26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Menkes Terbitkan Regulasi Cegah dan Atasi Kanker

JAKARTA – Kanker payudara telah membunuh 22 ribu
wanita Indonesia sepanjang 2018. Kementerian Kesehatan pun berusaha untuk
menekan kasus kematian yang dinilai sangat tinggi tersebut.

Menteri Kesehatan (Menkes) Dr Terawan Agus Putranto mengatakan angka
kematian wanita penderita kanker payudara di Indonesia tergolong tinggi. 22
ribu penderita kanker meninggal pada tahun 2018. Ini sama saja dengan 17 per 100
ribu pasien kanker payudara.

“Angka yang cukup tinggi,” kata Terawan yang diwakili Kasubdit Rumah Sakit
Pendidikan Direktorat Yankes rujukan Ditjen Pelayanan Kesehatan Dr Tengku
Jumala Sari saat Diskusi Publik Akses Pelayanan Pengobatan Berkualitas bagi
Pasien Kanker Payudara HER2 Positif di Perpustakaan Nasional Jakarta, Selasa
(29/10).

Menkes dalam pesannya, tingginya jumlah kematian akibat kanker payudara
tidak boleh diabaikan. Penanggulangan harus dilakukan meskipun membutuhkan
biaya tinggi.

“Penyakit kanker payudara dapat mengganggu produktivitas dan kualitas hidup
pada umumnya untuk harus segera diatasi,” katanya.

Dijelaskan, terkait jenis kanker HER2 Positif, ia juga menyatakan kanker
jenis ini merupakan jenis kanker payudara yang positif terhadap human epidermal
growth factor receptor atau HER2, yaitu protein yang meningkatkan pertumbuhan
sel kanker.

“Kanker payudara HER2 Positif adalah jenis kanker payudara yang lebih
agresif dan cenderung kambuh kembali,” terangnya.

Untuk itu, ia mengimbau masyarakat untuk melakukan deteksi dini kanker
payudara, khususnya terhadap kanker payudara HER2 Positif. Terlebih saat ini
kemajuan ilmu pengetahuan dan terapi yang memungkinkan harapan kesembuhan bagi
pasien jika ditangani secara optimal dan sejak stadium dini.

Baca Juga :  BRI Wujudkan Indonesia The Land Of Majesty

“Upaya pencegahan dan promotif terhadap penyakit kanker, serta upaya
menurunkan angka kesakitan dan kematian karena kanker juga harus dilakukan oleh
seluruh pihak yang terkait,” pintanya.

Dalam hal itu, Kemenkes telah menerbitkan beberapa regulasi dalam upaya
menanggulangi penyakit kanker secara umum. Mulai dari regulasi tentang
fasilitas kesehatan, sistem rujukan, jaminan kesehatan, sumber daya manusia
(SDM), kompetensi, tata kelola penyakit, serta regulasi tentang pengobatannya.

“Tentu regulasi ini dibuat dengan tujuan untuk kepentingan masyarakat dan
semua pihak yang terlibat di dalamnya,” katanya.

Di tempat yang sama, ahli bedah Onkologi RSCM Dr Sonar Doni Panigoro
mengatakan kanker payudara dapat dicegah dengan tiga cara, salah satunya adalah
pencegahan primer dengan menghindari faktor risiko sebagai upaya pencegahan
paling ideal.

“Faktor risiko bisa dihindari sejak awal untuk mencegah terjadinya kanker,”
katanya.

Dia mengatakan hingga saat ini hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
kanker secara umum belum diketahui secara pasti. Namun, faktor risiko yang erat
kaitannya dengan peningkatan insiden kanker payudara, antara lain jenis kelamin
perempuan, usia lebih dari 50 tahun, riwayat keluarga dan genetik.

“Riwayat penyakit payudara sebelumnya, riwayat menstruasi dini di bawah
usia 12 tahun atau menstruasi pertama yang terlambat di atas usia 55 tahun juga
menjadi bagian dari faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terkena
kanker payudara,” bebernya.

Selain itu, lanjut Sonar, riwayat reproduksi, masalah hormonal, obesitas,
konsumsi alkohol, riwayat radiasi dinding dada dan masalah lingkungan juga
termasuk ke dalam faktor risiko kanker payudara.

Baca Juga :  Kemenristek dan Kemendikbud Bakal Dilebur

Karenanya, untuk dapat mencegah terjadinya kanker payudara, dia menyebut
ada tiga cara yang dapat dilakukan. Pertama dengan pencegahan primer, lalu sekunder
dan ketiga adalah tersier.

Karena belum diketahui secara pasti penyebab seseorang terserang kanker
payudara, pencegahan primer menjadi sulit dilakukan. “Yang dapat dilakukan
(dalam pencegahan primer ini) adalah mengendalikan faktor risiko,” katanya.

Untuk mengendalikan faktor risiko tersebut, masyarakat diimbau untuk
berolahraga secara teratur, makan makanan sehat, menghindari alkohol dan tidak
merokok.

“Jika berhasil mengendalikan faktor-faktor risiko tersebut, kemungkinan
terkena kanker akan berkurang sekitar 40 persen,” ujarnya.

Kemudian, pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan melakukan deteksi kanker
sejak awal atau sejak dini.

Bentuk pencegahan sekunder paling sederhana dapat dilakukan dengan
pemeriksaan payudara sendiri. Kemudian pemeriksaan payudara menggunakan USG.
Bagi mereka yang berusia di atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dengan memakai
mamografi juga dapat diusahakan.

“Kanker payudara jarang sekali dialami wanita usia belasan tahun. Di usia
kurang 20 tahun pemeriksaan payudara cukup dilakukan sekali saja, kemudian 2-3
tahun sekali. Usia 30-40 tahun pemeriksaan bisa 2 tahun sekali.”

“Adapun pencegahan tersier adalah jika sudah terkena kanker, maka segera
mencari pengobatan yang tepat. Tidak termakan berita bohong atau iklan produk
atau layanan kesehatan yang menyesatkan,” katanya. (gw/fin/kpc)

JAKARTA – Kanker payudara telah membunuh 22 ribu
wanita Indonesia sepanjang 2018. Kementerian Kesehatan pun berusaha untuk
menekan kasus kematian yang dinilai sangat tinggi tersebut.

Menteri Kesehatan (Menkes) Dr Terawan Agus Putranto mengatakan angka
kematian wanita penderita kanker payudara di Indonesia tergolong tinggi. 22
ribu penderita kanker meninggal pada tahun 2018. Ini sama saja dengan 17 per 100
ribu pasien kanker payudara.

“Angka yang cukup tinggi,” kata Terawan yang diwakili Kasubdit Rumah Sakit
Pendidikan Direktorat Yankes rujukan Ditjen Pelayanan Kesehatan Dr Tengku
Jumala Sari saat Diskusi Publik Akses Pelayanan Pengobatan Berkualitas bagi
Pasien Kanker Payudara HER2 Positif di Perpustakaan Nasional Jakarta, Selasa
(29/10).

Menkes dalam pesannya, tingginya jumlah kematian akibat kanker payudara
tidak boleh diabaikan. Penanggulangan harus dilakukan meskipun membutuhkan
biaya tinggi.

“Penyakit kanker payudara dapat mengganggu produktivitas dan kualitas hidup
pada umumnya untuk harus segera diatasi,” katanya.

Dijelaskan, terkait jenis kanker HER2 Positif, ia juga menyatakan kanker
jenis ini merupakan jenis kanker payudara yang positif terhadap human epidermal
growth factor receptor atau HER2, yaitu protein yang meningkatkan pertumbuhan
sel kanker.

“Kanker payudara HER2 Positif adalah jenis kanker payudara yang lebih
agresif dan cenderung kambuh kembali,” terangnya.

Untuk itu, ia mengimbau masyarakat untuk melakukan deteksi dini kanker
payudara, khususnya terhadap kanker payudara HER2 Positif. Terlebih saat ini
kemajuan ilmu pengetahuan dan terapi yang memungkinkan harapan kesembuhan bagi
pasien jika ditangani secara optimal dan sejak stadium dini.

Baca Juga :  BRI Wujudkan Indonesia The Land Of Majesty

“Upaya pencegahan dan promotif terhadap penyakit kanker, serta upaya
menurunkan angka kesakitan dan kematian karena kanker juga harus dilakukan oleh
seluruh pihak yang terkait,” pintanya.

Dalam hal itu, Kemenkes telah menerbitkan beberapa regulasi dalam upaya
menanggulangi penyakit kanker secara umum. Mulai dari regulasi tentang
fasilitas kesehatan, sistem rujukan, jaminan kesehatan, sumber daya manusia
(SDM), kompetensi, tata kelola penyakit, serta regulasi tentang pengobatannya.

“Tentu regulasi ini dibuat dengan tujuan untuk kepentingan masyarakat dan
semua pihak yang terlibat di dalamnya,” katanya.

Di tempat yang sama, ahli bedah Onkologi RSCM Dr Sonar Doni Panigoro
mengatakan kanker payudara dapat dicegah dengan tiga cara, salah satunya adalah
pencegahan primer dengan menghindari faktor risiko sebagai upaya pencegahan
paling ideal.

“Faktor risiko bisa dihindari sejak awal untuk mencegah terjadinya kanker,”
katanya.

Dia mengatakan hingga saat ini hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
kanker secara umum belum diketahui secara pasti. Namun, faktor risiko yang erat
kaitannya dengan peningkatan insiden kanker payudara, antara lain jenis kelamin
perempuan, usia lebih dari 50 tahun, riwayat keluarga dan genetik.

“Riwayat penyakit payudara sebelumnya, riwayat menstruasi dini di bawah
usia 12 tahun atau menstruasi pertama yang terlambat di atas usia 55 tahun juga
menjadi bagian dari faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terkena
kanker payudara,” bebernya.

Selain itu, lanjut Sonar, riwayat reproduksi, masalah hormonal, obesitas,
konsumsi alkohol, riwayat radiasi dinding dada dan masalah lingkungan juga
termasuk ke dalam faktor risiko kanker payudara.

Baca Juga :  Kemenristek dan Kemendikbud Bakal Dilebur

Karenanya, untuk dapat mencegah terjadinya kanker payudara, dia menyebut
ada tiga cara yang dapat dilakukan. Pertama dengan pencegahan primer, lalu sekunder
dan ketiga adalah tersier.

Karena belum diketahui secara pasti penyebab seseorang terserang kanker
payudara, pencegahan primer menjadi sulit dilakukan. “Yang dapat dilakukan
(dalam pencegahan primer ini) adalah mengendalikan faktor risiko,” katanya.

Untuk mengendalikan faktor risiko tersebut, masyarakat diimbau untuk
berolahraga secara teratur, makan makanan sehat, menghindari alkohol dan tidak
merokok.

“Jika berhasil mengendalikan faktor-faktor risiko tersebut, kemungkinan
terkena kanker akan berkurang sekitar 40 persen,” ujarnya.

Kemudian, pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan melakukan deteksi kanker
sejak awal atau sejak dini.

Bentuk pencegahan sekunder paling sederhana dapat dilakukan dengan
pemeriksaan payudara sendiri. Kemudian pemeriksaan payudara menggunakan USG.
Bagi mereka yang berusia di atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dengan memakai
mamografi juga dapat diusahakan.

“Kanker payudara jarang sekali dialami wanita usia belasan tahun. Di usia
kurang 20 tahun pemeriksaan payudara cukup dilakukan sekali saja, kemudian 2-3
tahun sekali. Usia 30-40 tahun pemeriksaan bisa 2 tahun sekali.”

“Adapun pencegahan tersier adalah jika sudah terkena kanker, maka segera
mencari pengobatan yang tepat. Tidak termakan berita bohong atau iklan produk
atau layanan kesehatan yang menyesatkan,” katanya. (gw/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru