31.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Siswa Terpaksa Berbagi Ruang Kelas

AMBRUKNYA
ruang kelas 5 SDN Selodakon 03, Kecamatan Tanggul, medio Desember lalu,
berdampak pada kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah setempat. Karena
insiden itu, tiga ruang kelas lain kena imbas. Akibatnya, tak bisa ditempati
lantaran rawan ambruk.

Kondisi
ini mengakibatkan para siswa harus berbagi ruang kelas. Mereka terpaksa belajar
dengan menempati satu ruangan yang disekat kain. Masing-masing bagian ditempati
kelas yang berbeda. Bahkan, ada yang menggunakan ruang perpustakaan sebagai
kelas darurat. Padahal, kondisinya tidak standar. Selain sempit, keadaannya
juga cukup pengap.

Jumlah
keseluruhan siswa di SDN Selodakon 03 sebanyak 145 siswa. Mereka terbagi
menjadi enam rombongan belajar (rombel). Mulai dari kelas 1 hingga kelas 6,
masing-masing cuma satu rombel. Namun, pascainsiden ambruknya salah satu ruang
kelas itu, pihak sekolah harus menata ulang. Ini agar para siswa tetap bisa
mengikuti KBM dengan baik.

Pantauan Jawa
Pos Radar Jember, Rabu (15/1), siswa kelas 1 yang jumlahnya 20 anak dan kelas 2
yang jumlahnya 27 siswa menempati satu ruangan. Oleh guru, ruang kelas itu
disekat menggunakan kain, mirip pemisahan jamaah laki-laki dan perempuan ketika
salat di musala.

Sementara
itu, kelas 3 dan kelas 4 yang total jumlah siswanya 48 anak juga menempati satu
ruang kelas. Namun, tak ada sekat apa pun. Mereka membaur jadi satu ruangan.
Hanya saja, untuk membedakan bahwa di satu ruangan itu ada dua rombel, pihak
sekolah memasang dua papan tulis di depan kelas. Masing-masing papan menjadi
sarana belajar siswa di rombel berbeda. Jadi, setiap jam pelajaran dimulai, ada
dua guru yang mengajar di satu ruangan dengan materi yang berlainan.

Baca Juga :  Resmi Dilarang, FPI: Ganti Nama hingga Gugat ke PTUN

Informasinya,
semula ruangan yang ditempati siswa kelas 3 dan kelas 4 itu juga disekat
menggunakan kain milik tenda yang biasa digunakan kegiatan Pramuka. Tapi
setelah Pramuka mengikuti acara belum lama ini, kain itu dipakai untuk
kegiatan. Sehingga, ruang kelas tersebut tak lagi memakai pemisah.

Kondisi
ini berdampak terhadap para siswa saat mengikuti KBM. Mereka menjadi tidak
fokus saat belajar. Konsentrasi mereka terganggu akibat suara dari siswa lain
yang mengikuti pelajaran berbeda meski di ruangan yang sama.

Sementara
itu, siswa kelas V yang berjumlah 28 anak menempati ruang kelas yang kondisinya
sudah tak layak. Sedangkan siswa kelas 6 yang berjumlah 22 anak menggunakan
ruangan perpustakaan.

Uswatun
Hasanah, salah seorang guru di sekolah tersebut, mengaku tidak nyaman saat
menyampaikan pelajaran di satu ruang kelas yang disekat. Terlebih, dirinya
mengajar di kelas 1 yang siswanya masih memerlukan perhatian ekstra. Sebab,
ketika ada siswa kelas 2 yang berbicara, siswa kelas 1 juga ikutan bersuara
menirukan pembicaraan kakak kelasnya.

“Jadi,
suara saya juga harus dilantangkan. Sebab, kalau menerangkan dengan suara
pelan, siswa tidak akan mendengar lantaran ada suara siswa kelas lain,”
ujarnya. Karena itu, untuk menyiasati kondisi itu, dirinya harus bergantian
dengan guru kelas 2. Semisal saat kelas 1 menerima pelajaran, siswa kelas 2
diminta diam. Sebaliknya, ketika guru kelas 2 menyampaikan materi, dirinya
meminta anak-anak menggambar. “Sehingga, tidak sampai mengganggu siswa kelas
lain,” imbuhnya.

Baca Juga :  Tegas, Kejagung Ingin CPNS Normal, Bukan LGBT!

Budiono,
guru kelas 5, mengatakan bahwa kondisi yang tak kalah memprihatinkan juga
dialami siswa kelas 5. Itu karena, kondisi ruang kelas mereka cukup
mengkhawatirkan dan rawan ambruk. Sebab, bagian atapnya sudah mulai turun.
Beruntung, kata dia, belakangan ini tidak setiap hari turun hujan. Sehingga,
siswa yang mengikuti KBM di kelasnya masih agak nyaman karena tidak kebocoran.

Rencananya,
dia mengungkapkan, kalau setiap hari turun hujan, para siswa akan diboyong ke
madrasah ibtidaiyah (MI) yang lokasinya tak jauh dari sekolah. Mereka akan
menumpang belajar untuk sementara waktu di MI itu. “Karena kalau hujan khawatir
ambruk. Ini dilakukan agar tidak sampai terjadi apa-apa dengan siswa,”
tuturnya.

Dia
pun berharap, ruang kelas yang ambruk serta dua ruangan lain yang sudah lama
dikosongi ini mendapat perhatian dari Dinas Pendidikan Jember agar segera
diperbaiki. “Kasihan saja sama siswa, karena belajarnya di tempat darurat dan
memprihatinkan,” pungkas Budiono.(jpc/kpg/CTK)

AMBRUKNYA
ruang kelas 5 SDN Selodakon 03, Kecamatan Tanggul, medio Desember lalu,
berdampak pada kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah setempat. Karena
insiden itu, tiga ruang kelas lain kena imbas. Akibatnya, tak bisa ditempati
lantaran rawan ambruk.

Kondisi
ini mengakibatkan para siswa harus berbagi ruang kelas. Mereka terpaksa belajar
dengan menempati satu ruangan yang disekat kain. Masing-masing bagian ditempati
kelas yang berbeda. Bahkan, ada yang menggunakan ruang perpustakaan sebagai
kelas darurat. Padahal, kondisinya tidak standar. Selain sempit, keadaannya
juga cukup pengap.

Jumlah
keseluruhan siswa di SDN Selodakon 03 sebanyak 145 siswa. Mereka terbagi
menjadi enam rombongan belajar (rombel). Mulai dari kelas 1 hingga kelas 6,
masing-masing cuma satu rombel. Namun, pascainsiden ambruknya salah satu ruang
kelas itu, pihak sekolah harus menata ulang. Ini agar para siswa tetap bisa
mengikuti KBM dengan baik.

Pantauan Jawa
Pos Radar Jember, Rabu (15/1), siswa kelas 1 yang jumlahnya 20 anak dan kelas 2
yang jumlahnya 27 siswa menempati satu ruangan. Oleh guru, ruang kelas itu
disekat menggunakan kain, mirip pemisahan jamaah laki-laki dan perempuan ketika
salat di musala.

Sementara
itu, kelas 3 dan kelas 4 yang total jumlah siswanya 48 anak juga menempati satu
ruang kelas. Namun, tak ada sekat apa pun. Mereka membaur jadi satu ruangan.
Hanya saja, untuk membedakan bahwa di satu ruangan itu ada dua rombel, pihak
sekolah memasang dua papan tulis di depan kelas. Masing-masing papan menjadi
sarana belajar siswa di rombel berbeda. Jadi, setiap jam pelajaran dimulai, ada
dua guru yang mengajar di satu ruangan dengan materi yang berlainan.

Baca Juga :  Resmi Dilarang, FPI: Ganti Nama hingga Gugat ke PTUN

Informasinya,
semula ruangan yang ditempati siswa kelas 3 dan kelas 4 itu juga disekat
menggunakan kain milik tenda yang biasa digunakan kegiatan Pramuka. Tapi
setelah Pramuka mengikuti acara belum lama ini, kain itu dipakai untuk
kegiatan. Sehingga, ruang kelas tersebut tak lagi memakai pemisah.

Kondisi
ini berdampak terhadap para siswa saat mengikuti KBM. Mereka menjadi tidak
fokus saat belajar. Konsentrasi mereka terganggu akibat suara dari siswa lain
yang mengikuti pelajaran berbeda meski di ruangan yang sama.

Sementara
itu, siswa kelas V yang berjumlah 28 anak menempati ruang kelas yang kondisinya
sudah tak layak. Sedangkan siswa kelas 6 yang berjumlah 22 anak menggunakan
ruangan perpustakaan.

Uswatun
Hasanah, salah seorang guru di sekolah tersebut, mengaku tidak nyaman saat
menyampaikan pelajaran di satu ruang kelas yang disekat. Terlebih, dirinya
mengajar di kelas 1 yang siswanya masih memerlukan perhatian ekstra. Sebab,
ketika ada siswa kelas 2 yang berbicara, siswa kelas 1 juga ikutan bersuara
menirukan pembicaraan kakak kelasnya.

“Jadi,
suara saya juga harus dilantangkan. Sebab, kalau menerangkan dengan suara
pelan, siswa tidak akan mendengar lantaran ada suara siswa kelas lain,”
ujarnya. Karena itu, untuk menyiasati kondisi itu, dirinya harus bergantian
dengan guru kelas 2. Semisal saat kelas 1 menerima pelajaran, siswa kelas 2
diminta diam. Sebaliknya, ketika guru kelas 2 menyampaikan materi, dirinya
meminta anak-anak menggambar. “Sehingga, tidak sampai mengganggu siswa kelas
lain,” imbuhnya.

Baca Juga :  Tegas, Kejagung Ingin CPNS Normal, Bukan LGBT!

Budiono,
guru kelas 5, mengatakan bahwa kondisi yang tak kalah memprihatinkan juga
dialami siswa kelas 5. Itu karena, kondisi ruang kelas mereka cukup
mengkhawatirkan dan rawan ambruk. Sebab, bagian atapnya sudah mulai turun.
Beruntung, kata dia, belakangan ini tidak setiap hari turun hujan. Sehingga,
siswa yang mengikuti KBM di kelasnya masih agak nyaman karena tidak kebocoran.

Rencananya,
dia mengungkapkan, kalau setiap hari turun hujan, para siswa akan diboyong ke
madrasah ibtidaiyah (MI) yang lokasinya tak jauh dari sekolah. Mereka akan
menumpang belajar untuk sementara waktu di MI itu. “Karena kalau hujan khawatir
ambruk. Ini dilakukan agar tidak sampai terjadi apa-apa dengan siswa,”
tuturnya.

Dia
pun berharap, ruang kelas yang ambruk serta dua ruangan lain yang sudah lama
dikosongi ini mendapat perhatian dari Dinas Pendidikan Jember agar segera
diperbaiki. “Kasihan saja sama siswa, karena belajarnya di tempat darurat dan
memprihatinkan,” pungkas Budiono.(jpc/kpg/CTK)

Terpopuler

Artikel Terbaru