Salah satu ciri abuse of power, lanjut Manimbang, adalah ketika kritik dan kontrol sosial yang dilakukan komponen di luar kekuasaan dianggap sebagai musuh yang perlu dibungkam.
“Semestinya, kritik jangan sampai dianggap sebagai upaya menjatuhkan, tetapi kontrol sosial agar kekuasaan tetap berjalan balance, sehingga policy yang terjadi akan mampu mewujudkan demokrasi yang baik,” ujarnya.
Manimbang juga mengingatkan seluruh komponen HMI dan KAHMI bahwa mengawal sebuah rezim pemerintahan, bukan berarti harus selalu ikut begitu saja atas berbagai policy yang dikeluarkan. “Jiwa dan pemikiran kritis serta berani memberikan kritik konstruktif, harus tetap ada dan bertumbuhkembang di HMI dan KAHMI,” tegas politikus Partai Gerindra itu.
Sementara itu, Ketua Majelis Penasihat KAHMI Kalteng Prof. Ahmad Syar’i menyoroti adanya indikasi penurunan kualitas demokrasi di Indonesia.
“Disadari atau tidak, penurunan kualitas demokrasi tengah terjadi di berbagai bidang. Bahkan penurunan ini tidak lagi hanya di politik atau pemerintahan, bahkan sudah merasuk di dunia perguruan tinggi,” beber Syar’i.
Menurut Ketua Pimpinan Muhammadiyah Kalimantan Tengah itu, saat ini independensi perguruan tinggi telah ikut tergerus. Mirisnya, hal itu justru tidak disadari oleh sebagian besar sivitas akademika.
Padahal, kata Syar’i yang juga mantan Ketua (Rektor) IAIN Palangka Raya, perguruan tinggi merupakan salah satu komponen bangsa yang diharapkan mampu melahirkan pemikiran-pemikiran kritis dan konstruktif atas berbagai persoalan bangsa.
“Karena itu, saya berharap HMI dan KAHMI sebagai bagian insan intelektual, khususnya HMI, bisa menjadi penggerak, pendorong, pendukung, sekaligus kontrol. Sehingga balance tata kelola pemerintahan dan politik kekuasaan tetap bisa terjaga dalam bingkai demokrasi sesungguhnya,” kata Syar’i.