27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Pandemi dan Peran Ganda, Tingkat Stres Orang Tua Meningkat

KALTENGPOS.CO – Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Banten
menilai pandemi Covid-19 telah membuat tingkat stres orang tua meningkat.
Sebab, orang tua harus menjalankan peran ganda sebagai guru hingga orang tua.
Terlebih, keluarga juga menghadapi dampak negatif ekonomi dari bencana non alam
tersebut.

Ketua LPA Provinsi Banten M Uut
Lutfi mengatakan, perlindungan terhadap anak adalah tanggung jawab semua pihak.
Baik pemerintah, masyarakat, orang tua, dunia pendidikan, dunia usaha dan peran
media. Hal itu sebagaimana amanat pasal 20 Undang-undag Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.

“Tanggung jawab para pihak
terutama dalam masa pandemi ini betul-betul harus ekstra dalam melindungi dan
memenuhi hak-hak anak. Saat ini kondisi dan situasi anak dalam kondisi
darurat,” ujarnya seperti dikutip dari Banten Raya Pos (Fajar Indonesia Network
Grup), Jumat (24/7).

Ia menjelaskan, di dunia
pendidikan terkait protokol kesehatan Covid-19 pemerintah mengeluarkan kebijakan
agar proses belajar mengajar dialihkan ke rumah. Dasar pertimbangnnya adalah
physical dan social distancing. Tentu kebijakan ini akan berdampak terhadap
kesiapan orang tua untuk merangkap.

“Berperan sebagai guru bagi
anak-anaknya di rumah. Tidak hanya menjadi seorang guru, namun bagaimana orang
tua menciptakan suasana rumah yang ramah, menyenangkan dan membuat anak betah
di rumah,” katanya.

Menurutnya, tidak sedikit orang
tua yang bingung dan kerepotan untuk mendidik, mengasuh dan membentuk karakter
anak karena dalam waktu bersamaan. Orang tua pun berbagai menghadapi
permasalahan, baik dari aspek ekonomi dan aspek psikologis.

Baca Juga :  Lebih Berisiko, Berusia 60 Tahun Lebih Diimbau Tidak Menghadiri Ibadah

Apabila orang tua gagal
menerapkan pola asuh di tengah wabah covid-19, bukan tidak mungkin akan
menimbulkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Yang biasanya yang menjadi objek
sasarannya adalah anak. Selain KDRT, persoalan yang muncul adalah ketika
terjadi pengabaian dan penelantaran terhadap anak. Anak akan mencari lingkungan
yang menurutnya nyaman dan teman curhat di luar rumah,” ungkapnya.

Lebih lanjut dipaparkan Uut, hal
yang lain adalah bisa jadi anak dieksploitasi oleh orang tua atau pihak lain
untuk mencari pekerjaan di luar rumah. Baik yang membahayakan bagi kesehatan
maupun keselamatan anak seperti menjadi anak jalanan atau eksploitasi seksual.
Hal ini sadar atau tidak sadar akan merubah perilaku anak dan lama kelamaan
akan menjadi karakter.

“Dampak lain dari Pandemi
Covid-19 ini adalah peralihan media yang digunakan anak dalam proses belajar
mengajar. Sebelum pandemi bagaimana anak dibatasi untuk menggunakan gadget.
Namun pada saat pandemi ini bagaimana anak-anak dihadapkan dengan gadget dengan
pembelajaran daring,” tuturnya.

Ia menegaskan, tanpa edukasi dan
pengawasan dari orang tua, akan berdampak penyalahgunaan teknologi. Dengan
demikian, anak-anak bebas dalam menggunakan gadget dengan mengakses dunia
sosial (medsos).

“Catatan LPA Banten dalam
semester I 2020 pada Januari-Juni tercatat 35 kasus yang melapor langsung ke
LPA Banten. Di antara kasus tersebut yang mendominasi adalah kejahatan seksual
dengan persentase 95 persen,” ujarnya.

Baca Juga :  Pimpin Upacara HUT RI, Ganjar Gunakan APD Lengkap

Sekretaris LPA Provinsi Banten
Hendry Gunawan mengatakan, berdasarkan hasil assessment, sebelum terjadi kasus
kejahatan seksual mereka memulai perkenalan di medsos dan ditindaklanjuti
dengan pertemuan langsung. Mirisnya, kebanyakan kasus ini pelakunya lebih dari
satu orang dan sebelum disetubuhi korban dicekoki obat terlarang dan minuman
keras.

“Dari jumlah kasus tersebut,
pelaku tidak hanya kategori usia dewasa namun ada juga yang kategori usia anak
yaitu usianya dibawah 18 tahun. Kemudian ada kasus yang TKP (tempat kejadian
perkara)-nya di tempat penginapan atau hotel,” katanya.

Dengan kondisi tersebut,
kepedulian masyarakat dan dunia pendidikan sangat dibutuhkan peranannya.
Hilangkan stigma dan perundungan bagi anak yang menjadi korban kekerasan. Di
lapangan, LPA masih menemukan kasus, anak menjadi korban kejahatan seksual dan
yang diduga pelaku sudah ditetapkan tersangka oleh pihak kepolisian.

Meski demikian sangat
disayangkan, pihak sekolah mengeluarkan kebijakan anak ini harus dipindahkan.
Korban dinilai melanggar tata tertib sekolah padahal kejadiannya waktu anak ini
belum menjalankan kegiatan di jam sekolah di sekolah yang bersangkutan.

“Perlindungan anak adalah
tanggung jawab kita bersama, masa depan bangsa bergantung pada anak-anak hari
ini. Anak-anak hari ini bergantung kepada kita semua bagaimana melindungi dan
memenuhi hak-hak anak. Itu sebagai amanat dan anugerah tuhan yang tidak
ternilai harganya,” katanya.

KALTENGPOS.CO – Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Banten
menilai pandemi Covid-19 telah membuat tingkat stres orang tua meningkat.
Sebab, orang tua harus menjalankan peran ganda sebagai guru hingga orang tua.
Terlebih, keluarga juga menghadapi dampak negatif ekonomi dari bencana non alam
tersebut.

Ketua LPA Provinsi Banten M Uut
Lutfi mengatakan, perlindungan terhadap anak adalah tanggung jawab semua pihak.
Baik pemerintah, masyarakat, orang tua, dunia pendidikan, dunia usaha dan peran
media. Hal itu sebagaimana amanat pasal 20 Undang-undag Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.

“Tanggung jawab para pihak
terutama dalam masa pandemi ini betul-betul harus ekstra dalam melindungi dan
memenuhi hak-hak anak. Saat ini kondisi dan situasi anak dalam kondisi
darurat,” ujarnya seperti dikutip dari Banten Raya Pos (Fajar Indonesia Network
Grup), Jumat (24/7).

Ia menjelaskan, di dunia
pendidikan terkait protokol kesehatan Covid-19 pemerintah mengeluarkan kebijakan
agar proses belajar mengajar dialihkan ke rumah. Dasar pertimbangnnya adalah
physical dan social distancing. Tentu kebijakan ini akan berdampak terhadap
kesiapan orang tua untuk merangkap.

“Berperan sebagai guru bagi
anak-anaknya di rumah. Tidak hanya menjadi seorang guru, namun bagaimana orang
tua menciptakan suasana rumah yang ramah, menyenangkan dan membuat anak betah
di rumah,” katanya.

Menurutnya, tidak sedikit orang
tua yang bingung dan kerepotan untuk mendidik, mengasuh dan membentuk karakter
anak karena dalam waktu bersamaan. Orang tua pun berbagai menghadapi
permasalahan, baik dari aspek ekonomi dan aspek psikologis.

Baca Juga :  Lebih Berisiko, Berusia 60 Tahun Lebih Diimbau Tidak Menghadiri Ibadah

Apabila orang tua gagal
menerapkan pola asuh di tengah wabah covid-19, bukan tidak mungkin akan
menimbulkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Yang biasanya yang menjadi objek
sasarannya adalah anak. Selain KDRT, persoalan yang muncul adalah ketika
terjadi pengabaian dan penelantaran terhadap anak. Anak akan mencari lingkungan
yang menurutnya nyaman dan teman curhat di luar rumah,” ungkapnya.

Lebih lanjut dipaparkan Uut, hal
yang lain adalah bisa jadi anak dieksploitasi oleh orang tua atau pihak lain
untuk mencari pekerjaan di luar rumah. Baik yang membahayakan bagi kesehatan
maupun keselamatan anak seperti menjadi anak jalanan atau eksploitasi seksual.
Hal ini sadar atau tidak sadar akan merubah perilaku anak dan lama kelamaan
akan menjadi karakter.

“Dampak lain dari Pandemi
Covid-19 ini adalah peralihan media yang digunakan anak dalam proses belajar
mengajar. Sebelum pandemi bagaimana anak dibatasi untuk menggunakan gadget.
Namun pada saat pandemi ini bagaimana anak-anak dihadapkan dengan gadget dengan
pembelajaran daring,” tuturnya.

Ia menegaskan, tanpa edukasi dan
pengawasan dari orang tua, akan berdampak penyalahgunaan teknologi. Dengan
demikian, anak-anak bebas dalam menggunakan gadget dengan mengakses dunia
sosial (medsos).

“Catatan LPA Banten dalam
semester I 2020 pada Januari-Juni tercatat 35 kasus yang melapor langsung ke
LPA Banten. Di antara kasus tersebut yang mendominasi adalah kejahatan seksual
dengan persentase 95 persen,” ujarnya.

Baca Juga :  Pimpin Upacara HUT RI, Ganjar Gunakan APD Lengkap

Sekretaris LPA Provinsi Banten
Hendry Gunawan mengatakan, berdasarkan hasil assessment, sebelum terjadi kasus
kejahatan seksual mereka memulai perkenalan di medsos dan ditindaklanjuti
dengan pertemuan langsung. Mirisnya, kebanyakan kasus ini pelakunya lebih dari
satu orang dan sebelum disetubuhi korban dicekoki obat terlarang dan minuman
keras.

“Dari jumlah kasus tersebut,
pelaku tidak hanya kategori usia dewasa namun ada juga yang kategori usia anak
yaitu usianya dibawah 18 tahun. Kemudian ada kasus yang TKP (tempat kejadian
perkara)-nya di tempat penginapan atau hotel,” katanya.

Dengan kondisi tersebut,
kepedulian masyarakat dan dunia pendidikan sangat dibutuhkan peranannya.
Hilangkan stigma dan perundungan bagi anak yang menjadi korban kekerasan. Di
lapangan, LPA masih menemukan kasus, anak menjadi korban kejahatan seksual dan
yang diduga pelaku sudah ditetapkan tersangka oleh pihak kepolisian.

Meski demikian sangat
disayangkan, pihak sekolah mengeluarkan kebijakan anak ini harus dipindahkan.
Korban dinilai melanggar tata tertib sekolah padahal kejadiannya waktu anak ini
belum menjalankan kegiatan di jam sekolah di sekolah yang bersangkutan.

“Perlindungan anak adalah
tanggung jawab kita bersama, masa depan bangsa bergantung pada anak-anak hari
ini. Anak-anak hari ini bergantung kepada kita semua bagaimana melindungi dan
memenuhi hak-hak anak. Itu sebagai amanat dan anugerah tuhan yang tidak
ternilai harganya,” katanya.

Terpopuler

Artikel Terbaru