JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyebutkan Utang
Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Juli 2019 tercatat sebesar USD 395,3
miliar atau setara Rp 5.542,10 triliun. Jumlah itu naik 10,3 persen,
dibandingkan bulan sebelumnya.
Berdasarkan keterangan tertulis BI, kemarin (16/9), rincian utang terdiri
dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar sentral sebesar USD 197,5
miliar, serta utang swasta (termasuk BUMN) sebesar USD 197,8 miliar.
Pertumbuhan ULN pemerintah meningkat sejalan dengan persepsi positif
investor asing terhadap kondisi perekonomian Indonesia. ULN pemerintah di bulan
Juli 2019 tumbuh 9,7 persen (yoy) menjadi sebesar USD 194,5 miliar, lebih
tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya 9,1 persen (yoy).
Peningkatan tersebut didorong oleh arus masuk modal asing di pasar Surat
Berharga Negara (SBN) domestik yang tetap tinggi di tengah dinamika global yang
kurang kondusif. Iklim positif ini mencerminkan kepercayaan investor terhadap
perekonomian domestik, ditambah hasil investasi portofolio di aset keuangan
domestik yang menarik.
Utang diperuntukkan untuk sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (19,0
persen dari total Utang Luar Negeri Pemerintah), sektor konstruksi (16,4
persen), sektor jasa pendidikan (16 persen), sektor administrasi pemerintah,
pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,2 persen), serta sektor jasa keuangan
dan asuransi (13,9 persen).
Secara sektoral, ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan
asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air
panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian.
Terpisah, peneliti Institute for Development of Economics and Finance
(INDEF) Nailul Huda mengatakan, kendati ULN masih terkendali namun harus
diperhatikan untuk membayar utang tersebut.
“Utang ini masih aman menurut perhitungan International Monetary Fund (IMF)
dan Worl Bank (WB). Namun patut diperhatikan juga kemmampuan untuk
membayarnya,†ujar Huda kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Senin (16/9).
Menurut Huda, saat saat ini penerimaan pajak Indonesia sedang tidak bagus.
Atas kondisi itu pemerintah harus waspadai ketidakmampuan membayar ULN.
“Penerimaan pajak jeblok dan keseimbangan primer juga belum keluar dari angka minus.
Ini yang patut diwaspadai,†pungkas Huda. (din/fin/kpc)