26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Menteri KLH Luncurkan Peta Hutan Adat, Ini Rinciannya

JAKARTA — Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah kemerdekaan
Indonesia, pemerintah Indonesia memberikan pengakuan resmi tentang masyarakat
hukum adat dan hutan adat sebagai mandat UUD 1945 Pasal 18B.

Pengakuan terhadap masyarakat
hukum adat dan hutan adat tersebut, ditindaklanjuti oleh Menteri Lingkungan
Hidup dan kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar dengan meluncurkan Peta Hutan
Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I di Jakarta, Senin (27/5).

Penetapan ini untuk menjamin
usulan-usulan di daerah yang telah memiliki subjek dan objek masyarakat hukum
adat. “Alhamdulillah, menindaklanjuti arahan Bapak Presiden Joko Widodo, telah
ditetapkan Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I. Semua ini
dilakukan tidak lain untuk peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia,” ujar
Siti Nurbaya saat peluncuran Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat
fase 1.

Siti Nurbaya juga menegaskan
bahwa peluncuran Peta Hutan Adat ini bentuk nyata kehadiran Negara sejak
Indonesia merdeka, yang secara resmi mengakui masyarakat hukum adat dan hutan
adat sebagai pengejawantahan UUD 1945 Pasal 18B.

Luas Peta Hutan Adat dan Wilayah
Indikatif Hutan Adat Fase I sesuai Permen LHK tentang Hutan Adat dan Hutan Hak
yang ditetapkan pada 29 April 2019 mencapai 471.981 hektare (ha) yang berasal
dari hutan negara seluas 384.896 ha, Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 68.935
ha dan Hutan Adat seluas 19.150 ha.

Baca Juga :  Jembatan Menuju Rekonsiliasi Nasional, Remaja Gelar Festival Pancasila

Peta wilayah indikatif Hutan
Adat, menurut Siti, perlu dicatat sehingga tidak bisa dipakai atau diminta lagi
untuk atau oleh siapa pun. Karena jika dalam tiga bulan sudah bisa memenuhi
persyaratan perundangan maka statusnya bisa menjadi definitif. Hutan adat
merupakan salah satu bentuk dari Perhutanan Sosial, yang sampai saat ini secara
keseluruhan telah dilakukan penetapan seluas lebih kurang 3.073.675,98 Ha.

Lebih lanjut, Siti Nurbaya
mengatakan penetapan hutan adat ini menegaskan secara nyata pengakuan secara
resmi oleh negara yang harus diwujudkan alam kerja birokratis. Menteri Siti
menegaskan cara-cara kerja birokrasi dan society cukup kental dalam artikulasi
tentang hutan adat dan hutan untuk rakyat.

Selain itu, penetapan ini
memberikan jaminan dan upaya percepatan/pencantuman hutan adat dari Pemerintah
melalui proses verifikasi subjek dan objek di tingkat lapangan. Selain juga untuk
memfasilitasi penyelesaian konflik ruang dengan para pihak (pemegang izin dan
klaim pihak ketiga) serta fasilitasi percepatan penerbitan Perda.

Hadir dalam peluncuran Peta Hutan
Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I tersebut antara lain Duta Besar
negara sahabat, Bupati, Pejabat Pimpinan Tinggi (JPT) Madya, JPT Pratama KLH,
Penasehat Senior Menteri LHK, wakil Kementerian/ Lembaga, Tenaga Ahli Menteri
LHK, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi, wakil Masyarakat Hukum Adat, CSO dan
Kepala UPT.

Baca Juga :  Polri Ingin Aturan Tamu Wajib Lapor Kembali Diberlakukan

Dukung Percepatan Hutan Adat

Direktur Jenderal Perhutanan
Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK, Bambang Supriyanto menyampaikan, pihaknya
juga akan segera bersurat kepada para gubernur. ”Hal ini guna mendukung
percepatan hutan adat melalui fasilitasi percepatan penerbitan Perda dan/atau
produk hukum daerah lainnya,” kata Bambang.

Bambang menjelaskan penetapan
peta fase I didasari beberapa pertimbangan. Pertama, terdapat usulan Hutan Adat
seluas ± 9,3 juta Ha dari para pihak yang telah dianalisis dengan peta kawasan
hutan hanya seluas ± 6.551.305 Ha berada dalam kawasan hutan.

Kedua, dari ± 6.551.305 Ha, yang
tidak mempunyai produk hukum seluas ± 2.890.492 Ha sedangkan yang mempunyai
produk hukum seluas ± 3.660.813 Ha. Ketiga, dari ± 3.660.813 Ha yang mempunyai
produk hukum: (a) Perda Pengakuan Masyarakat Hukum Adat seluas ± 6.495 Ha; (b)
Perda Pengaturan dan SK Pengakuan seluas ± 185.622 Ha; (c) SK pengakuan MHA
seluas ± 226.896 Ha; (d) Perda Pengaturan seluas ± 3.067.819 Ha, (e) Produk
Hukum Lainnya seluas ± 274.771 Ha. (jpnn/kpc)

JAKARTA — Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah kemerdekaan
Indonesia, pemerintah Indonesia memberikan pengakuan resmi tentang masyarakat
hukum adat dan hutan adat sebagai mandat UUD 1945 Pasal 18B.

Pengakuan terhadap masyarakat
hukum adat dan hutan adat tersebut, ditindaklanjuti oleh Menteri Lingkungan
Hidup dan kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar dengan meluncurkan Peta Hutan
Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I di Jakarta, Senin (27/5).

Penetapan ini untuk menjamin
usulan-usulan di daerah yang telah memiliki subjek dan objek masyarakat hukum
adat. “Alhamdulillah, menindaklanjuti arahan Bapak Presiden Joko Widodo, telah
ditetapkan Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I. Semua ini
dilakukan tidak lain untuk peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia,” ujar
Siti Nurbaya saat peluncuran Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat
fase 1.

Siti Nurbaya juga menegaskan
bahwa peluncuran Peta Hutan Adat ini bentuk nyata kehadiran Negara sejak
Indonesia merdeka, yang secara resmi mengakui masyarakat hukum adat dan hutan
adat sebagai pengejawantahan UUD 1945 Pasal 18B.

Luas Peta Hutan Adat dan Wilayah
Indikatif Hutan Adat Fase I sesuai Permen LHK tentang Hutan Adat dan Hutan Hak
yang ditetapkan pada 29 April 2019 mencapai 471.981 hektare (ha) yang berasal
dari hutan negara seluas 384.896 ha, Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 68.935
ha dan Hutan Adat seluas 19.150 ha.

Baca Juga :  Jembatan Menuju Rekonsiliasi Nasional, Remaja Gelar Festival Pancasila

Peta wilayah indikatif Hutan
Adat, menurut Siti, perlu dicatat sehingga tidak bisa dipakai atau diminta lagi
untuk atau oleh siapa pun. Karena jika dalam tiga bulan sudah bisa memenuhi
persyaratan perundangan maka statusnya bisa menjadi definitif. Hutan adat
merupakan salah satu bentuk dari Perhutanan Sosial, yang sampai saat ini secara
keseluruhan telah dilakukan penetapan seluas lebih kurang 3.073.675,98 Ha.

Lebih lanjut, Siti Nurbaya
mengatakan penetapan hutan adat ini menegaskan secara nyata pengakuan secara
resmi oleh negara yang harus diwujudkan alam kerja birokratis. Menteri Siti
menegaskan cara-cara kerja birokrasi dan society cukup kental dalam artikulasi
tentang hutan adat dan hutan untuk rakyat.

Selain itu, penetapan ini
memberikan jaminan dan upaya percepatan/pencantuman hutan adat dari Pemerintah
melalui proses verifikasi subjek dan objek di tingkat lapangan. Selain juga untuk
memfasilitasi penyelesaian konflik ruang dengan para pihak (pemegang izin dan
klaim pihak ketiga) serta fasilitasi percepatan penerbitan Perda.

Hadir dalam peluncuran Peta Hutan
Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I tersebut antara lain Duta Besar
negara sahabat, Bupati, Pejabat Pimpinan Tinggi (JPT) Madya, JPT Pratama KLH,
Penasehat Senior Menteri LHK, wakil Kementerian/ Lembaga, Tenaga Ahli Menteri
LHK, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi, wakil Masyarakat Hukum Adat, CSO dan
Kepala UPT.

Baca Juga :  Polri Ingin Aturan Tamu Wajib Lapor Kembali Diberlakukan

Dukung Percepatan Hutan Adat

Direktur Jenderal Perhutanan
Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK, Bambang Supriyanto menyampaikan, pihaknya
juga akan segera bersurat kepada para gubernur. ”Hal ini guna mendukung
percepatan hutan adat melalui fasilitasi percepatan penerbitan Perda dan/atau
produk hukum daerah lainnya,” kata Bambang.

Bambang menjelaskan penetapan
peta fase I didasari beberapa pertimbangan. Pertama, terdapat usulan Hutan Adat
seluas ± 9,3 juta Ha dari para pihak yang telah dianalisis dengan peta kawasan
hutan hanya seluas ± 6.551.305 Ha berada dalam kawasan hutan.

Kedua, dari ± 6.551.305 Ha, yang
tidak mempunyai produk hukum seluas ± 2.890.492 Ha sedangkan yang mempunyai
produk hukum seluas ± 3.660.813 Ha. Ketiga, dari ± 3.660.813 Ha yang mempunyai
produk hukum: (a) Perda Pengakuan Masyarakat Hukum Adat seluas ± 6.495 Ha; (b)
Perda Pengaturan dan SK Pengakuan seluas ± 185.622 Ha; (c) SK pengakuan MHA
seluas ± 226.896 Ha; (d) Perda Pengaturan seluas ± 3.067.819 Ha, (e) Produk
Hukum Lainnya seluas ± 274.771 Ha. (jpnn/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru