30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Eks Tentara AS yang Sebar Hate Speech sudah Jadi WNI Sejak 2010

Polisi kembali menangkap penyebar hoaks dan hate speech (ujaran
kebencian). Tapi, kali ini sosok yang dibekuk cukup berbeda. Sebab, dia adalah
mantan personel Angkatan Udara Amerika Serikat (AS). Bule AS yang juga mualaf
itu bernama Jerry D. Gray, 59.

Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Argo Yuwono menerangkan,
penangkapan Gray berawal dari beredarnya video di medsos, termasuk grup WhatsApp.
“Di video itu, dia mengemukakan pendapat bahwa pemerintahan yang saat ini tidak
jujur dan perlu diganti dengan Prabowo,” katanya.

Petugas cyber crime dari Unit Krimsus Satreskrim Polres Metro
Jakarta Barat akhirnya menangkap Gray. “Tersangka ditangkap tadi pagi, sekitar
pukul 09.00, di rumahnya, Jalan Karya Usaha, Kembangan, Jakarta Barat,” jelas
dia.

Argo mengatakan, dari hasil pemeriksaan, Gray mengaku lahir di
Jerman. Kemudian, keluarganya pindah ke AS. Di sanalah Gray dibesarkan. Gray
muda lantas bergabung dengan AU AS. Namun, setelah empat tahun mengabdi, dia
keluar dan memilih untuk bekerja di Arab Saudi sebagai teknisi pesawat. “Dari
situ, kemudian pindah ke Indonesia tahun 1985. Dia menjadi WNI pada 2010. Saat
masuk ke Jakarta, dia mengaku bekerja sebagai instruktur diving,” terangnya.

Baca Juga :  Polisi Ungkap Penyebab Kecelakaan Vanessa Angel Sangat Fatal

Saat unjuk rasa 22 Mei lalu, papar Argo, Gray mengaku turut
hadir. Dia saat itu berada di toko dekat Sarinah, Jakarta Pusat. “Kemudian,
tersangka pergi ke salah satu hotel dan ketemu teman-temannya,” jelas dia. Di
hotel itulah video ujaran kebencian tersebut dibuat hingga akhirnya menyebar ke
berbagai medsos. “Yang merekam itu orang lain dan saat ini sedang dicari
reserse,” kata dia.

Sementara itu, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian
membeberkan empat nama pejabat yang menjadi sasaran pembunuhan saat kericuhan
Rabu lalu (22/5). Yakni, Menko Polhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Binsar
Panjaitan, Kepala BIN Budi Gunawan, serta Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen
dan Keamanan Gories Mere.

Tito menjelaskan, empat nama tersebut muncul dari pengakuan para
tersangka yang sudah ditangkap. Yakni, HK, AZ, IR, TJ, AD, dan satu tersangka
berinisial AF. “Hasil pemeriksaan terhadap tersangka, bukan informasi
intelijen,” terangnya. Selain nama-nama tersebut, ada seorang pimpinan lembaga
survei yang diincar perusuh. Namun, Tito enggan menyebutkan nama pimpinan
lembaga survei tersebut.

Baca Juga :  Pelni Stop Sementara Penjualan Tiket Kapal

Polri telah mengetahui siapa penyandang dana dan aktor
intelektual di balik kasus pembunuh bayaran tersebut. Karopenmas Divhumas Polri
Brigjen Dedi Prasetyo menyatakan, motif enam tersangka yang telah tertangkap
itu adalah ekonomi. Namun, ada order dari aktor intelektual. Order itu terlihat
dari aliran dana. Uang untuk membiayai pembunuhan tersebut berasal dari
penyandang dana ke aktor intelektual. “Aktor intelektual ini lalu memberikan
uang ke tersangka berinisial HK,” ujarnya.

Uang untuk biaya pembunuhan itu awalnya berbentuk dolar
Singapura. Lalu dicairkan di money changer. Uang tersebut kemudian dipakai HK
untuk berbagai kebutuhannya. “Membayar eksekutor hingga cari senjata,” ucapnya.(jpc)

 

Polisi kembali menangkap penyebar hoaks dan hate speech (ujaran
kebencian). Tapi, kali ini sosok yang dibekuk cukup berbeda. Sebab, dia adalah
mantan personel Angkatan Udara Amerika Serikat (AS). Bule AS yang juga mualaf
itu bernama Jerry D. Gray, 59.

Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Argo Yuwono menerangkan,
penangkapan Gray berawal dari beredarnya video di medsos, termasuk grup WhatsApp.
“Di video itu, dia mengemukakan pendapat bahwa pemerintahan yang saat ini tidak
jujur dan perlu diganti dengan Prabowo,” katanya.

Petugas cyber crime dari Unit Krimsus Satreskrim Polres Metro
Jakarta Barat akhirnya menangkap Gray. “Tersangka ditangkap tadi pagi, sekitar
pukul 09.00, di rumahnya, Jalan Karya Usaha, Kembangan, Jakarta Barat,” jelas
dia.

Argo mengatakan, dari hasil pemeriksaan, Gray mengaku lahir di
Jerman. Kemudian, keluarganya pindah ke AS. Di sanalah Gray dibesarkan. Gray
muda lantas bergabung dengan AU AS. Namun, setelah empat tahun mengabdi, dia
keluar dan memilih untuk bekerja di Arab Saudi sebagai teknisi pesawat. “Dari
situ, kemudian pindah ke Indonesia tahun 1985. Dia menjadi WNI pada 2010. Saat
masuk ke Jakarta, dia mengaku bekerja sebagai instruktur diving,” terangnya.

Baca Juga :  Polisi Ungkap Penyebab Kecelakaan Vanessa Angel Sangat Fatal

Saat unjuk rasa 22 Mei lalu, papar Argo, Gray mengaku turut
hadir. Dia saat itu berada di toko dekat Sarinah, Jakarta Pusat. “Kemudian,
tersangka pergi ke salah satu hotel dan ketemu teman-temannya,” jelas dia. Di
hotel itulah video ujaran kebencian tersebut dibuat hingga akhirnya menyebar ke
berbagai medsos. “Yang merekam itu orang lain dan saat ini sedang dicari
reserse,” kata dia.

Sementara itu, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian
membeberkan empat nama pejabat yang menjadi sasaran pembunuhan saat kericuhan
Rabu lalu (22/5). Yakni, Menko Polhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Binsar
Panjaitan, Kepala BIN Budi Gunawan, serta Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen
dan Keamanan Gories Mere.

Tito menjelaskan, empat nama tersebut muncul dari pengakuan para
tersangka yang sudah ditangkap. Yakni, HK, AZ, IR, TJ, AD, dan satu tersangka
berinisial AF. “Hasil pemeriksaan terhadap tersangka, bukan informasi
intelijen,” terangnya. Selain nama-nama tersebut, ada seorang pimpinan lembaga
survei yang diincar perusuh. Namun, Tito enggan menyebutkan nama pimpinan
lembaga survei tersebut.

Baca Juga :  Pelni Stop Sementara Penjualan Tiket Kapal

Polri telah mengetahui siapa penyandang dana dan aktor
intelektual di balik kasus pembunuh bayaran tersebut. Karopenmas Divhumas Polri
Brigjen Dedi Prasetyo menyatakan, motif enam tersangka yang telah tertangkap
itu adalah ekonomi. Namun, ada order dari aktor intelektual. Order itu terlihat
dari aliran dana. Uang untuk membiayai pembunuhan tersebut berasal dari
penyandang dana ke aktor intelektual. “Aktor intelektual ini lalu memberikan
uang ke tersangka berinisial HK,” ujarnya.

Uang untuk biaya pembunuhan itu awalnya berbentuk dolar
Singapura. Lalu dicairkan di money changer. Uang tersebut kemudian dipakai HK
untuk berbagai kebutuhannya. “Membayar eksekutor hingga cari senjata,” ucapnya.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru