30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Kepala BPOM Pertanyakan Pemberian Obat Covid-19 Kepada OTG

JAKARTA, KALTENGPOS.CO – Hasil inspeksi atau monitoring 28 Juli
terhadap Obat Covid-19, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menanggap obat
tersebut belum valid.

Obat Covid-19 itu sendiri hasil
penelitian oleh tim Universitas Airlangga (Unair) bersama TNI AD dan Badan
Intelijen Negara (BIN). Salah satu alasan adalah pemilihan subjek penelitian
dalam uji klinis kombinasi 3 obat tersebut.

Subjek penelitian yang diuji
dianggap belum mewakili representasi secara acak untuk memastikan hasil yang
valid.

Demikian disampaikan Kepala BPOM
Penny Lukito kepada wartawan, Rabu (19/8/2020). “Ditemukan critical finding. Temuan kritis. Ada beberapa yang kaitannya adalah
ditemukan dengan randomitation, atau subjek secara acak. Sehingga belum
merepresentasikan populasi untuk obat itu,” kata dia.

Baca Juga :  Luhut Optimistis Ekonomi Indonesia Tetap Bisa Tumbuh 3 Persen

Penny menambahkan dari subjek
yang dipilih belum sesuai dengan keterwakilan populasi yang ada. Belum sesuai
mewakili pasien dengan derajat keparahannya dari ringan, sedang, hingga berat.

“Belum sesuai dengan demografis
dan derajat penyakitnya, keparahannya. Dan subjek yang diintervensikan, dengan
obat ini tak merepresentasikan keparahan itu,” jelasnya.

Penny juga mempertanyakan mengapa
Orang Tanpa Gejala (OTG) masuk sebagai subjek penelitian dalam uji klinis obat.

Padahal sesuai protokol
kesehatan, katanya, semestinya OTG tidak perlu diberi obat. “Lalu ada OTG yang
diberikan terapi obat. Padahal kan protokolnya, OTG enggak perlu diberi obat,”
tukasnya.

“Subjek harus arah ke ringan,
berat, sedang. Harus ada keterpilihan masing-masing. Itu menunjukkan aspek
validitas,” tutur Penny.

Baca Juga :  1.062 Polsek Tak Bisa Selidiki Kasus, Termasuk 16 Polsek di Kalteng

Kesimpulannya, Penny menilai
hasil uji klinis obat Covid-19 belum menunjukkan kemajuan atau perbaikan dan
perbedaan yang signifikan dari obat atau temuan lainnya.

Karena itu, sambung Penny, perlu
ada koreksi dan tindak lanjut penelitian. “Hasilnya belum menunjukkan adanya
perbedaan signifikan. Hasil riset itu umumnya harus menunjukkan sesuatu
perubahan pada yang diintervensi,” tutur Penny.

“Itu harus memberikan sesuatu
yang berbeda, dibanding terapi standar. Ada kesepakatan bahwa dari BPOM, kami
akan memastikan hasil dari riset ini adalah betul-betul sahih,” jelasnya.

JAKARTA, KALTENGPOS.CO – Hasil inspeksi atau monitoring 28 Juli
terhadap Obat Covid-19, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menanggap obat
tersebut belum valid.

Obat Covid-19 itu sendiri hasil
penelitian oleh tim Universitas Airlangga (Unair) bersama TNI AD dan Badan
Intelijen Negara (BIN). Salah satu alasan adalah pemilihan subjek penelitian
dalam uji klinis kombinasi 3 obat tersebut.

Subjek penelitian yang diuji
dianggap belum mewakili representasi secara acak untuk memastikan hasil yang
valid.

Demikian disampaikan Kepala BPOM
Penny Lukito kepada wartawan, Rabu (19/8/2020). “Ditemukan critical finding. Temuan kritis. Ada beberapa yang kaitannya adalah
ditemukan dengan randomitation, atau subjek secara acak. Sehingga belum
merepresentasikan populasi untuk obat itu,” kata dia.

Baca Juga :  Luhut Optimistis Ekonomi Indonesia Tetap Bisa Tumbuh 3 Persen

Penny menambahkan dari subjek
yang dipilih belum sesuai dengan keterwakilan populasi yang ada. Belum sesuai
mewakili pasien dengan derajat keparahannya dari ringan, sedang, hingga berat.

“Belum sesuai dengan demografis
dan derajat penyakitnya, keparahannya. Dan subjek yang diintervensikan, dengan
obat ini tak merepresentasikan keparahan itu,” jelasnya.

Penny juga mempertanyakan mengapa
Orang Tanpa Gejala (OTG) masuk sebagai subjek penelitian dalam uji klinis obat.

Padahal sesuai protokol
kesehatan, katanya, semestinya OTG tidak perlu diberi obat. “Lalu ada OTG yang
diberikan terapi obat. Padahal kan protokolnya, OTG enggak perlu diberi obat,”
tukasnya.

“Subjek harus arah ke ringan,
berat, sedang. Harus ada keterpilihan masing-masing. Itu menunjukkan aspek
validitas,” tutur Penny.

Baca Juga :  1.062 Polsek Tak Bisa Selidiki Kasus, Termasuk 16 Polsek di Kalteng

Kesimpulannya, Penny menilai
hasil uji klinis obat Covid-19 belum menunjukkan kemajuan atau perbaikan dan
perbedaan yang signifikan dari obat atau temuan lainnya.

Karena itu, sambung Penny, perlu
ada koreksi dan tindak lanjut penelitian. “Hasilnya belum menunjukkan adanya
perbedaan signifikan. Hasil riset itu umumnya harus menunjukkan sesuatu
perubahan pada yang diintervensi,” tutur Penny.

“Itu harus memberikan sesuatu
yang berbeda, dibanding terapi standar. Ada kesepakatan bahwa dari BPOM, kami
akan memastikan hasil dari riset ini adalah betul-betul sahih,” jelasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru