28.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Kemenkes Lempar Wacana Ingin Ubah Definisi Kematian Covid-19

  1. Kementerian
    Kesehatan mengungkapkan wacana atau isu ingin mengubah definisi pendataan kasus
    kematian Covid-19. Sehingga akan memisahkan kasus kematian yang murni akibat
    Covid-19 dan kematian dengan penyakit penyerta atau komorbid. Menanggapi hal
    itu, Kemenkes dinilai hanya berusaha memperbaiki citra agar terkesan angka
    kematian di Indonesia bisa diturunkan.

Pakar
Kesehatan dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dr. Hermawan
Saputra menjelaskan isu meredefinisi kasus kematian akibat Covid-19 tak terlalu
penting untuk dilakukan. Sebab semua kasus kematian yang terkait dengan
Covid-19 harus dimasukkan ke dalam data.

“Saya
pikir memang tak terlalu urgen untuk meredefinisi apa yang sudah menjadi data
ini. Kalau sekadar ada data, misalnya Death with Covid-19 dan Death Cause of
Covid-19. Kalau sekadar pemilahan sebagai data atau role data itu boleh,”
katanya kepada JawaPos.com, Selasa (22/9).

Tetapi,
lanjutnya, jika menganalisa keterkaitan kematian dengan Covid-19 sebaagai
kematian global, maka semua data harus dimasukkan. Bahwa semua yang berkaitan
dengan kematian yang disebabkan oleh adanya virus yang masuk ke dalam tubuh
seseorang yang meninggal, adalah masuk ke dalam kategori Death With Covid-19.

“Jadi
buat saya kalau pembicaraan itu pada tataran data saja hanya sekadar pemisahan
data, kemudian juga ada role data. Yang mana yang pure, boleh saja,” jelasnya.

Tapi
dengan catatan, kata dia, Kemenkes jangan sampai meredefinisi data itu hanya
untuk terkesan seolah data kematian di Indonesia turun. Dia mendorong
keterbukaan dan kejujuran setiap negara penting untuk diungkap.

Baca Juga :  Sering Nyeri Punggung Usai Bangun Tidur? Perhatikan 5 Hal Berikut ini

“Jangan
hanya untuk perbaiki citra atau imej data. Itu tak benar. Jangan sampai begitu.
Perlu kejujuran saja. Boleh saja data dikategorikan macam-macam. Tapi berkaitan
dengan penanganan Covid-19 semua kematian yang beririsan dengan Covid-19 itu
berkaitan dengan Covid-19 Impact,” tutur dr. Hermawan.

Sebelumnya,
dalam keterangan resmi Kemenkes pada 17 September, menyebut adanya redefinisi
kematian Covid-19. Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Kesehatan Kementerian
Kesehatan, M Subuh saat menghadiri Rapat Koordinasi bersama Gubernur Jawa
Timur, Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi Surabaya mengungkapkan
pihaknya berupaya melakukan penurunan angka penularan, penurunan angka kematian
dan meningkatkan angka kesembuhan di wilayah Jawa Timur dalam waktu 2 minggu ke
depan.

“Kita
harus berusaha dalam 2 minggu kedepan terjadi penurunan angka penularan,
peningkatan angka kesembuhan, penurunan angka kematian di 9 Provinsi termasuk
wilayah Jawa Timur” kata M. Subuh.

Ketiga
poin tersebut dapat ditekan terkhusus pada penurunan angka kematian, Subuh
menambahkan penurunan angka kematian harus kita intervensi dengan membuat
definisi oprasional dengan benar.”Meninggal karena Covid-19 atau karena adanya
penyakit penyerta sesuai dengan panduan dari WHO, dan juga dukungan BPJS
Kesehatan dalam pengajuan klaim biaya kematian pasien disertai Covid-19” lanjut
M. Subuh.

JawaPos.com
sudah mencoba mengonfirmasi kembali pernyataan Kemenkes terkait isu ini, namun
belum mendapatkan respons. Belum ada jawaban atau penjelasan serta klarifikasi
lanjutan atas isu tersebut.

Panduan
Kematian Covid-19 Oleh WHO

Baca Juga :  Saat Mulai Masuk Sekolah, Seragam Sekolah Harus Lebih Sering Dicuci

JawaPos.com
mencoba membedah aturan atau panduan WHO dalam menetapkan definisi kasus
kematian akibat Covid-19. Disebutkan dalam aturan bahwa penyakit komorbid pun
harus dimasukkan ke dalam definisi kematian.

Dokumen
itu menjelaskan sertifikasi dan klasifikasi (pengkodean) kematian terkait
Covid-19. Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi semua kematian akibat
Covid-19.

“Kematian
karena Covid-19 didefinisikan untuk tujuan pengawasan sebagai kematian yang
diakibatkan secara klinis. Penyakit yang sesuai, dalam kasus Covid-19 yang
mungkin atau terkonfirmasi, kecuali ada alternatif yang jelas. Penyebab
kematian yang tidak dapat dikaitkan dengan penyakit Covid-19 (misalnya trauma).
Seharusnya tidak ada periode pemulihan total dari Covid-19 antara penyakit dan
kematian. Kematian karena Covid-19 mungkin tidak dikaitkan dengan penyakit lain
(misalnya kanker) dan seharusnya dihitung secara independen dari kondisi yang
sudah ada sebelumnya yang diduga memicu perjalanan yang parah” kata aturan WHO.

Begitu
pula soal definisi pada kematian akibat komorbid jelas tertulis. Bahwa komorbid
yang disebutkan seperti daibetes, gangguan paru, dan penyakit arteri koroner
seperti jantung.

“Ada
semakin banyak bukti bahwa orang dengan kondisi kronis atau kekebalan yang
terganggu sistemnya karena kecacatan memiliki risiko kematian yang lebih tinggi
karena Covid-19. Kondisi kronis mungkin penyakit tidak menular seperti penyakit
arteri koroner, penyakit paru obstruktif kronik (COPD), dan diabetes atau
kecacatan. Jika almarhum memiliki kondisi kronis seperti ini, mereka harus
dilaporkan dalam Bagian 2 dari sertifikat medis penyebab kematian,” tegas WHO.
(*)

  1. Kementerian
    Kesehatan mengungkapkan wacana atau isu ingin mengubah definisi pendataan kasus
    kematian Covid-19. Sehingga akan memisahkan kasus kematian yang murni akibat
    Covid-19 dan kematian dengan penyakit penyerta atau komorbid. Menanggapi hal
    itu, Kemenkes dinilai hanya berusaha memperbaiki citra agar terkesan angka
    kematian di Indonesia bisa diturunkan.

Pakar
Kesehatan dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dr. Hermawan
Saputra menjelaskan isu meredefinisi kasus kematian akibat Covid-19 tak terlalu
penting untuk dilakukan. Sebab semua kasus kematian yang terkait dengan
Covid-19 harus dimasukkan ke dalam data.

“Saya
pikir memang tak terlalu urgen untuk meredefinisi apa yang sudah menjadi data
ini. Kalau sekadar ada data, misalnya Death with Covid-19 dan Death Cause of
Covid-19. Kalau sekadar pemilahan sebagai data atau role data itu boleh,”
katanya kepada JawaPos.com, Selasa (22/9).

Tetapi,
lanjutnya, jika menganalisa keterkaitan kematian dengan Covid-19 sebaagai
kematian global, maka semua data harus dimasukkan. Bahwa semua yang berkaitan
dengan kematian yang disebabkan oleh adanya virus yang masuk ke dalam tubuh
seseorang yang meninggal, adalah masuk ke dalam kategori Death With Covid-19.

“Jadi
buat saya kalau pembicaraan itu pada tataran data saja hanya sekadar pemisahan
data, kemudian juga ada role data. Yang mana yang pure, boleh saja,” jelasnya.

Tapi
dengan catatan, kata dia, Kemenkes jangan sampai meredefinisi data itu hanya
untuk terkesan seolah data kematian di Indonesia turun. Dia mendorong
keterbukaan dan kejujuran setiap negara penting untuk diungkap.

Baca Juga :  Sering Nyeri Punggung Usai Bangun Tidur? Perhatikan 5 Hal Berikut ini

“Jangan
hanya untuk perbaiki citra atau imej data. Itu tak benar. Jangan sampai begitu.
Perlu kejujuran saja. Boleh saja data dikategorikan macam-macam. Tapi berkaitan
dengan penanganan Covid-19 semua kematian yang beririsan dengan Covid-19 itu
berkaitan dengan Covid-19 Impact,” tutur dr. Hermawan.

Sebelumnya,
dalam keterangan resmi Kemenkes pada 17 September, menyebut adanya redefinisi
kematian Covid-19. Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Kesehatan Kementerian
Kesehatan, M Subuh saat menghadiri Rapat Koordinasi bersama Gubernur Jawa
Timur, Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi Surabaya mengungkapkan
pihaknya berupaya melakukan penurunan angka penularan, penurunan angka kematian
dan meningkatkan angka kesembuhan di wilayah Jawa Timur dalam waktu 2 minggu ke
depan.

“Kita
harus berusaha dalam 2 minggu kedepan terjadi penurunan angka penularan,
peningkatan angka kesembuhan, penurunan angka kematian di 9 Provinsi termasuk
wilayah Jawa Timur” kata M. Subuh.

Ketiga
poin tersebut dapat ditekan terkhusus pada penurunan angka kematian, Subuh
menambahkan penurunan angka kematian harus kita intervensi dengan membuat
definisi oprasional dengan benar.”Meninggal karena Covid-19 atau karena adanya
penyakit penyerta sesuai dengan panduan dari WHO, dan juga dukungan BPJS
Kesehatan dalam pengajuan klaim biaya kematian pasien disertai Covid-19” lanjut
M. Subuh.

JawaPos.com
sudah mencoba mengonfirmasi kembali pernyataan Kemenkes terkait isu ini, namun
belum mendapatkan respons. Belum ada jawaban atau penjelasan serta klarifikasi
lanjutan atas isu tersebut.

Panduan
Kematian Covid-19 Oleh WHO

Baca Juga :  Saat Mulai Masuk Sekolah, Seragam Sekolah Harus Lebih Sering Dicuci

JawaPos.com
mencoba membedah aturan atau panduan WHO dalam menetapkan definisi kasus
kematian akibat Covid-19. Disebutkan dalam aturan bahwa penyakit komorbid pun
harus dimasukkan ke dalam definisi kematian.

Dokumen
itu menjelaskan sertifikasi dan klasifikasi (pengkodean) kematian terkait
Covid-19. Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi semua kematian akibat
Covid-19.

“Kematian
karena Covid-19 didefinisikan untuk tujuan pengawasan sebagai kematian yang
diakibatkan secara klinis. Penyakit yang sesuai, dalam kasus Covid-19 yang
mungkin atau terkonfirmasi, kecuali ada alternatif yang jelas. Penyebab
kematian yang tidak dapat dikaitkan dengan penyakit Covid-19 (misalnya trauma).
Seharusnya tidak ada periode pemulihan total dari Covid-19 antara penyakit dan
kematian. Kematian karena Covid-19 mungkin tidak dikaitkan dengan penyakit lain
(misalnya kanker) dan seharusnya dihitung secara independen dari kondisi yang
sudah ada sebelumnya yang diduga memicu perjalanan yang parah” kata aturan WHO.

Begitu
pula soal definisi pada kematian akibat komorbid jelas tertulis. Bahwa komorbid
yang disebutkan seperti daibetes, gangguan paru, dan penyakit arteri koroner
seperti jantung.

“Ada
semakin banyak bukti bahwa orang dengan kondisi kronis atau kekebalan yang
terganggu sistemnya karena kecacatan memiliki risiko kematian yang lebih tinggi
karena Covid-19. Kondisi kronis mungkin penyakit tidak menular seperti penyakit
arteri koroner, penyakit paru obstruktif kronik (COPD), dan diabetes atau
kecacatan. Jika almarhum memiliki kondisi kronis seperti ini, mereka harus
dilaporkan dalam Bagian 2 dari sertifikat medis penyebab kematian,” tegas WHO.
(*)

Terpopuler

Artikel Terbaru