30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Terpuruk, Hotel Minta Relaksasi Pajak, Karyawan Diberi Unpaid Leave

PROKALTENG.CO-Terus diperpanjangnya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4, membuat bisnis hotel di Banua semakin terpuruk. BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kalsel mencatat, akibat kebijakan itu okupansi hotel di Banjarmasin dan Banjarbaru kini rata-rata di bawah 40 persen.

Sekretaris BPD PHRI Kalsel, Fahmi mengatakan, jika kondisi ini tidak segera membaik maka bakal ada sejumlah hotel di Banua yang memilih tutup.

"Sekarang saja sudah ada sebagian hotel yang memberikan unpaid leave (cuti tidak dibayar) kepada para karyawannya, guna mengurangi beban pengeluaran," katanya.

Di Hotel Roditha Banjarbaru misalnya, dirinya mengaku sudah menyodorkan unpaid leave kepada 50 persen karyawannya. "Dari sebelumnya 80 karyawan, sekarang sudah 40 yang diberikan cuti tidak dibayar," ucap GM Hotel Roditha Banjarbaru ini.

Dia mengungkapkan, PPKM level 4 membuat tingkat hunian hotel di Banua turun dikarenakan tamu hotel di Banjarmasin dan Banjarbaru merupakan tamu bisnis yang berkoneksi dengan Jawa. "Apabila ada perketatan perjalanan dalam rangka PPKM, otomatis tamu yang datang terhambat," ungkapnya.

Dijelaskannya, apabila rata-rata hunian di bawah 40 persen maka hotel akan merugi. Kondisi ini menurutnya yang membuat hotel memutuskan untuk mengistirahatkan karyawannya atau tutup.

"Belum lagi restoran dan lokasi pertemuan juga ditutup selama PPKM, kondisi ini semakin memberatkan hotel. Sebab, pendapatan hanya dari sewa kamar," jelasnya.

Oleh karena itu, dia meminta pemerintah dapat membantu bisnis hotel di Banua dengan cara mencari solusi terbaik untuk hotel-hotel di Kalsel. Sehingga, bisa tetap bertahan di kondisi seperti saat ini.

Baca Juga :  Mobil Listrik Keren Untuk Nasabah BRI di BRImo FSTVL 2023

"Kami mengharapkan ada relaksasi pajak dari pemerintah, surat sudah kami kirim tapi belum ada kabar," paparnya.

Karena menurutnya membayar pajak hotel 11 persen dan restoran 10 persen dari pendapatan cukup memberatkan pengelola hotel di tengah kondisi saat ini.

Terkait PPKM level 4, Fahmi menyampaikan PHRI sangat mendukung. Namun, pengusaha tetap memerlukan solusi bagaimana agar bisa memberi gaji karyawan dan membayar biaya operasional di tengah anjloknya okupansi. "Harus ada juga subsidi PLN dan cicilan bank diliburkan tanpa kena denda," ucapnya.

Hotel dan resto sendiri kata dia, selama ini punya andil ke pemerintah daerah dalam membayar pajak. Tapi pada saat sulit, menurutnya harus diberikan dispensasi yang bisa membantu pengusaha. "Sebab di belakangnya ada banyak karyawan yang harus diakomodir kebutuhannya," katanya.

Secara terpisah, Manager Pop! Hotel Banjarmasin, Rama membenarkan, selama PPKM level 4 okupansi hotel menurun drastis. "Di tempat saya lumayan banyak turunnya. Biasanya isi 70 sampai 80 kamar, sejak PPKM maksimal cuma 40 kamar yang terisi," bebernya.

Menurutnya, kondisi saat ini di luar kendali mereka. Sehingga, semua tergantung kebijakan dari pemerintah. "Dinas-dinas pada tidak boleh meeting, sedangkan itu ladang kami bercocok tanam," ujarnya.

Rama menyampaikan, apabila pihaknya tidak bisa lagi menahan kondisi ini maka mau tidak mau hotel terpaksa ditutup. "Kita juga sempat tutup soalnya pada 2020 lalu," paparnya.

Lanjutnya, saat ini pihaknya masih berusaha bisa bertahan dengan cara melakukan beberapa upaya untuk menambah pemasukan dan mengurangi pengeluaran. "Untuk menambah pemasukan kami mematok harga kamar murah," katanya.

Baca Juga :  Harga Rokok di Pasaran Perlu Dievaluasi, Ternyata Ini Tujuannya

Sedangkan, untuk mengurangi pengeluaran mereka terpaksa memangkas jumlah karyawan. Serta semua fasilitas diturunkan atau dinego ulang. Seperti wifi, TV kabel, PLN dan lain-lain. "Dulu kami jumlah karyawan 36 orang, sekarang cuma sekitar 24 orang," kata Rama.

Sementara itu, pengurangan karyawan juga sudah dilakukan hotel lainnya. Hotel Rattan Inn Banjarmasin misalnya, sudah mengurangi tenaga kerja hingga 60 persen. "Kami juga mengurangi fasilitas tamu, seperti jam buka dan tutup resto dibatasi," ucap GM Rattan Inn Banjarmasin, Budi Purnomo.

Dia mengungkapkan, hal itu dilakukan untuk mengurangi pengeluaran hotel di tengah sepinya tamu. "Hunian kita sekarang di bawah 50 persen, karena banyak event pemerintah dicancel akibat dari PPKM darurat," bebernya.

Di sisi lain, Kepala BPPRD Kota Banjarbaru Rustam Effendi menyampaikan bahwa wajar jika pengusaha hotel meminta relaksasi pajak. Namun, menurutnya semua itu kembali kepada substansi pajak hotel itu sendiri.

"Di mana pajak hotel dikenakan kepada penghuni hotel, bukan kepada owner atau pemilik hotel," ucapnya yang mengatakan pajak hotel itu bagi daerah sangat penting guna memenuhi target PAD secara keseluruhan.

Akan tetapi, dia menuturkan biasanya kepala daerah bijak dalam melihat persoalan itu. Sehingga, setiap permohonan selalu dipertimbangkan melalui Telaahan Staf (TS). "Diakomodir atau tidak permintaan relaksasi pajak tergantung analisis fakta dan data saat ini," pungkasnya.

PROKALTENG.CO-Terus diperpanjangnya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4, membuat bisnis hotel di Banua semakin terpuruk. BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kalsel mencatat, akibat kebijakan itu okupansi hotel di Banjarmasin dan Banjarbaru kini rata-rata di bawah 40 persen.

Sekretaris BPD PHRI Kalsel, Fahmi mengatakan, jika kondisi ini tidak segera membaik maka bakal ada sejumlah hotel di Banua yang memilih tutup.

"Sekarang saja sudah ada sebagian hotel yang memberikan unpaid leave (cuti tidak dibayar) kepada para karyawannya, guna mengurangi beban pengeluaran," katanya.

Di Hotel Roditha Banjarbaru misalnya, dirinya mengaku sudah menyodorkan unpaid leave kepada 50 persen karyawannya. "Dari sebelumnya 80 karyawan, sekarang sudah 40 yang diberikan cuti tidak dibayar," ucap GM Hotel Roditha Banjarbaru ini.

Dia mengungkapkan, PPKM level 4 membuat tingkat hunian hotel di Banua turun dikarenakan tamu hotel di Banjarmasin dan Banjarbaru merupakan tamu bisnis yang berkoneksi dengan Jawa. "Apabila ada perketatan perjalanan dalam rangka PPKM, otomatis tamu yang datang terhambat," ungkapnya.

Dijelaskannya, apabila rata-rata hunian di bawah 40 persen maka hotel akan merugi. Kondisi ini menurutnya yang membuat hotel memutuskan untuk mengistirahatkan karyawannya atau tutup.

"Belum lagi restoran dan lokasi pertemuan juga ditutup selama PPKM, kondisi ini semakin memberatkan hotel. Sebab, pendapatan hanya dari sewa kamar," jelasnya.

Oleh karena itu, dia meminta pemerintah dapat membantu bisnis hotel di Banua dengan cara mencari solusi terbaik untuk hotel-hotel di Kalsel. Sehingga, bisa tetap bertahan di kondisi seperti saat ini.

Baca Juga :  Mobil Listrik Keren Untuk Nasabah BRI di BRImo FSTVL 2023

"Kami mengharapkan ada relaksasi pajak dari pemerintah, surat sudah kami kirim tapi belum ada kabar," paparnya.

Karena menurutnya membayar pajak hotel 11 persen dan restoran 10 persen dari pendapatan cukup memberatkan pengelola hotel di tengah kondisi saat ini.

Terkait PPKM level 4, Fahmi menyampaikan PHRI sangat mendukung. Namun, pengusaha tetap memerlukan solusi bagaimana agar bisa memberi gaji karyawan dan membayar biaya operasional di tengah anjloknya okupansi. "Harus ada juga subsidi PLN dan cicilan bank diliburkan tanpa kena denda," ucapnya.

Hotel dan resto sendiri kata dia, selama ini punya andil ke pemerintah daerah dalam membayar pajak. Tapi pada saat sulit, menurutnya harus diberikan dispensasi yang bisa membantu pengusaha. "Sebab di belakangnya ada banyak karyawan yang harus diakomodir kebutuhannya," katanya.

Secara terpisah, Manager Pop! Hotel Banjarmasin, Rama membenarkan, selama PPKM level 4 okupansi hotel menurun drastis. "Di tempat saya lumayan banyak turunnya. Biasanya isi 70 sampai 80 kamar, sejak PPKM maksimal cuma 40 kamar yang terisi," bebernya.

Menurutnya, kondisi saat ini di luar kendali mereka. Sehingga, semua tergantung kebijakan dari pemerintah. "Dinas-dinas pada tidak boleh meeting, sedangkan itu ladang kami bercocok tanam," ujarnya.

Rama menyampaikan, apabila pihaknya tidak bisa lagi menahan kondisi ini maka mau tidak mau hotel terpaksa ditutup. "Kita juga sempat tutup soalnya pada 2020 lalu," paparnya.

Lanjutnya, saat ini pihaknya masih berusaha bisa bertahan dengan cara melakukan beberapa upaya untuk menambah pemasukan dan mengurangi pengeluaran. "Untuk menambah pemasukan kami mematok harga kamar murah," katanya.

Baca Juga :  Harga Rokok di Pasaran Perlu Dievaluasi, Ternyata Ini Tujuannya

Sedangkan, untuk mengurangi pengeluaran mereka terpaksa memangkas jumlah karyawan. Serta semua fasilitas diturunkan atau dinego ulang. Seperti wifi, TV kabel, PLN dan lain-lain. "Dulu kami jumlah karyawan 36 orang, sekarang cuma sekitar 24 orang," kata Rama.

Sementara itu, pengurangan karyawan juga sudah dilakukan hotel lainnya. Hotel Rattan Inn Banjarmasin misalnya, sudah mengurangi tenaga kerja hingga 60 persen. "Kami juga mengurangi fasilitas tamu, seperti jam buka dan tutup resto dibatasi," ucap GM Rattan Inn Banjarmasin, Budi Purnomo.

Dia mengungkapkan, hal itu dilakukan untuk mengurangi pengeluaran hotel di tengah sepinya tamu. "Hunian kita sekarang di bawah 50 persen, karena banyak event pemerintah dicancel akibat dari PPKM darurat," bebernya.

Di sisi lain, Kepala BPPRD Kota Banjarbaru Rustam Effendi menyampaikan bahwa wajar jika pengusaha hotel meminta relaksasi pajak. Namun, menurutnya semua itu kembali kepada substansi pajak hotel itu sendiri.

"Di mana pajak hotel dikenakan kepada penghuni hotel, bukan kepada owner atau pemilik hotel," ucapnya yang mengatakan pajak hotel itu bagi daerah sangat penting guna memenuhi target PAD secara keseluruhan.

Akan tetapi, dia menuturkan biasanya kepala daerah bijak dalam melihat persoalan itu. Sehingga, setiap permohonan selalu dipertimbangkan melalui Telaahan Staf (TS). "Diakomodir atau tidak permintaan relaksasi pajak tergantung analisis fakta dan data saat ini," pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru