30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Bantuan APBN untuk Pilkada Cair, KPU Daerah Bisa Melakukan Pengadaan A

JAKARTA,
PROKALTENG.CO
-Jajaran
penyelenggara pemilu di 270 daerah pelaksana pilkada akhirnya dapat bernapas
lega. Pasalnya, kucuran anggaran APBN yang dijanjikan pemerintah pusat sudah
masuk ke rekening setiap satuan kerja (satker) Komisi Pemilihan Umum (KPU)
daerah.

Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka
Sandi memastikan pencairan dilakukan merata tanpa ada satu daerah pun yang
terlambat. Besaran anggaran yang diterima masing-masing bervariasi sesuai
dengan kebutuhannya. “Angka keseluruhannya Rp941 miliar,” ujarnya
kepada Jawa Pos (Grup Kalteng Pos), kemarin (29/6).

Dana tersebut, lanjut dia, merupakan pencairan
tahap pertama dari total Rp4,77 triliun yang dibutuhkan KPU untuk memenuhi
pelaksana pilkada dengan protokol Covid-19. “Jadi, 941 miliar ini untuk
pembiayaan Juni-Juli,” imbuhnya. Sementara untuk tahap kedua direncanakan
cair pada Agustus mendatang.

Dengan sudah adanya alokasi anggaran, Raka
menyebut, jajaran KPU di daerah sudah dapat melakukan pengadaan kebutuhan alat
pelindung diri (APD). Khususnya untuk kebutuhan tahapan verifikasi faktual yang
prosesnya mulai berjalan di sebagian daerah. “Jadi pengadaan bukan di KPU
RI,” tuturnya.

Baca Juga :  Mukhtarudin Minta Dugaan Vaksinasi Berbayar di Kobar Diusut Tuntas

Pria kelahiran Bali itu mengingatkan agar
pengadaan dilakukan secara hati-hati dan memenuhi prinsip penggunaan anggaran
yang baik, agar tidak bermasalah pada kemudian hari. Dia juga mengingatkan agar
pengadaan APD dikoordinasikan dengan gugus tugas setempat.

Sementara itu, Raka menambahkan, pelaksanaan
verifikasi faktual (verfak) dukungan calon perseorangan sudah berjalan hari ini
(30/6). Proses penyerahan dokumen dari kabupaten/kota ke panitia pemungutan suara
(PPS) sudah berlangsung sejak 24 Juni hingga 29 Juni.

“PPS sudah bisa turun lapangan,”
terangnya. Dia juga mengingatkan jajaran PPS agar mematuhi protokol kesehatan
selama melaksanakan tugas verifikasi. Termasuk menggelar rapid test sebelum
melakukan verifikasi door to door.

Sementara itu, anggota Bawaslu RI Ratna Dewi
Pettalolo menyebut ada empat potensi pelanggaran yang terjadi dalam tahapan
verifakasi faktual. Pertama, PPS tidak melakukan verifikasi secara benar. Dia
mengingatkan bahwa hal ini berkonsekuensi etik hingga pidana.

Baca Juga :  Patut Dicontoh ! Anggota Dewan dan Masyarakat Bersih-Bersih Lingkunga

“PPS dapat diduga melakukan pelanggaran
etika, dan bisa dikenakan pidana Pasal 185 B dan 186 UU Pemilihan (Pilkada)
10/2016,” ujarnya. Potensi pelanggaran kedua, lanjut Dewi, pendukung
membantah memberikan dukungan. Jika hal ini terjadi, ada potensi bacalon dan
timnya melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen.

Ketiga, pendukung yang berstatus sebagai
penyelenggara pemilihan, baik struktural maupun ad hoc. Konsekuensinya, yang
bersangkutan melanggar kode etik dan bisa diberhentikan. Sementara, potensi
pelanggaran yang keempat adalah pendukung berstatus TNI, Polri, ASN, dan kepala
desa. Hal tersebut bertentangan dengan ketentuan netralitas aparat maupun ASN.

Oleh karena itu, srikandi Bawaslu itu
mengingatkan para pengawas pilkada harus mencermati berbagai potensi
pelanggaran ini, sekaligus memastikan validitasnya. Termasuk jika ada potensi seseorang
mendukung lebih dari satu bapaslon. “Ini harus dipastikan dalam proses
verfak untuk memastikan akurasi keabsahan kebenaran sesuai dengan ketentuan,”
imbuh dia. 

JAKARTA,
PROKALTENG.CO
-Jajaran
penyelenggara pemilu di 270 daerah pelaksana pilkada akhirnya dapat bernapas
lega. Pasalnya, kucuran anggaran APBN yang dijanjikan pemerintah pusat sudah
masuk ke rekening setiap satuan kerja (satker) Komisi Pemilihan Umum (KPU)
daerah.

Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka
Sandi memastikan pencairan dilakukan merata tanpa ada satu daerah pun yang
terlambat. Besaran anggaran yang diterima masing-masing bervariasi sesuai
dengan kebutuhannya. “Angka keseluruhannya Rp941 miliar,” ujarnya
kepada Jawa Pos (Grup Kalteng Pos), kemarin (29/6).

Dana tersebut, lanjut dia, merupakan pencairan
tahap pertama dari total Rp4,77 triliun yang dibutuhkan KPU untuk memenuhi
pelaksana pilkada dengan protokol Covid-19. “Jadi, 941 miliar ini untuk
pembiayaan Juni-Juli,” imbuhnya. Sementara untuk tahap kedua direncanakan
cair pada Agustus mendatang.

Dengan sudah adanya alokasi anggaran, Raka
menyebut, jajaran KPU di daerah sudah dapat melakukan pengadaan kebutuhan alat
pelindung diri (APD). Khususnya untuk kebutuhan tahapan verifikasi faktual yang
prosesnya mulai berjalan di sebagian daerah. “Jadi pengadaan bukan di KPU
RI,” tuturnya.

Baca Juga :  Mukhtarudin Minta Dugaan Vaksinasi Berbayar di Kobar Diusut Tuntas

Pria kelahiran Bali itu mengingatkan agar
pengadaan dilakukan secara hati-hati dan memenuhi prinsip penggunaan anggaran
yang baik, agar tidak bermasalah pada kemudian hari. Dia juga mengingatkan agar
pengadaan APD dikoordinasikan dengan gugus tugas setempat.

Sementara itu, Raka menambahkan, pelaksanaan
verifikasi faktual (verfak) dukungan calon perseorangan sudah berjalan hari ini
(30/6). Proses penyerahan dokumen dari kabupaten/kota ke panitia pemungutan suara
(PPS) sudah berlangsung sejak 24 Juni hingga 29 Juni.

“PPS sudah bisa turun lapangan,”
terangnya. Dia juga mengingatkan jajaran PPS agar mematuhi protokol kesehatan
selama melaksanakan tugas verifikasi. Termasuk menggelar rapid test sebelum
melakukan verifikasi door to door.

Sementara itu, anggota Bawaslu RI Ratna Dewi
Pettalolo menyebut ada empat potensi pelanggaran yang terjadi dalam tahapan
verifakasi faktual. Pertama, PPS tidak melakukan verifikasi secara benar. Dia
mengingatkan bahwa hal ini berkonsekuensi etik hingga pidana.

Baca Juga :  Patut Dicontoh ! Anggota Dewan dan Masyarakat Bersih-Bersih Lingkunga

“PPS dapat diduga melakukan pelanggaran
etika, dan bisa dikenakan pidana Pasal 185 B dan 186 UU Pemilihan (Pilkada)
10/2016,” ujarnya. Potensi pelanggaran kedua, lanjut Dewi, pendukung
membantah memberikan dukungan. Jika hal ini terjadi, ada potensi bacalon dan
timnya melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen.

Ketiga, pendukung yang berstatus sebagai
penyelenggara pemilihan, baik struktural maupun ad hoc. Konsekuensinya, yang
bersangkutan melanggar kode etik dan bisa diberhentikan. Sementara, potensi
pelanggaran yang keempat adalah pendukung berstatus TNI, Polri, ASN, dan kepala
desa. Hal tersebut bertentangan dengan ketentuan netralitas aparat maupun ASN.

Oleh karena itu, srikandi Bawaslu itu
mengingatkan para pengawas pilkada harus mencermati berbagai potensi
pelanggaran ini, sekaligus memastikan validitasnya. Termasuk jika ada potensi seseorang
mendukung lebih dari satu bapaslon. “Ini harus dipastikan dalam proses
verfak untuk memastikan akurasi keabsahan kebenaran sesuai dengan ketentuan,”
imbuh dia. 

Terpopuler

Artikel Terbaru