27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Nurul Arifin Sebut Keterwakilan Perempuan di Parlemen Masih Rendah

PROKALTENG.CO– Keterwakilan perempuan di panggung politik memang terus tumbuh. Namun, pertambahan itu masih jauh dari amanat undang-undang (UU). Di ASEAN, keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia menempati posisi keenam.

Sesuai Pasal 55 UU 8/2012, daftar bakal calon anggota DPR, DPD, dan DPRD memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan. Selain itu, di tingkat kepengurusan parpol sesuai UU 2/2008 juga menyertakan 30 persen keterwakilan perempuan. Mulai pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota.

’’Tapi, representasi perempuan dalam politik itu masih jauh dari cukup. Terutama untuk memperjuangkan dan mengangkat isu perempuan,’’ ujar Staf Ahli Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Titi Eko Rahayu.

Saat ini Indonesia menempati posisi keenam keterwakilan perempuan di parlemen jika dibandingkan negara-negara ASEAN. Indonesia berada di bawah Vietnam dan Singapura yang keterwakilan perempuannya 30,3 persen dan 29,8 persen.

Baca Juga :  Harganas 2022 Menjadi Momentum Menurunkan Stunting

Secara nasional, proporsi angka keterwakilan perempuan menurut data BPS 2023 baru mencapai 21,74 persen. ’’Memang ada kenaikan dibanding data sebelumnya. Namun, ada 26 provinsi yang angka keterwakilannya masih di bawah angka nasional,’’ paparnya.

Dia menyebut Nusa Tenggara Barat (NTB) jadi provinsi terendah keterwakilan perempuannya, yakni hanya 1,59 persen. Sementara itu, daerah tertinggi keterwakilan perempuannya adalah Kalimantan Tengah (33,3 persen). Disusul Sulawesi Utara (29,55 persen) dan Maluku Utara (28,89 persen).

Dari data tersebut, lanjut Titi, daerah-daerah perkotaan ternyata tidak menjamin keterwakilan perempuan di politik akan lebih besar. Hal itu terkait dengan sosial-budaya yang dianut wilayah tersebut. Termasuk budaya patriarki yang masih sangat kental. Tak peduli di perkotaan maupun pedesaan.

Baca Juga :  Sebagai Petahana, Teras Narang Serahkan Bukti Dukungan Maju Lagi ke DPD RI

Kondisi itu diperburuk dengan fakta bahwa perempuan belum tentu memilih perempuan lainnya dalam pemilu. Alasannya, tidak kenal hingga kapasitas tidak sesuai harapan. Karena itu, kaderisasi dari parpol mesti menjadi atensi.

Dia menegaskan, keterlibatan perempuan dalam politik sangat penting. Sebab, hal itu menyangkut pengambilan keputusan dalam kebijakan-kebijakan di parlemen. Baik menyangkut masalah perempuan secara luas, anak-anak, hingga bangsa.

’’Jumlah penduduk perempuan mencapai 49 persen. Karena itu, suara perempuan penting dalam mengambil keputusan,’’ tegasnya.

Kementerian PPPA terus berupaya mendorong peningkatan keterwakilan perempuan. Pihaknya juga mengadvokasi parpol untuk mengajak perempuan turut aktif. (jpc)

PROKALTENG.CO– Keterwakilan perempuan di panggung politik memang terus tumbuh. Namun, pertambahan itu masih jauh dari amanat undang-undang (UU). Di ASEAN, keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia menempati posisi keenam.

Sesuai Pasal 55 UU 8/2012, daftar bakal calon anggota DPR, DPD, dan DPRD memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan. Selain itu, di tingkat kepengurusan parpol sesuai UU 2/2008 juga menyertakan 30 persen keterwakilan perempuan. Mulai pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota.

’’Tapi, representasi perempuan dalam politik itu masih jauh dari cukup. Terutama untuk memperjuangkan dan mengangkat isu perempuan,’’ ujar Staf Ahli Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Titi Eko Rahayu.

Saat ini Indonesia menempati posisi keenam keterwakilan perempuan di parlemen jika dibandingkan negara-negara ASEAN. Indonesia berada di bawah Vietnam dan Singapura yang keterwakilan perempuannya 30,3 persen dan 29,8 persen.

Baca Juga :  Harganas 2022 Menjadi Momentum Menurunkan Stunting

Secara nasional, proporsi angka keterwakilan perempuan menurut data BPS 2023 baru mencapai 21,74 persen. ’’Memang ada kenaikan dibanding data sebelumnya. Namun, ada 26 provinsi yang angka keterwakilannya masih di bawah angka nasional,’’ paparnya.

Dia menyebut Nusa Tenggara Barat (NTB) jadi provinsi terendah keterwakilan perempuannya, yakni hanya 1,59 persen. Sementara itu, daerah tertinggi keterwakilan perempuannya adalah Kalimantan Tengah (33,3 persen). Disusul Sulawesi Utara (29,55 persen) dan Maluku Utara (28,89 persen).

Dari data tersebut, lanjut Titi, daerah-daerah perkotaan ternyata tidak menjamin keterwakilan perempuan di politik akan lebih besar. Hal itu terkait dengan sosial-budaya yang dianut wilayah tersebut. Termasuk budaya patriarki yang masih sangat kental. Tak peduli di perkotaan maupun pedesaan.

Baca Juga :  Sebagai Petahana, Teras Narang Serahkan Bukti Dukungan Maju Lagi ke DPD RI

Kondisi itu diperburuk dengan fakta bahwa perempuan belum tentu memilih perempuan lainnya dalam pemilu. Alasannya, tidak kenal hingga kapasitas tidak sesuai harapan. Karena itu, kaderisasi dari parpol mesti menjadi atensi.

Dia menegaskan, keterlibatan perempuan dalam politik sangat penting. Sebab, hal itu menyangkut pengambilan keputusan dalam kebijakan-kebijakan di parlemen. Baik menyangkut masalah perempuan secara luas, anak-anak, hingga bangsa.

’’Jumlah penduduk perempuan mencapai 49 persen. Karena itu, suara perempuan penting dalam mengambil keputusan,’’ tegasnya.

Kementerian PPPA terus berupaya mendorong peningkatan keterwakilan perempuan. Pihaknya juga mengadvokasi parpol untuk mengajak perempuan turut aktif. (jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru