33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Gizi Seimbang Penting dalam Menentukan Pertumbuhan Bayi dan Anak

PADA 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) gangguan gizi sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik  dan kognitif. 1000 HPK yaitu dimulai dari 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkan. Permasalahan gizi di Indonesia menjadi perhatian utama saat ini yaitu masalah kurang gizi pada anak yang termasuk dalam periode emas 1000 HPK (Profil Kesehatan Indonesia, 2016). Salah satu kesempatan emas untuk melakukan pencegahan kekurangan gizi beserta akibatnya dengan cara tercukupi status gizi pada bayi dan balita, dimulai masa kehamilan hingga anak memasuki usia 24 bulan. Keberhasilan program pemenuhan gizi pada bayi dan balita yang masuk dalam 1000 HPK.

Pemberian makan yang tepat sangat penting dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal dan mencegah malnutrisi pada bayi dan anak balita. Terkait hal ini, UNICEF dan WHO menyarankan untuk memberikan air susu ibu (ASI) saja selama paling sedikit 6 bulan pertama, kemudian dilanjutkan dengan memberikan makanan padat ketika anak berumur 6 bulan, dan melanjutkan pemberian ASI hingga anak berumur 2 tahun (WHO, 2005).

Hasil analisis yang dilakukan peneliti bersama dengan perwakilan Badan Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN) Provinsi Kalimantan Tengah dalam laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), 2017 mengumpulkan data mengenai gizi anak dan ibu, khususnya pemberian ASI, makanan pendamping ASI, praktik pemberian makan bayi dan anak (PMBA), serta asupan zat gizi mikro pada anak dan ibu.

Data dikumpulkan dari anak yang lahir 2 dan 3 tahun sebelum survei dan dari wanita 15-49 tahun yang melahirkan dalam 5 tahun terakhir. Sedangkan pada data Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program KKBPK (SKAP), 2019 menyebutkan beberapa isu strategis yang berkembang yang masih perlu mendapat perhatian untuk pelaksanaan program Bangga Kencana BKKBN Tahun 2020-2024, salah satunya belum optimalnya pengetahuan orangtua tentang cara pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak terutama pada 1000 HPK, sehingga berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya.

Hasil analisis tersebut sama hal nya dengan laporan profil Kesehatan Indonesia tahun 2016 mengenai jumlah presentase gizi buruk pada balita usia 0-23 bulan 3,1% gizi kurang sebesar 11,8%. Balita pendek sebesar 14,6% dan sangat pendek sebesar 7,1%. Balita kurus usia 0-23 bulan sebesar 8,9% dan sangat kurus sebesar 3,7%. Profil Kesehatan Kalimantan Tengah tahun 2016 kasus gizi buruk 69 kasus. Profil Kesehatan Kalimantan Tengah tahun 2017 menemukan 3 kasus gizi buruk dari 10,941 balita (0,03%) yang ditimbang di puskesmas maupun posyandu. Laporan Penilaian Status Gizi (PSG) balita di Kalimantan Tengah masih menunjukkan balita dengan sangat kurus 1,5%, gizi kurang 5,6%. Balita sangat pendek 11%, balita pendek 9,6%. Tahun 2017 Balita sangat kurus 2% dan balita kurus 4,5%. Prevalensi balita pendek berdasarkan Riskesdas 2013 adalah 37,21 dan pada tahun 2018 sebesar 34,04%. Sedangkan  di Provinsi Kalimantan Tengah  untuk prevalensi balita gizi kurang  tahun 2013, sebesar 23,3% dan pada tahun 2018 sebesar 21,8%. Prevalensi Angka stunting hasil Riskesdas tahun 2013  adalah 41,3% dan tahun 2018 sebesar 34,04% melampaui dari angka nasional. Angka ini menandakan bahwa masih adanya masalah pada kesehatan masyakat baik secara nasional maupun Kalimantan Tengah pada khususnya.

Masalah gangguan tumbuh kembang pada bayi dan anak usia di bawah 2 tahun (baduta) yang termasuk masa 1000 HPK merupakan masalah yang perlu ditanggulangi dengan serius. Usia di bawah dua tahun merupakan masa yang sangat penting sekaligus masa kritis dalam proses tumbuh kembang anak baik fisik maupun kecerdasan. Salah satu sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang kesehatan 20152019 adalah meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat dengan menurunkan prevalensi  gizi kurang dan buruk (underweight) pada anak balita menjadi 17%, dan menurunkan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta (di bawah 2 tahun) menjadi 28%. Stunting saat ini merupakan salah satu masalah gizi yang menjadi fokus untuk ditanggulangi. Persoalan lain dihadapi adalah masih tingginya jumlah penduduk miskin dan rawan pangan yang merupakan permasalahan sosial ekonomi yang dihadapi Indonesia saat ini. Meskipun sudah ada penurunan jumlah penduduk miskin, namun masih banyak kelompok penduduk yang rentan terutama terhadap kenaikan harga pangan dan nonpangan sehingga  dapat berdampak pada meningkatnya kondisi kerawanan pangan.

Baca Juga :  8 Kiat Mengobati Insomnia Tanpa Obat

Faktor resiko penyebab stunting di Indonesia antara lain pengetahuan, sikap dan perilaku orangtua dalam pengasuhan pertumbuhan dan perkembangan anak balita dan anak prasekolah.  Laporan  SDKI, 2017 menyebutkan pemantauan gizi pada balita dan anak pra sekolah atau sering di kenal 1000 HPK, masa tersebut dimulai pelayanan kesehatan ibu dan pelayanan kesehatan anak. Sedangkan SKAP, 2019 melaporkan bahwa dalam indikator kinerja yang ditetapkan dalam rencana strategis (Renstra) BKKBN terkait pengasuhan dan tumbuh kembang anak balita dan usia pra sekolah tidak hanya melihat pemahaman keluarga, akan tetapi juga melihat pelaksanaan atau keterampilannya dalam pengasuhan tumbuh kembang anak.

Penanganan masalah gizi dengan cara Intervensi gizi spesifik atau upaya untuk mencegah dan mengurangi masalah gizi secara langsung, yang dapat dilakukan oleh sektor kesehatan, kegiatan tersebut tertuang dalam laporan SDKI 2017 yaitu  untuk mencegah kematian akibat kesakitan pada ibu dan anak, serta meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Provinsi Kalimantan Tengah. Antara lain berupa pemantauan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta praktik pemberian makanan anak.  Adapun sasaran; khusus kelompok 1000 HPK (kesehatan ibu dan anak usia 059 bulan). Upaya yang kedua dengan upaya untuk mencegah dan mengurangi masalah gizi secara tidak langsung atau intervensi gizi sensitif. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh sektor nonkesehatan.  Kegiatan yang dilakukan adalah seperti yang disampaikan dalam SKAP, 2019 yaitu pembangunan keluarga merupakan upaya terencana untuk mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat.  Adapun sasaran intevensi sensitif adalah keluarga. Program tersebut tertuang dalam Renstra, yang salah satu indikator tersebut dinyatakan sebagai berikut: “Persentase keluarga yang mempunyai balita dan anak memahami dan melaksanakan pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang balita dan anak usia pra sekolah yang ditetapkan oleh RPJMN 2015-2019 sebesar 70,5 pada tahun 2019”. Prioritas utama adalah penurunan resiko stunting di Kalimantan Tengah khususnya.

Kajian lain sebagai upaya penurunan stunting menyebutkan faktor risiko terjadinya stunting yaitu anak laki-laki, usia anak, ekonomi rendah, tidak melakukan pemeriksaan kehamilan ke dalam fasilitas kesehatan, sanitasi yang buruk. Dampak Kekurangan gizi terutama pada bayi dan balita menyebabkan tingginya resiko kematian dan terganggunya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental. Untuk itu asupan gizi dan cara pemberian makanan yang benar sesuai tahapan sangat penting untuk diperhatikan, untuk keberlangsungan kehidupan, pertumbuhan, perkembangan serta pemenuhan gizi bayi dan balita. Selain itu Bunga, Ch  (2016) menyampaikan upaya perbaikan gizi pada balita yang berisko stunting dilakukan dengan pemberian intevensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitive. Intervensi gizi spesifik yaitu intervensi balita (pemantauan balita di posyandu, imunisasi, vitamin A, dan PMT). Intervensi ibu (kelas ibu hamil, PMT ibu hamil, seminar gizi dan kesehatan) dan intervensi remaja (program tablet tambah darah/ TTD). Sedangkan intervensi gizi sensitive, yaitu : intervensi kesehatan lingkungan (program Jumat atau Minggu bersih, pembuatan biopori dan septictank komunal), intervensi kemiskinan (pemberian BLT, keluarga harapan, dana PNPM) , dan intervensi pemberdayaan perempuan (penyuluhan kesehatan dan gizi, pemberian tanaman bibit untuk pemanfaatan lingkungan). Intervensi spesifik dan sensitif ini sebaiknya dipadukan agar penanganan masalah gizi dilakukan secara berkelanjutan.

Baca Juga :  Dexamethasone Ternyata Dijuluki Obat Dewa, Kenali Efek Sampingnya

Oleh karena itu titik kritis yang harus diperhatikan selama periode emas (0-2 tahun) salah satunya adalah periode dalam kandungan (280 hari) di mana wanita hamil merupakan kelompok yang rawan gizi. Oleh sebab itu penting untuk menyediakan kebutuhan gizi yang baik selama kehamilan agar ibu hamil dapat memperoleh dan mempertahankan status gizi yang optimal sehingga dapat menjalani kehamilan dengan aman dan melahirkan bayi dengan potensi fisik dan mental yang baik, serta memperoleh energi yang cukup untuk menyusui kelak. Upaya perbaikan yang diperlukan untuk mengatasi stunting meliputi upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung (intervensi gizi spesifik) dan upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak langsung (intervensi gizi sensitif). Upaya intervensi gizi spesifik difokuskan pada kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu ibu hamil, ibu menyusui, dan anak 0-23 bulan, karena penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK (periode emas atau periode kritis/ windows of opportunity).

Intervensi primer yang dilakukan BKKBN dalam hal ini, intervensi sensistif pelaksanaan fortifikasi bahan pangan, pendidikan dan KIE gizi masyarakat. Intervensi spesifik yang perlu dilakukan pada intervensi primer suplementasi tablet besi folat pada ibu hamil, emberian Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil KEK. Intervesi sekunder yang dapat dilakukan intervensi pendidikan pendidikan kesehatan reproduksi di Sekolah, pemberian edukasi gizi remaja, intervensi kesehatan yang dapat dilakukan suplementasi tablet tambah darah pada remaja putri. Intervensi tersier yang dapat dilakukan penyediaan bantuan sosial dari pemda untuk keluarga tidak mampu (keluarga miskin), dan mempersiapkan konseling calon pengantin khususnya remaja putri yaitu melalui pemberian tablet tambah darah. 

Betapa pentingnya pemberian suplementasi tablet tambah darah pada remaja putri dan ibu hamil untuk keberlangsungan calon generasi yang akan datang. Selain suplementasi tablet tambah darah pada remaja putri dan ibu hamil, mengkonsumsi makanan kaya zat besi (Fe) juga perlu di perhatikan. Mengkonsumsi makanan kaya zat besi dapat mempercepat absorbsi tablet tambah darah. Ibu hamil juga wajib memperhatikan bagaimana cara pemenuhan kebutuhan prioritas untuk ibu dan janin yang di kandung. Setelah anak lahir ibu wajib memberikan ASI untuk anaknya tanpa ada tambahan makanan pra laktasi. Apabila kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan baik dan benar upaya penurunan resiko stunting dapat di cegah ukuran lahir anak lebih di atas rata- rata, pertumbuhan dan perkembangan anak akan berjalan sebagai mana mestinya berjalan beriringan. (*)

Tulisan ini dibuat oleh tim yang terdiri dari Desi Kumala .,SST.,M.Kes1 , Etri Prilia .,SST.,M.Tr. Keb2, Budi Sugianto.,S.Pd3 dan Sri Lilestina.,S.Si.,M.Pd4 (1,2Dosen Diploma Tiga Kebidanan STIKES Eka Harap, 3Pendamping dari Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Tengah, 4Peneliti dari BKKBN Pusat)

PADA 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) gangguan gizi sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik  dan kognitif. 1000 HPK yaitu dimulai dari 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkan. Permasalahan gizi di Indonesia menjadi perhatian utama saat ini yaitu masalah kurang gizi pada anak yang termasuk dalam periode emas 1000 HPK (Profil Kesehatan Indonesia, 2016). Salah satu kesempatan emas untuk melakukan pencegahan kekurangan gizi beserta akibatnya dengan cara tercukupi status gizi pada bayi dan balita, dimulai masa kehamilan hingga anak memasuki usia 24 bulan. Keberhasilan program pemenuhan gizi pada bayi dan balita yang masuk dalam 1000 HPK.

Pemberian makan yang tepat sangat penting dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal dan mencegah malnutrisi pada bayi dan anak balita. Terkait hal ini, UNICEF dan WHO menyarankan untuk memberikan air susu ibu (ASI) saja selama paling sedikit 6 bulan pertama, kemudian dilanjutkan dengan memberikan makanan padat ketika anak berumur 6 bulan, dan melanjutkan pemberian ASI hingga anak berumur 2 tahun (WHO, 2005).

Hasil analisis yang dilakukan peneliti bersama dengan perwakilan Badan Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN) Provinsi Kalimantan Tengah dalam laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), 2017 mengumpulkan data mengenai gizi anak dan ibu, khususnya pemberian ASI, makanan pendamping ASI, praktik pemberian makan bayi dan anak (PMBA), serta asupan zat gizi mikro pada anak dan ibu.

Data dikumpulkan dari anak yang lahir 2 dan 3 tahun sebelum survei dan dari wanita 15-49 tahun yang melahirkan dalam 5 tahun terakhir. Sedangkan pada data Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program KKBPK (SKAP), 2019 menyebutkan beberapa isu strategis yang berkembang yang masih perlu mendapat perhatian untuk pelaksanaan program Bangga Kencana BKKBN Tahun 2020-2024, salah satunya belum optimalnya pengetahuan orangtua tentang cara pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak terutama pada 1000 HPK, sehingga berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya.

Hasil analisis tersebut sama hal nya dengan laporan profil Kesehatan Indonesia tahun 2016 mengenai jumlah presentase gizi buruk pada balita usia 0-23 bulan 3,1% gizi kurang sebesar 11,8%. Balita pendek sebesar 14,6% dan sangat pendek sebesar 7,1%. Balita kurus usia 0-23 bulan sebesar 8,9% dan sangat kurus sebesar 3,7%. Profil Kesehatan Kalimantan Tengah tahun 2016 kasus gizi buruk 69 kasus. Profil Kesehatan Kalimantan Tengah tahun 2017 menemukan 3 kasus gizi buruk dari 10,941 balita (0,03%) yang ditimbang di puskesmas maupun posyandu. Laporan Penilaian Status Gizi (PSG) balita di Kalimantan Tengah masih menunjukkan balita dengan sangat kurus 1,5%, gizi kurang 5,6%. Balita sangat pendek 11%, balita pendek 9,6%. Tahun 2017 Balita sangat kurus 2% dan balita kurus 4,5%. Prevalensi balita pendek berdasarkan Riskesdas 2013 adalah 37,21 dan pada tahun 2018 sebesar 34,04%. Sedangkan  di Provinsi Kalimantan Tengah  untuk prevalensi balita gizi kurang  tahun 2013, sebesar 23,3% dan pada tahun 2018 sebesar 21,8%. Prevalensi Angka stunting hasil Riskesdas tahun 2013  adalah 41,3% dan tahun 2018 sebesar 34,04% melampaui dari angka nasional. Angka ini menandakan bahwa masih adanya masalah pada kesehatan masyakat baik secara nasional maupun Kalimantan Tengah pada khususnya.

Masalah gangguan tumbuh kembang pada bayi dan anak usia di bawah 2 tahun (baduta) yang termasuk masa 1000 HPK merupakan masalah yang perlu ditanggulangi dengan serius. Usia di bawah dua tahun merupakan masa yang sangat penting sekaligus masa kritis dalam proses tumbuh kembang anak baik fisik maupun kecerdasan. Salah satu sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang kesehatan 20152019 adalah meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat dengan menurunkan prevalensi  gizi kurang dan buruk (underweight) pada anak balita menjadi 17%, dan menurunkan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta (di bawah 2 tahun) menjadi 28%. Stunting saat ini merupakan salah satu masalah gizi yang menjadi fokus untuk ditanggulangi. Persoalan lain dihadapi adalah masih tingginya jumlah penduduk miskin dan rawan pangan yang merupakan permasalahan sosial ekonomi yang dihadapi Indonesia saat ini. Meskipun sudah ada penurunan jumlah penduduk miskin, namun masih banyak kelompok penduduk yang rentan terutama terhadap kenaikan harga pangan dan nonpangan sehingga  dapat berdampak pada meningkatnya kondisi kerawanan pangan.

Baca Juga :  8 Kiat Mengobati Insomnia Tanpa Obat

Faktor resiko penyebab stunting di Indonesia antara lain pengetahuan, sikap dan perilaku orangtua dalam pengasuhan pertumbuhan dan perkembangan anak balita dan anak prasekolah.  Laporan  SDKI, 2017 menyebutkan pemantauan gizi pada balita dan anak pra sekolah atau sering di kenal 1000 HPK, masa tersebut dimulai pelayanan kesehatan ibu dan pelayanan kesehatan anak. Sedangkan SKAP, 2019 melaporkan bahwa dalam indikator kinerja yang ditetapkan dalam rencana strategis (Renstra) BKKBN terkait pengasuhan dan tumbuh kembang anak balita dan usia pra sekolah tidak hanya melihat pemahaman keluarga, akan tetapi juga melihat pelaksanaan atau keterampilannya dalam pengasuhan tumbuh kembang anak.

Penanganan masalah gizi dengan cara Intervensi gizi spesifik atau upaya untuk mencegah dan mengurangi masalah gizi secara langsung, yang dapat dilakukan oleh sektor kesehatan, kegiatan tersebut tertuang dalam laporan SDKI 2017 yaitu  untuk mencegah kematian akibat kesakitan pada ibu dan anak, serta meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Provinsi Kalimantan Tengah. Antara lain berupa pemantauan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta praktik pemberian makanan anak.  Adapun sasaran; khusus kelompok 1000 HPK (kesehatan ibu dan anak usia 059 bulan). Upaya yang kedua dengan upaya untuk mencegah dan mengurangi masalah gizi secara tidak langsung atau intervensi gizi sensitif. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh sektor nonkesehatan.  Kegiatan yang dilakukan adalah seperti yang disampaikan dalam SKAP, 2019 yaitu pembangunan keluarga merupakan upaya terencana untuk mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat.  Adapun sasaran intevensi sensitif adalah keluarga. Program tersebut tertuang dalam Renstra, yang salah satu indikator tersebut dinyatakan sebagai berikut: “Persentase keluarga yang mempunyai balita dan anak memahami dan melaksanakan pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang balita dan anak usia pra sekolah yang ditetapkan oleh RPJMN 2015-2019 sebesar 70,5 pada tahun 2019”. Prioritas utama adalah penurunan resiko stunting di Kalimantan Tengah khususnya.

Kajian lain sebagai upaya penurunan stunting menyebutkan faktor risiko terjadinya stunting yaitu anak laki-laki, usia anak, ekonomi rendah, tidak melakukan pemeriksaan kehamilan ke dalam fasilitas kesehatan, sanitasi yang buruk. Dampak Kekurangan gizi terutama pada bayi dan balita menyebabkan tingginya resiko kematian dan terganggunya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental. Untuk itu asupan gizi dan cara pemberian makanan yang benar sesuai tahapan sangat penting untuk diperhatikan, untuk keberlangsungan kehidupan, pertumbuhan, perkembangan serta pemenuhan gizi bayi dan balita. Selain itu Bunga, Ch  (2016) menyampaikan upaya perbaikan gizi pada balita yang berisko stunting dilakukan dengan pemberian intevensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitive. Intervensi gizi spesifik yaitu intervensi balita (pemantauan balita di posyandu, imunisasi, vitamin A, dan PMT). Intervensi ibu (kelas ibu hamil, PMT ibu hamil, seminar gizi dan kesehatan) dan intervensi remaja (program tablet tambah darah/ TTD). Sedangkan intervensi gizi sensitive, yaitu : intervensi kesehatan lingkungan (program Jumat atau Minggu bersih, pembuatan biopori dan septictank komunal), intervensi kemiskinan (pemberian BLT, keluarga harapan, dana PNPM) , dan intervensi pemberdayaan perempuan (penyuluhan kesehatan dan gizi, pemberian tanaman bibit untuk pemanfaatan lingkungan). Intervensi spesifik dan sensitif ini sebaiknya dipadukan agar penanganan masalah gizi dilakukan secara berkelanjutan.

Baca Juga :  Dexamethasone Ternyata Dijuluki Obat Dewa, Kenali Efek Sampingnya

Oleh karena itu titik kritis yang harus diperhatikan selama periode emas (0-2 tahun) salah satunya adalah periode dalam kandungan (280 hari) di mana wanita hamil merupakan kelompok yang rawan gizi. Oleh sebab itu penting untuk menyediakan kebutuhan gizi yang baik selama kehamilan agar ibu hamil dapat memperoleh dan mempertahankan status gizi yang optimal sehingga dapat menjalani kehamilan dengan aman dan melahirkan bayi dengan potensi fisik dan mental yang baik, serta memperoleh energi yang cukup untuk menyusui kelak. Upaya perbaikan yang diperlukan untuk mengatasi stunting meliputi upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung (intervensi gizi spesifik) dan upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak langsung (intervensi gizi sensitif). Upaya intervensi gizi spesifik difokuskan pada kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu ibu hamil, ibu menyusui, dan anak 0-23 bulan, karena penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK (periode emas atau periode kritis/ windows of opportunity).

Intervensi primer yang dilakukan BKKBN dalam hal ini, intervensi sensistif pelaksanaan fortifikasi bahan pangan, pendidikan dan KIE gizi masyarakat. Intervensi spesifik yang perlu dilakukan pada intervensi primer suplementasi tablet besi folat pada ibu hamil, emberian Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil KEK. Intervesi sekunder yang dapat dilakukan intervensi pendidikan pendidikan kesehatan reproduksi di Sekolah, pemberian edukasi gizi remaja, intervensi kesehatan yang dapat dilakukan suplementasi tablet tambah darah pada remaja putri. Intervensi tersier yang dapat dilakukan penyediaan bantuan sosial dari pemda untuk keluarga tidak mampu (keluarga miskin), dan mempersiapkan konseling calon pengantin khususnya remaja putri yaitu melalui pemberian tablet tambah darah. 

Betapa pentingnya pemberian suplementasi tablet tambah darah pada remaja putri dan ibu hamil untuk keberlangsungan calon generasi yang akan datang. Selain suplementasi tablet tambah darah pada remaja putri dan ibu hamil, mengkonsumsi makanan kaya zat besi (Fe) juga perlu di perhatikan. Mengkonsumsi makanan kaya zat besi dapat mempercepat absorbsi tablet tambah darah. Ibu hamil juga wajib memperhatikan bagaimana cara pemenuhan kebutuhan prioritas untuk ibu dan janin yang di kandung. Setelah anak lahir ibu wajib memberikan ASI untuk anaknya tanpa ada tambahan makanan pra laktasi. Apabila kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan baik dan benar upaya penurunan resiko stunting dapat di cegah ukuran lahir anak lebih di atas rata- rata, pertumbuhan dan perkembangan anak akan berjalan sebagai mana mestinya berjalan beriringan. (*)

Tulisan ini dibuat oleh tim yang terdiri dari Desi Kumala .,SST.,M.Kes1 , Etri Prilia .,SST.,M.Tr. Keb2, Budi Sugianto.,S.Pd3 dan Sri Lilestina.,S.Si.,M.Pd4 (1,2Dosen Diploma Tiga Kebidanan STIKES Eka Harap, 3Pendamping dari Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Tengah, 4Peneliti dari BKKBN Pusat)

Terpopuler

Artikel Terbaru