matahari,’’ jelasnya.

Baca Juga :  Jumlah TPS se-Kalteng Berkurang setelah Coklit

Eka tidak melayani pembelian secara online.
Semua pembelinya langsung datang ke rumahnya. Tak hanya dari Kota Madiun, juga
dari Surabaya, Jogjakarta, hingga Jakarta. ‘’Saya menghindari kiriman paketan
supaya aglaonema tidak layu dan kering,’’ ungkapnya.

Tanaman hias itu
kebanyakan hasil budi daya sendiri. Suaminya mempunyai kebun budi daya di
kampung halamannya di Kediri. Saat permintaan melonjak, hasil dari kebun
sendiri tak mencukupi. Beruntung Eka mempunyai jaringan beberapa komunitas
petani aglaonema. ‘’Petani aglaonema di Indonesia belum banyak. Belum bisa
memenuhi kebutuhan masyarakat,’’ terangnya.

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Terpopuler

Artikel Terbaru