26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

KPK Pasrah Eks Koruptor Ikut Pilkada

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasrah terkait aturan
mantan terpidana korupsi atau bekas koruptor mencalonkan diri sebagai calon
kepala daerah dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Peraturan Komisi
Pemilihan Umum (PKPU) teranyar memperbolehkan mantan koruptor ikut Pilkada.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang
mulanya mempertanyakan kandidat yang lebih baik ketimbang mantan koruptor. Saut
menyebut, KPK tak bisa menentang hal tersebut lantaran dasar hukum pencalonan
eks narapidana koruptor dalam pilkada telah dikeluarkan.

“Apa memang enggak ada yang lain
lagi? Tapi, karena memang aturannya begitu, siapa pun boleh masuk (ikut Pilkada
2020), silakan saja. Siapa saja boleh menilai,” kata Saut di Jakarta, Minggu
(8/12).

Ia pun mengajak masyarakat untuk
menghormati aturan tersebut. Meski, hal ini telah mengundang polemik di tengah
masyarakat.

Kendati demikian, Saut
mengingatkan agar partai politik (parpol) menjunjung Sistem Integritas Partai
Politik (SIPP) ketika merekrut kader-kader baru ataupun dalam proses
kaderisasi. Karena, menurutnya, pedoman tersebut setidaknya dapat meningkatkan
integritas para kader parpol.

“Kalau ditanya bagaimana politik
cerdas berintegritas itu adalah orang (kader) yang memang track record-nya
jelas. Itu saja kadang-kadang terjadi sesuatu. Apalagi yang tidak jelas,”
tandas Saut.

Baca Juga :  Terbaru! Kini Total 4 Orang Positif Corona di Indonesia

Aturan pencalonan mantan koruptor
dalam Pilkada 2020 tertuang dalam PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan
Kedua atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali
Kota. PKPU ini telah ditetapkan pada 2 Desember 2019 lalu.

Pasal 4 PKPU 18/2019 mengatur
tentang syarat warga negara Indonesia (WNI) untuk maju sebagai calon Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali
Kota. Dari 24 ketentuan yang dijabarkan, tidak ada larangan bagi mantan
terpidana korupsi.

Larangan bagi mantan terpidana
khususnya tertuang dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf h PKPU 18/2019. Di sana, hanya
tercantum larangan bagi bekas terpidana bandar narkoba dan eks terpidana
kejahatan seksual terhadap anak.

Kendati mengakomodir mantan
koruptor untuk maju sebagai calon kepala daerah, KPU menyisipkan instrumen agar
partai politik tak mengutamakan bekas terpidana korupsi untuk maju dalam
Pilkada. Imbauan tersebut tertuang dalam Pasal 3A Ayat 3 dan 4.

Baca Juga :  Hari Ini Rekor Kedatangan Jamaah di Makkah

Koordinator Divisi Korupsi
Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menganggap keputusan KPU
menerbitkan PKPU 18/2019 telalu terburu-buru. Pasalnya, kata dia, Mahkamah
Konstitusi (MK) bakal mengeluarkan keputusan tentang boleh atau tidaknya eks koruptor
mencalonkan diri pada Pilkada 2020 pada Rabu (11/12).

“KPU terburu-buru menurut saya.
Soalnya Rabu depan merupakan keputusan Mahkamah Konstitusi tentang boleh atau
tidaknya mantan terpidana korupsi menjadi calon kepada daerah,” kata Donal.

Donal menilai, KPU terbawa oleh
penolakan DPR terkait aturan mantan koruptor yang dilarang mencalonkan diri di
pilkada. Sehingga, menurutnya, KPU terkesan mengalah dan menerbitkan PKPU
tersebut.

Donal menambahkan, dukungan
politik yang minim itu membuat KPU akhirnya menyerah. Apalagi, kata dia,
larangan eks koruptor mencalonkan diri di pilkada juga ditentang oleh Bawaslu
yang merupakan kolega KPU.

“Mereka belajar dari pengalaman
pelarangan caleg mantan napi yang justru ditentang keras oleh Bawaslu,” jelas
Donal. (riz/gw/fin/kpc)

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasrah terkait aturan
mantan terpidana korupsi atau bekas koruptor mencalonkan diri sebagai calon
kepala daerah dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Peraturan Komisi
Pemilihan Umum (PKPU) teranyar memperbolehkan mantan koruptor ikut Pilkada.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang
mulanya mempertanyakan kandidat yang lebih baik ketimbang mantan koruptor. Saut
menyebut, KPK tak bisa menentang hal tersebut lantaran dasar hukum pencalonan
eks narapidana koruptor dalam pilkada telah dikeluarkan.

“Apa memang enggak ada yang lain
lagi? Tapi, karena memang aturannya begitu, siapa pun boleh masuk (ikut Pilkada
2020), silakan saja. Siapa saja boleh menilai,” kata Saut di Jakarta, Minggu
(8/12).

Ia pun mengajak masyarakat untuk
menghormati aturan tersebut. Meski, hal ini telah mengundang polemik di tengah
masyarakat.

Kendati demikian, Saut
mengingatkan agar partai politik (parpol) menjunjung Sistem Integritas Partai
Politik (SIPP) ketika merekrut kader-kader baru ataupun dalam proses
kaderisasi. Karena, menurutnya, pedoman tersebut setidaknya dapat meningkatkan
integritas para kader parpol.

“Kalau ditanya bagaimana politik
cerdas berintegritas itu adalah orang (kader) yang memang track record-nya
jelas. Itu saja kadang-kadang terjadi sesuatu. Apalagi yang tidak jelas,”
tandas Saut.

Baca Juga :  Terbaru! Kini Total 4 Orang Positif Corona di Indonesia

Aturan pencalonan mantan koruptor
dalam Pilkada 2020 tertuang dalam PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan
Kedua atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali
Kota. PKPU ini telah ditetapkan pada 2 Desember 2019 lalu.

Pasal 4 PKPU 18/2019 mengatur
tentang syarat warga negara Indonesia (WNI) untuk maju sebagai calon Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali
Kota. Dari 24 ketentuan yang dijabarkan, tidak ada larangan bagi mantan
terpidana korupsi.

Larangan bagi mantan terpidana
khususnya tertuang dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf h PKPU 18/2019. Di sana, hanya
tercantum larangan bagi bekas terpidana bandar narkoba dan eks terpidana
kejahatan seksual terhadap anak.

Kendati mengakomodir mantan
koruptor untuk maju sebagai calon kepala daerah, KPU menyisipkan instrumen agar
partai politik tak mengutamakan bekas terpidana korupsi untuk maju dalam
Pilkada. Imbauan tersebut tertuang dalam Pasal 3A Ayat 3 dan 4.

Baca Juga :  Hari Ini Rekor Kedatangan Jamaah di Makkah

Koordinator Divisi Korupsi
Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menganggap keputusan KPU
menerbitkan PKPU 18/2019 telalu terburu-buru. Pasalnya, kata dia, Mahkamah
Konstitusi (MK) bakal mengeluarkan keputusan tentang boleh atau tidaknya eks koruptor
mencalonkan diri pada Pilkada 2020 pada Rabu (11/12).

“KPU terburu-buru menurut saya.
Soalnya Rabu depan merupakan keputusan Mahkamah Konstitusi tentang boleh atau
tidaknya mantan terpidana korupsi menjadi calon kepada daerah,” kata Donal.

Donal menilai, KPU terbawa oleh
penolakan DPR terkait aturan mantan koruptor yang dilarang mencalonkan diri di
pilkada. Sehingga, menurutnya, KPU terkesan mengalah dan menerbitkan PKPU
tersebut.

Donal menambahkan, dukungan
politik yang minim itu membuat KPU akhirnya menyerah. Apalagi, kata dia,
larangan eks koruptor mencalonkan diri di pilkada juga ditentang oleh Bawaslu
yang merupakan kolega KPU.

“Mereka belajar dari pengalaman
pelarangan caleg mantan napi yang justru ditentang keras oleh Bawaslu,” jelas
Donal. (riz/gw/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru