33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Yuk! Bantu si Kecil Mengatasi Kendala Bahasa dan Komunikasi

KEMAMPUAN
berbicara setiap anak memang berbeda-beda. Di situs resmi Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI), si kecil mulai mampu mengucapkan kata sederhana –bukan
babbling– pada umur 9–12 bulan. Meski begitu, proses anak belajar bicara
dimulai jauh sebelum periode itu.

Play
therapist Irene Phiten menjelaskan, anak ”menyerap” kata-kata dari orang
terdekatnya sejak lahir. Kemampuan mereka berkomunikasi diawali dengan memahami
bahasa. ”Sesederhana memandang atau mengamati orang yang berbicara,” kata Irene
dalam webinar Membantu Anak yang Kesulitan dalam Bahasa dan Komunikasi.

Seiring
berkembangnya sistem saraf otak, kemampuan anak untuk memproses bahasa
berkembang. Anak biasanya mampu mengucap kata dan kalimat sederhana sebelum
usia 24 bulan. ”Kemampuan otak dalam bahasa ini jalan terus hingga usia remaja,
bahkan dewasa,” lanjutnya.

Master
trainer BrainFit Indonesia itu menjelaskan, orang tua sering melalaikan
kemampuan bahasa anak. Sebab, ia tidak kentara bila dibandingkan dengan
pertumbuhan fisik atau kemampuan motorik yang bisa dengan jelas diamati.
”Banyak yang baru sadar ketika anak bertemu teman seumurannya. Kok anakku tidak
secerewet yang lain, ya?” imbuhnya.

Pada
kondisi begitu, orang tua perlu bergerak cepat mengoreksi. ”Sebaiknya sebelum
anak mulai masuk lingkungan sosialisasi atau sekolah,” ucap play therapist
lulusan Big Toes Little Toes Inggris itu.

Sebab,
anak yang memiliki gangguan komunikasi –baik masalah dalam menyimak maupun
bertutur– amat mungkin dikucilkan. Alhasil, kondisi psikis mereka terganggu.
Pencapaian akademis pun ikut terdampak. Di sisi lain, anak pun terbebani secara
psikologis. Karena dianggap lemot, mereka pun menjadi penyendiri.

Baca Juga :  Pandemi Covid-19 Picu Kasus Mirip Penyakit Jantung Hingga 5 Kali Lipat

Tip
dari Irene, tahap intervensi bisa dimulai dari rumah. ”Ciptakan lingkungan
rumah yang nyaman untuk mengobrol dan berdiskusi,” saran dia. Hasil intervensi
memang akan lebih baik jika tahap itu dilakukan saat anak masih kecil. ”Perlu
diingat, otak manusia akan terus berkembang hingga mereka mencapai usia dewasa.
Stimulasi bisa terus diberikan,” tegasnya.

RAGAM
PROBLEM BAHASA

Sulit
menemukan kata yang tepat ketika berbicara. Ucapan sering terpotong anu atau
mmm.

Kosakata
terbatas.

Saat
menulis, struktur kalimat buruk dan sulit dipahami.

Menggunakan
kata di konteks yang salah dalam kalimat dan terjadi berulang.

Sulit
memahami kata dan harus dibantu gambar.

Tidak
mampu menyusun kalimat majemuk atau panjang.

Sulit
menceritakan kembali (retelling).

Sulit
menyimak paparan lisan.

TALK,
PLAY, READ

 

Talk,
talk, talk! Meski anak belum mampu berbicara, orang tua bisa mengobrol atau
berbagi cerita. Paparan ini akan menambah kosakata anak sehingga membantu
mereka ketika belajar bicara.

 

Play,
play, play! Yuk, luangkan waktu bermain dengan anak. Sebab, lewat permainan,
anak bakal mendapat pengalaman komunikasi yang lengkap. Mulai ekspresi hingga
mengenal perasaan.

 

Read,
read, read! Membaca akan memperkenalkan kosakata yang tidak lazim dipakai di
bahasa tutur. Untuk anak yang belum mampu membaca, ajak mereka menyimak bersama
dongeng dari buku. Selain itu, sediakan beragam bacaan di rumah. Pengalaman
membaca yang menyenangkan bakal membuat anak menikmati buku dan terpacu untuk
belajar.

Baca Juga :  Peneliti Ungkap Makanan Tinggi Lemak Bisa Pengaruhi Otak

YUK,
CARI TAHU!

Dalam
memproses informasi, ada tiga tahapan yang berlangsung. Kira-kira di tahap mana
sih masalah si kecil? Apa yang bisa kita lakukan?

RECEPTIVE
LANGUAGE

Berkaitan
dengan indra anak (pendengaran maupun penglihatan) dalam menerima informasi.

Ucapkan
kalimat dengan perlahan dan jelas.

Ulangi
instruksi.

Cek
pemahaman anak dengan menanyakan lagi (misalnya, ’’Tadi Ibu minta diambilkan
apa saja dari dapur?’’).

Cek
kondisi sekitar: apakah ada suara yang mengganggu? Apakah ruangan terlalu
bising?

Gunakan
visual cues.

PROCESSING
ISSUE

Berkaitan
dengan kemampuan anak memproses informasi. Biasanya, masalah ditandai dengan
respons anak yang lambat atau salah.

Kerjakan
satu kegiatan di satu waktu, tidak diselingi aktivitas lain.

Menggunakan
permainan. Misalnya, mengurutkan lagi gambar acak atau puzzle untuk mengecek
konsentrasi anak.

EXPRESSIVE
LANGUAGE

Berkaitan
dengan merespons perintah, menanggapi pertanyaan, atau kemampuan anak dalam
berekspresi lewat bicara maupun tulisan.

Saat
anak berbicara, beri perhatian penuh (kontak mata, ekspresi orang tua yang
tidak menghakimi, dan anak tidak diburu-buru).

Kenalkan
anak pada cara berekspresi nonverbal (menggambar/melukis, menari, olahraga,
dll).

Jika
bermasalah dalam menulis, biasakan anak menulis diari atau catatan lain yang
tidak diburu tenggat.

KEMAMPUAN
berbicara setiap anak memang berbeda-beda. Di situs resmi Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI), si kecil mulai mampu mengucapkan kata sederhana –bukan
babbling– pada umur 9–12 bulan. Meski begitu, proses anak belajar bicara
dimulai jauh sebelum periode itu.

Play
therapist Irene Phiten menjelaskan, anak ”menyerap” kata-kata dari orang
terdekatnya sejak lahir. Kemampuan mereka berkomunikasi diawali dengan memahami
bahasa. ”Sesederhana memandang atau mengamati orang yang berbicara,” kata Irene
dalam webinar Membantu Anak yang Kesulitan dalam Bahasa dan Komunikasi.

Seiring
berkembangnya sistem saraf otak, kemampuan anak untuk memproses bahasa
berkembang. Anak biasanya mampu mengucap kata dan kalimat sederhana sebelum
usia 24 bulan. ”Kemampuan otak dalam bahasa ini jalan terus hingga usia remaja,
bahkan dewasa,” lanjutnya.

Master
trainer BrainFit Indonesia itu menjelaskan, orang tua sering melalaikan
kemampuan bahasa anak. Sebab, ia tidak kentara bila dibandingkan dengan
pertumbuhan fisik atau kemampuan motorik yang bisa dengan jelas diamati.
”Banyak yang baru sadar ketika anak bertemu teman seumurannya. Kok anakku tidak
secerewet yang lain, ya?” imbuhnya.

Pada
kondisi begitu, orang tua perlu bergerak cepat mengoreksi. ”Sebaiknya sebelum
anak mulai masuk lingkungan sosialisasi atau sekolah,” ucap play therapist
lulusan Big Toes Little Toes Inggris itu.

Sebab,
anak yang memiliki gangguan komunikasi –baik masalah dalam menyimak maupun
bertutur– amat mungkin dikucilkan. Alhasil, kondisi psikis mereka terganggu.
Pencapaian akademis pun ikut terdampak. Di sisi lain, anak pun terbebani secara
psikologis. Karena dianggap lemot, mereka pun menjadi penyendiri.

Baca Juga :  Pandemi Covid-19 Picu Kasus Mirip Penyakit Jantung Hingga 5 Kali Lipat

Tip
dari Irene, tahap intervensi bisa dimulai dari rumah. ”Ciptakan lingkungan
rumah yang nyaman untuk mengobrol dan berdiskusi,” saran dia. Hasil intervensi
memang akan lebih baik jika tahap itu dilakukan saat anak masih kecil. ”Perlu
diingat, otak manusia akan terus berkembang hingga mereka mencapai usia dewasa.
Stimulasi bisa terus diberikan,” tegasnya.

RAGAM
PROBLEM BAHASA

Sulit
menemukan kata yang tepat ketika berbicara. Ucapan sering terpotong anu atau
mmm.

Kosakata
terbatas.

Saat
menulis, struktur kalimat buruk dan sulit dipahami.

Menggunakan
kata di konteks yang salah dalam kalimat dan terjadi berulang.

Sulit
memahami kata dan harus dibantu gambar.

Tidak
mampu menyusun kalimat majemuk atau panjang.

Sulit
menceritakan kembali (retelling).

Sulit
menyimak paparan lisan.

TALK,
PLAY, READ

 

Talk,
talk, talk! Meski anak belum mampu berbicara, orang tua bisa mengobrol atau
berbagi cerita. Paparan ini akan menambah kosakata anak sehingga membantu
mereka ketika belajar bicara.

 

Play,
play, play! Yuk, luangkan waktu bermain dengan anak. Sebab, lewat permainan,
anak bakal mendapat pengalaman komunikasi yang lengkap. Mulai ekspresi hingga
mengenal perasaan.

 

Read,
read, read! Membaca akan memperkenalkan kosakata yang tidak lazim dipakai di
bahasa tutur. Untuk anak yang belum mampu membaca, ajak mereka menyimak bersama
dongeng dari buku. Selain itu, sediakan beragam bacaan di rumah. Pengalaman
membaca yang menyenangkan bakal membuat anak menikmati buku dan terpacu untuk
belajar.

Baca Juga :  Peneliti Ungkap Makanan Tinggi Lemak Bisa Pengaruhi Otak

YUK,
CARI TAHU!

Dalam
memproses informasi, ada tiga tahapan yang berlangsung. Kira-kira di tahap mana
sih masalah si kecil? Apa yang bisa kita lakukan?

RECEPTIVE
LANGUAGE

Berkaitan
dengan indra anak (pendengaran maupun penglihatan) dalam menerima informasi.

Ucapkan
kalimat dengan perlahan dan jelas.

Ulangi
instruksi.

Cek
pemahaman anak dengan menanyakan lagi (misalnya, ’’Tadi Ibu minta diambilkan
apa saja dari dapur?’’).

Cek
kondisi sekitar: apakah ada suara yang mengganggu? Apakah ruangan terlalu
bising?

Gunakan
visual cues.

PROCESSING
ISSUE

Berkaitan
dengan kemampuan anak memproses informasi. Biasanya, masalah ditandai dengan
respons anak yang lambat atau salah.

Kerjakan
satu kegiatan di satu waktu, tidak diselingi aktivitas lain.

Menggunakan
permainan. Misalnya, mengurutkan lagi gambar acak atau puzzle untuk mengecek
konsentrasi anak.

EXPRESSIVE
LANGUAGE

Berkaitan
dengan merespons perintah, menanggapi pertanyaan, atau kemampuan anak dalam
berekspresi lewat bicara maupun tulisan.

Saat
anak berbicara, beri perhatian penuh (kontak mata, ekspresi orang tua yang
tidak menghakimi, dan anak tidak diburu-buru).

Kenalkan
anak pada cara berekspresi nonverbal (menggambar/melukis, menari, olahraga,
dll).

Jika
bermasalah dalam menulis, biasakan anak menulis diari atau catatan lain yang
tidak diburu tenggat.

Terpopuler

Artikel Terbaru