33.8 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Butuh Oposisi yang Berkualitas, Bukan Asal-asalan

KABINET pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin bakal mendapat dukungan
kuat dari parlemen. Sebab, parpol pendukungnya menguasai kursi di DPR RI. Untuk
mengimbangi dan mengontrol pemerintah, dibutuhkan oposisi yang berkualitas.
Berikut perbincangan wartawan Jawa Pos Khafidlul
Ulum
 dengan pengamat politik UIN Jakarta Adi Prayitno.

—

Apa prediksi Anda
terhadap komposisi kabinet mendatang?

Saya membayangkan komposisi kabinet Jokowi akan dominan parpol.
Kenapa dominan parpol, karena parpol yang berjasa dan aktif memenangkan Jokowi.
Mereka agresif mendukung Jokowi. Jadi, parpol akan mendapat saham mayoritas.
Kalau 2014, yang dominan memenangkan Jokowi adalah relawan sehingga banyak dari
nonparpol yang masuk kabinet. Saat itu mayoritas parpol mendukung Prabowo.
Sekarang kondisinya berbeda. Yang bekerja keras adalah parpol.

Dari kalangan profesional, Jokowi akan memilih mereka yang siap
menghibahkan hidupnya untuk membantu Jokowi. Yang hidup matinya siap dihibahkan
untuk bekerja dengan Jokowi. Orang yang berani mengambil risiko dan berani
menabrak berbagai rintangan. Itu menteri yang pemberani.

Baca Juga :  Jaga Kerukunan, Jangan Mudah Terprovokasi Oleh Kepentingan Politik

Bagaimana mengontrol
kinerja pemerintahan mendatang jika mayoritas menteri berlatar parpol?

Kubu Prabowo, SBY, dan Zulkifli (Zulkifli Hasan, Red) harus
berani berada di luar pemerintah. Mereka harus menjadi sparring partner Jokowi.
Kalau mereka menjadi bagian Jokowi, lalu siapa yang akan mengkritik? Harus ada
pihak yang menjadi oposisi yang mengontrol dan mengawasi penguasa. Oposisi yang
berkualitas, bukan oposan asal-asalan. Harus berani membentuk kabinet
tandingan. Jika ada isu dari pemerintah, kabinet tandingan itu bisa
meresponsnya. Jangan hanya PKS yang menjadi oposisi.

Apa yang harus
dievaluasi dari sistem politik Indonesia lima tahun mendatang?

Sistem politik yang harus diperbaiki dalam lima tahun mendatang,
salah satunya, adalah sistem pemilu. Dalam Pemilu 2019 yang dilakukan serentak,
ada penganaktirian terhadap pileg. Jadi seolah-olah hanya memilih Jokowi dan
Prabowo saja. Pileg senyap. Banyak orang tidak tahu caleg mana yang harus
dipilih. Dalam pileg kemarin, yang dominan adalah jual beli suara.

Baca Juga :  NasDem-PKS Siap Berkoalisi, Muncul Sinyal Koyem-Ujang

Jadi, sistem pemilu harus dievaluasi, bisa dikembalikan seperti
sebelumnya. Yaitu, pileg dan pilpres dipisah atau tetap serentak tapi diatur
dengan baik. KPU dan Bawaslu juga harus dievaluasi. Menurut saya, KPU dan
Bawaslu sedikit shock melihat pemilu serentak dilakukan. SDM mereka
lama, jumlah mereka lama, sedangkan tugas mereka bertambah.

Pada 2024, tidak ada incumbent yang
maju, apakah Jokowi akan menyiapkan penggantinya?

Kalau menyiapkan orangnya iya, tapi Jokowi tidak dominan seperti
Ketum partai. Pemilu 2024 akan tetap didominasi fatsun politik lama. Yaitu,
fatsun politik Megawati, SBY, dan Prabowo. Tiga simbol politik itu yang akan
bertarung.

 

 

KABINET pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin bakal mendapat dukungan
kuat dari parlemen. Sebab, parpol pendukungnya menguasai kursi di DPR RI. Untuk
mengimbangi dan mengontrol pemerintah, dibutuhkan oposisi yang berkualitas.
Berikut perbincangan wartawan Jawa Pos Khafidlul
Ulum
 dengan pengamat politik UIN Jakarta Adi Prayitno.

—

Apa prediksi Anda
terhadap komposisi kabinet mendatang?

Saya membayangkan komposisi kabinet Jokowi akan dominan parpol.
Kenapa dominan parpol, karena parpol yang berjasa dan aktif memenangkan Jokowi.
Mereka agresif mendukung Jokowi. Jadi, parpol akan mendapat saham mayoritas.
Kalau 2014, yang dominan memenangkan Jokowi adalah relawan sehingga banyak dari
nonparpol yang masuk kabinet. Saat itu mayoritas parpol mendukung Prabowo.
Sekarang kondisinya berbeda. Yang bekerja keras adalah parpol.

Dari kalangan profesional, Jokowi akan memilih mereka yang siap
menghibahkan hidupnya untuk membantu Jokowi. Yang hidup matinya siap dihibahkan
untuk bekerja dengan Jokowi. Orang yang berani mengambil risiko dan berani
menabrak berbagai rintangan. Itu menteri yang pemberani.

Baca Juga :  Jaga Kerukunan, Jangan Mudah Terprovokasi Oleh Kepentingan Politik

Bagaimana mengontrol
kinerja pemerintahan mendatang jika mayoritas menteri berlatar parpol?

Kubu Prabowo, SBY, dan Zulkifli (Zulkifli Hasan, Red) harus
berani berada di luar pemerintah. Mereka harus menjadi sparring partner Jokowi.
Kalau mereka menjadi bagian Jokowi, lalu siapa yang akan mengkritik? Harus ada
pihak yang menjadi oposisi yang mengontrol dan mengawasi penguasa. Oposisi yang
berkualitas, bukan oposan asal-asalan. Harus berani membentuk kabinet
tandingan. Jika ada isu dari pemerintah, kabinet tandingan itu bisa
meresponsnya. Jangan hanya PKS yang menjadi oposisi.

Apa yang harus
dievaluasi dari sistem politik Indonesia lima tahun mendatang?

Sistem politik yang harus diperbaiki dalam lima tahun mendatang,
salah satunya, adalah sistem pemilu. Dalam Pemilu 2019 yang dilakukan serentak,
ada penganaktirian terhadap pileg. Jadi seolah-olah hanya memilih Jokowi dan
Prabowo saja. Pileg senyap. Banyak orang tidak tahu caleg mana yang harus
dipilih. Dalam pileg kemarin, yang dominan adalah jual beli suara.

Baca Juga :  NasDem-PKS Siap Berkoalisi, Muncul Sinyal Koyem-Ujang

Jadi, sistem pemilu harus dievaluasi, bisa dikembalikan seperti
sebelumnya. Yaitu, pileg dan pilpres dipisah atau tetap serentak tapi diatur
dengan baik. KPU dan Bawaslu juga harus dievaluasi. Menurut saya, KPU dan
Bawaslu sedikit shock melihat pemilu serentak dilakukan. SDM mereka
lama, jumlah mereka lama, sedangkan tugas mereka bertambah.

Pada 2024, tidak ada incumbent yang
maju, apakah Jokowi akan menyiapkan penggantinya?

Kalau menyiapkan orangnya iya, tapi Jokowi tidak dominan seperti
Ketum partai. Pemilu 2024 akan tetap didominasi fatsun politik lama. Yaitu,
fatsun politik Megawati, SBY, dan Prabowo. Tiga simbol politik itu yang akan
bertarung.

 

 

Terpopuler

Artikel Terbaru