30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Mukhtarudin: Kita Tunggu Opsi Final Pemerintah Soal Penyelesaian Jiwas

HINGGA saat ini, Pemerintah belum menyerahkan kembali
kepada DPR opsi-opsi apa saja yang akan dilakukan dalam rangka menyelesaikan persoalan
Jiwasraya. Pasalnya, keputusan terkait terkait kasus tersebut, khususnya r
encana
Pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN untuk mengganti kerugian yang dialami
nasabah di akhir bulan Maret masih harus mendapat DPR (Panja Jiwasraya).

“Saat rapat panja Jiwasraya beberapa waktu lalu kan tertutup. Saat itu pemerintah mengajukan dua opsi. Dari dua opsi yang
diajukan itu, kita (DPR) belum bisa menerima dan kita kembalikan lagi opsi-opsi
itu untuk dikoordinasikan lebih rinci lagi di internal pemerintah. Jadi kalau
soal restu DPR, kita sifatnya menunggu opsi final dari KemenBUMN,” ungkap
Anggota Komisi VI DPR RI Mukhtaarudin
saat dihubungi di Jakarta, Minggu (9/2/2020).

Baca Juga :  Hari Kemerdekaan, IDI Kenakan Pita Hitam Sebulan Penuh

Meski demikian, menurut Mukhtarudin,
dari dua opsi yang diajukan Kementerian
BUMN, pihaknya (Panja
Jiwasraya) melihat skema yang disampaikan cukup solutif. “Dua
opsi itu rasional dan menurut pandangan kita tidak melanggar UU Asuransi. Tetapi Panja juga mengingatkan agar opsi itu jangan sampai membebani APBN,” ujarnya.

Karena itu, imbuh dia, Panja menyarakan agar Pemerintah menyiapkan opsi
lain dengan
skema B to B (business to business).

Seperti diketahui, beberapa waktu
lalu pemerintah menjanjikan pembayaran klaim jatuh tempo mulai akhir Maret
2020. Namun hal itu belum bisa dilaksanakan, karena harus menuggu persetujuan DPR
dalam hal ini Panja Jiwasraya (Komisi VI dan XI khususnya).

“Sebenarnya dalam konteks ini, baik Pemerintah maupun DPR sama-sama
punya keinginan untuk secepatnya mengganti segala kerugian yang dialami para
nasabah Jiwasraya. Baik yang 5 juta nasabah biasa, maupun yang
17 ribuan nasabah JS Saving Plan. Karena
itu,
Panja juga memberikan
limit waktu  paling lama pertengahan
Maret nanti sudah ada opsi
final dari Pemerintah,” ujarnya.

Baca Juga :  Tingkatkan Hubungan Bilateral, Komite I DPD RI Kunjungi Parlemen Rusia

Sesuai Pasal 15 UU No 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, menegaskan bahwa PSP (Pemegang
Saham Pengendali) bertanggung jawab jika perusahaan asuransi mengalami
kerugian. Dan pada Jiwasraya, PSP-nya adalah pemerintah.

“Oleh karena itu, maka pemerintah yang harus bertanggung
jawab. Saat ini (pemerintah-meneg BUMN) dan DPR (panja VI dan XI), sedang dalam
proses membahas opsi yang tidak membebani keuangan negara,” pungkasnya. (nto)

HINGGA saat ini, Pemerintah belum menyerahkan kembali
kepada DPR opsi-opsi apa saja yang akan dilakukan dalam rangka menyelesaikan persoalan
Jiwasraya. Pasalnya, keputusan terkait terkait kasus tersebut, khususnya r
encana
Pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN untuk mengganti kerugian yang dialami
nasabah di akhir bulan Maret masih harus mendapat DPR (Panja Jiwasraya).

“Saat rapat panja Jiwasraya beberapa waktu lalu kan tertutup. Saat itu pemerintah mengajukan dua opsi. Dari dua opsi yang
diajukan itu, kita (DPR) belum bisa menerima dan kita kembalikan lagi opsi-opsi
itu untuk dikoordinasikan lebih rinci lagi di internal pemerintah. Jadi kalau
soal restu DPR, kita sifatnya menunggu opsi final dari KemenBUMN,” ungkap
Anggota Komisi VI DPR RI Mukhtaarudin
saat dihubungi di Jakarta, Minggu (9/2/2020).

Baca Juga :  Hari Kemerdekaan, IDI Kenakan Pita Hitam Sebulan Penuh

Meski demikian, menurut Mukhtarudin,
dari dua opsi yang diajukan Kementerian
BUMN, pihaknya (Panja
Jiwasraya) melihat skema yang disampaikan cukup solutif. “Dua
opsi itu rasional dan menurut pandangan kita tidak melanggar UU Asuransi. Tetapi Panja juga mengingatkan agar opsi itu jangan sampai membebani APBN,” ujarnya.

Karena itu, imbuh dia, Panja menyarakan agar Pemerintah menyiapkan opsi
lain dengan
skema B to B (business to business).

Seperti diketahui, beberapa waktu
lalu pemerintah menjanjikan pembayaran klaim jatuh tempo mulai akhir Maret
2020. Namun hal itu belum bisa dilaksanakan, karena harus menuggu persetujuan DPR
dalam hal ini Panja Jiwasraya (Komisi VI dan XI khususnya).

“Sebenarnya dalam konteks ini, baik Pemerintah maupun DPR sama-sama
punya keinginan untuk secepatnya mengganti segala kerugian yang dialami para
nasabah Jiwasraya. Baik yang 5 juta nasabah biasa, maupun yang
17 ribuan nasabah JS Saving Plan. Karena
itu,
Panja juga memberikan
limit waktu  paling lama pertengahan
Maret nanti sudah ada opsi
final dari Pemerintah,” ujarnya.

Baca Juga :  Tingkatkan Hubungan Bilateral, Komite I DPD RI Kunjungi Parlemen Rusia

Sesuai Pasal 15 UU No 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, menegaskan bahwa PSP (Pemegang
Saham Pengendali) bertanggung jawab jika perusahaan asuransi mengalami
kerugian. Dan pada Jiwasraya, PSP-nya adalah pemerintah.

“Oleh karena itu, maka pemerintah yang harus bertanggung
jawab. Saat ini (pemerintah-meneg BUMN) dan DPR (panja VI dan XI), sedang dalam
proses membahas opsi yang tidak membebani keuangan negara,” pungkasnya. (nto)

Terpopuler

Artikel Terbaru