27.5 C
Jakarta
Tuesday, April 23, 2024

Tegas, Kejagung Ingin CPNS Normal, Bukan LGBT!

JAKARTA – Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum punya dasar hukum
dalam membuat kebijakan. Salah satunya menolak Lesbian, Gay, Biseksual, dan
Transgender (LGBT) menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di institusi
tersebut.

“Sebagai salah satu lembaga
hukum, Kejaksaan Agung pasti sangat memahami dasar hukum terhadap penolakan
LGBT jadi PNS/ASN,” kata Anggota Komisi II DPR Sodik Mudjahid di gedung
parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11).

Menurut dia, dasarnya hukumnya
berbagai macam. Hingga pada nilai-nilai dan semangat UUD 1945 serta Pancasila.
Hal itu harus menjadi pedoman dan pegangan lembaga negara dalam penerimaan
CPNS.

Sodik menjelaskan, dalam negara
Pancasila, LGBT bisa mendapat semua hak warga negara Indonesia. Namun satu
satunya hak yang tidak diperoleh adalah hak untuk mengekspose dan mengembangkan
perilakunya bersama masyarakat umum. “Karena hal tersebut tidak sesuai dan
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Khususnya sila Ketuhanan yang maha
Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab,” imbuhnya.

Politisi Partai Gerindra itu
memaparkan, semua warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban. Salah
satu kewajiban dasar kaum LGBT adalah menghormati dan mengikuti hukum serta
nilai tertinggi di Indonesia. Yakni nilai nilai dan norma Pancasila.

Baca Juga :  Menko Nilai 'Gage' Percuma, Mayoritas Penularan dari Transportasi Umum

Seperti diketahui, Kejaksaan
Agung ingin fokus menyeleksi CPNS 2019. Korps Adhyaksa ini menghendaki peserta
CPNS yang normal. “Kami ingin yang normal-normal dan wajar-wajar saja. Kami
tidak mau yang aneh-aneh. Supaya tidak ada yang begitulah,” kata Kapuspen
Kejaksaan Agung, Mukri.

Hal senada disampaikan Sekretaris
Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi. Dia mendukung upaya Kejaksaan Agung melarang
pelamar LGBT sebagai CPNS. “Fraksi PPP mendukung penuh rencana Kejagung
melarang CPNS yang memiliki orientasi seksual menyimpang seperti LGBT,” tegas
Baidowi.

Kebijakan Kejagung tersebut harus
dimaknai sebagai niatan menjaga Aparatur Sipil Negara (ASN) agar tidak
terjangkiti virus LGBT yang bisa mengancam generasi mendatang. Menurutnya,
Indonesia merupakan negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. “Agama memiliki
ajaran dari Tuhan yang wajib diikuti oleh para pemeluknya. Islam merupakan
agama terbesar di Indonesia dan Islam melarang LGBT,” paparnya. Dia menilai
penerapan ketentuan larangan LGBT bagi CPNS Kejagung layak diterapkan di semua
instansi pemerintahan di Indonesia.

Baca Juga :  ngin Jadi Laboraturium Kaum Milenial, DRI Luncurkan RRK

Terpisah, Direktur Eksekutif
Amnesty International Indonesia, Usman Hamid meminta persyaratan yang dianggap
diskriminatif dalam seleksi penerimaan CPNS agar dicabut. Kebijakan tersebut,
dinilai mengecewakan. Karena persyaratan-persyaratan temuan Amnesty
Internasional tidak memberikan hak yang sama bagi warga negara serta tidak
merujuk pada kompetensi pelamar. “Indonesia seharusnya merekrut kandidat
terbaik untuk menjadi pegawai negeri sipil. Bukan menerapkan persyaratan yang mengandung
kebencian terhadap kelompok tertentu dan tidak berdasar,” terang Usman.

Beberapa temuan Amnesty
Internasional, yaitu di laman situs perekrutan CPNS Kejaksaan Agung
(rekrutmen.kejaksaan.go.id) menyatakan kandidat tidak boleh memiliki “kelainan
orientasi seksual” dan “kelainan perilaku (transgender)”. Ombudsman, lanjut
Usman, sudah mengkritik kebijakan-kebijakan yang diskriminatif tersebut. Dia
mendesak kementerian atau lembaga untuk segera mencabutnya. (rh/fin/kpc)

JAKARTA – Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum punya dasar hukum
dalam membuat kebijakan. Salah satunya menolak Lesbian, Gay, Biseksual, dan
Transgender (LGBT) menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di institusi
tersebut.

“Sebagai salah satu lembaga
hukum, Kejaksaan Agung pasti sangat memahami dasar hukum terhadap penolakan
LGBT jadi PNS/ASN,” kata Anggota Komisi II DPR Sodik Mudjahid di gedung
parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11).

Menurut dia, dasarnya hukumnya
berbagai macam. Hingga pada nilai-nilai dan semangat UUD 1945 serta Pancasila.
Hal itu harus menjadi pedoman dan pegangan lembaga negara dalam penerimaan
CPNS.

Sodik menjelaskan, dalam negara
Pancasila, LGBT bisa mendapat semua hak warga negara Indonesia. Namun satu
satunya hak yang tidak diperoleh adalah hak untuk mengekspose dan mengembangkan
perilakunya bersama masyarakat umum. “Karena hal tersebut tidak sesuai dan
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Khususnya sila Ketuhanan yang maha
Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab,” imbuhnya.

Politisi Partai Gerindra itu
memaparkan, semua warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban. Salah
satu kewajiban dasar kaum LGBT adalah menghormati dan mengikuti hukum serta
nilai tertinggi di Indonesia. Yakni nilai nilai dan norma Pancasila.

Baca Juga :  Menko Nilai 'Gage' Percuma, Mayoritas Penularan dari Transportasi Umum

Seperti diketahui, Kejaksaan
Agung ingin fokus menyeleksi CPNS 2019. Korps Adhyaksa ini menghendaki peserta
CPNS yang normal. “Kami ingin yang normal-normal dan wajar-wajar saja. Kami
tidak mau yang aneh-aneh. Supaya tidak ada yang begitulah,” kata Kapuspen
Kejaksaan Agung, Mukri.

Hal senada disampaikan Sekretaris
Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi. Dia mendukung upaya Kejaksaan Agung melarang
pelamar LGBT sebagai CPNS. “Fraksi PPP mendukung penuh rencana Kejagung
melarang CPNS yang memiliki orientasi seksual menyimpang seperti LGBT,” tegas
Baidowi.

Kebijakan Kejagung tersebut harus
dimaknai sebagai niatan menjaga Aparatur Sipil Negara (ASN) agar tidak
terjangkiti virus LGBT yang bisa mengancam generasi mendatang. Menurutnya,
Indonesia merupakan negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. “Agama memiliki
ajaran dari Tuhan yang wajib diikuti oleh para pemeluknya. Islam merupakan
agama terbesar di Indonesia dan Islam melarang LGBT,” paparnya. Dia menilai
penerapan ketentuan larangan LGBT bagi CPNS Kejagung layak diterapkan di semua
instansi pemerintahan di Indonesia.

Baca Juga :  ngin Jadi Laboraturium Kaum Milenial, DRI Luncurkan RRK

Terpisah, Direktur Eksekutif
Amnesty International Indonesia, Usman Hamid meminta persyaratan yang dianggap
diskriminatif dalam seleksi penerimaan CPNS agar dicabut. Kebijakan tersebut,
dinilai mengecewakan. Karena persyaratan-persyaratan temuan Amnesty
Internasional tidak memberikan hak yang sama bagi warga negara serta tidak
merujuk pada kompetensi pelamar. “Indonesia seharusnya merekrut kandidat
terbaik untuk menjadi pegawai negeri sipil. Bukan menerapkan persyaratan yang mengandung
kebencian terhadap kelompok tertentu dan tidak berdasar,” terang Usman.

Beberapa temuan Amnesty
Internasional, yaitu di laman situs perekrutan CPNS Kejaksaan Agung
(rekrutmen.kejaksaan.go.id) menyatakan kandidat tidak boleh memiliki “kelainan
orientasi seksual” dan “kelainan perilaku (transgender)”. Ombudsman, lanjut
Usman, sudah mengkritik kebijakan-kebijakan yang diskriminatif tersebut. Dia
mendesak kementerian atau lembaga untuk segera mencabutnya. (rh/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru