30.2 C
Jakarta
Thursday, December 5, 2024

Pengelolaan Hutan Adat Berpedoman Kearifan Lokal

PULANG PISAU–Pj Sekda Kabupaten Pulang Pisau H Saripudin ketika
menghadiri rapat koordinasi focus group discussion (FGD) dan sosialisai
percepatan pengakuan masyarakat hukum ada dan hutan adat, mengingatkan kepada
semua pihak keberadaan hutan adat ini dalam pengelolaannya selalu berpedoman
pada kearifan lokal.

Apalagi hutan adat ini salah satu
bentuk pengelolaan hutan skema perhutani sosial, selain hutan kemasyarakatan,
hutan desa, hutan rakyat dan kemitraan yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan.

Selain itu juga bertujuan untuk
penyelesaian konflik tenurial dan dapat mendorong peran aktif masyarakat untuk
menjaga dan bertanggung jawab terhadap pelestarian kawasan hutan yang dikelola.

“Hutan adat adalah hutan yang
pengelolaannya berpedoman pada kearifan lokal masyarakat adat setempat dan
dalam pembentukan masyarakat hukum adat dan hutan adat,” kata Saripudin, di
Aula Mess Pemda, Kamis (12/12).

Baca Juga :  Pulang Pisau Incar Beras Merah Jadi Branding Daerah

Hal itu, lanjut dia, berdasarkan
peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan nomor 32 tahun 2015 tentang
hutan hak dan  peraturan menteri dalam
negeri nomor 52 tahun 2014 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan
masyarakat adat.

Saripudin menjelaskan,
sebagaimana dari peraturan menteri tersebut, sebelum pemerintah menetapkan
suatu kawasan hutan adat, maka langkah awalnya adalah perlu dilakukan
identifikasi terlebih dahulu.

Di antaranya, tambah Saripudin,
seperti sejarah masyarakat adatnya, hukum adat, harta kekayaan atau benda-benda
adat, kelembagaan dan sistem pemerintahan adat. “Setelah itu dilakukan
verifikasi dan validasi masyarakat hukum adat untuk ditetapkan oleh bupati
melalui peraturan daerah,” jelas dia.

Setelah dilakukan penetapan
masyarakat hukum adat melalui keputusan bupati dan peraturan daerah, maka
proses pengusulan penetapan hutan adat akan diverifikasi dan divalidasi oleh
direktirat jenderal pengaduan konflik, tenurial dan hutan adat. “Hingga
penetapan hutan adat oleh menteri lingkungan hidup dan kehutanan,” beber dia.        

Baca Juga :  22 Juli, Taty Narang Akan Dilantik sebagai Bupati Pulang Pisau

Saripudin menambahkan, Pemerintah
Provinsi Kalimantan Tengah telah menerbitkan kebijakan yang terkait pengakuan
hak masyarakat. “Yakni peraturan daerah nomor 16 tahun 2008 tentang kelembagaan
adat Dayak di Kalimanten Tengah,” ujarnya.

Selain itu, peraturan daerah
noomor 13 tahun 2009 tentang tanah adat dan hak-hak adat atas tanah serta peraturan
daerah tentang kelembagaan adat tingkat kabupaten. “Tersirat dan tersurat dalam
ketentuan pasal tersebut bertujuan untuk mengakui, menghormati dan melindungi
hak-hak masyarakat adat di Kalimantan Tengah,” tandasnya. (art/ila/nto)

PULANG PISAU–Pj Sekda Kabupaten Pulang Pisau H Saripudin ketika
menghadiri rapat koordinasi focus group discussion (FGD) dan sosialisai
percepatan pengakuan masyarakat hukum ada dan hutan adat, mengingatkan kepada
semua pihak keberadaan hutan adat ini dalam pengelolaannya selalu berpedoman
pada kearifan lokal.

Apalagi hutan adat ini salah satu
bentuk pengelolaan hutan skema perhutani sosial, selain hutan kemasyarakatan,
hutan desa, hutan rakyat dan kemitraan yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan.

Selain itu juga bertujuan untuk
penyelesaian konflik tenurial dan dapat mendorong peran aktif masyarakat untuk
menjaga dan bertanggung jawab terhadap pelestarian kawasan hutan yang dikelola.

“Hutan adat adalah hutan yang
pengelolaannya berpedoman pada kearifan lokal masyarakat adat setempat dan
dalam pembentukan masyarakat hukum adat dan hutan adat,” kata Saripudin, di
Aula Mess Pemda, Kamis (12/12).

Baca Juga :  Pulang Pisau Incar Beras Merah Jadi Branding Daerah

Hal itu, lanjut dia, berdasarkan
peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan nomor 32 tahun 2015 tentang
hutan hak dan  peraturan menteri dalam
negeri nomor 52 tahun 2014 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan
masyarakat adat.

Saripudin menjelaskan,
sebagaimana dari peraturan menteri tersebut, sebelum pemerintah menetapkan
suatu kawasan hutan adat, maka langkah awalnya adalah perlu dilakukan
identifikasi terlebih dahulu.

Di antaranya, tambah Saripudin,
seperti sejarah masyarakat adatnya, hukum adat, harta kekayaan atau benda-benda
adat, kelembagaan dan sistem pemerintahan adat. “Setelah itu dilakukan
verifikasi dan validasi masyarakat hukum adat untuk ditetapkan oleh bupati
melalui peraturan daerah,” jelas dia.

Setelah dilakukan penetapan
masyarakat hukum adat melalui keputusan bupati dan peraturan daerah, maka
proses pengusulan penetapan hutan adat akan diverifikasi dan divalidasi oleh
direktirat jenderal pengaduan konflik, tenurial dan hutan adat. “Hingga
penetapan hutan adat oleh menteri lingkungan hidup dan kehutanan,” beber dia.        

Baca Juga :  22 Juli, Taty Narang Akan Dilantik sebagai Bupati Pulang Pisau

Saripudin menambahkan, Pemerintah
Provinsi Kalimantan Tengah telah menerbitkan kebijakan yang terkait pengakuan
hak masyarakat. “Yakni peraturan daerah nomor 16 tahun 2008 tentang kelembagaan
adat Dayak di Kalimanten Tengah,” ujarnya.

Selain itu, peraturan daerah
noomor 13 tahun 2009 tentang tanah adat dan hak-hak adat atas tanah serta peraturan
daerah tentang kelembagaan adat tingkat kabupaten. “Tersirat dan tersurat dalam
ketentuan pasal tersebut bertujuan untuk mengakui, menghormati dan melindungi
hak-hak masyarakat adat di Kalimantan Tengah,” tandasnya. (art/ila/nto)

Terpopuler

Artikel Terbaru