26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Polemik Investasi Miras, Kiai Marsudi : Yang Dosa yang Meloloskan

JAKARTA – Ketua Pengur-us Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud menyatakan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang
Bidang Usaha Penanaman Modal yang juga mengatur investasi industri minuman
keras (miras).

Menurut Marsudi, gubernur wilayah lain di
luar empat provinsi (Bali, NTT, Sulut, Papua) yang ditetapkan dalam Perpres
Nomor 10 Tahun 2021, juga berpeluang mengajukan izin investasi industri miras
di wilayahnya. Karena hal itu dimungkinkan jika diusulkan oleh mereka. “Ya
enggak usah diandai-andai, wong kalau gubernurnya ingin saja, itu sudah jadi.
Kan sudah terbuka izinnya dari daftar negatif investasi menjadi dibolehkan.
Jadi mudah saja meski bukan di empat wilayah itu,” katanya dalam YouTube
TvOne, Senin (1/3).

Nahdlatul Ulama (NU) tetap pada pendirian
menolak Perpres ini. Bahkan penolakan soal legalisasi miras ini telah
disampaikan jauh sebelumnya yaitu pada 2013 ketika DPR menyusun UU soal Miras.

Baca Juga :  Muhammadiyah Tolak PMA yang Mengatur Majelis Taklim

“Sejak 2013 sudah kami sampaikan,
sekarang juga kami sampaikan, tetapi itu tidak didengarkan. Saya yakin
pengambil kebijakan mengerti dan paham tentang sikap-sikap ini,”
lanjutnya. Marsudi Syuhud yang juga Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
(MUI) menyatakan PBNU akan terus menyampaikan sikap ini kepada pengambil
kebijakan.

Manfaat ekonomi yang dijadikan dasar
pemerintah tidak sebesar mudaratnya kepada umat.   “Nanti kalau masyarakat sudah mabuk
semua, akan terasa dampaknya, lha sekarang saja polisi pada bingung menegakkan
hukumnya ketika mereka (pengonsumsi miras, red) ngumpet-ngumpet minum minuman
keras. Miras ini sumber dari kejahatan-kejahatan lainnya,” tegasnya.

PBNU juga mempersoalkan masalah perdagangan
eceran miras atau alkohol yang diatur dalam jaringan distribusi.

Ini menunjukkan bahwa pedagang kaki lima
boleh menjual miras jika tempatnya khusus. 
“Ini saya ajak membayangkan, tangan kanannya bawa ember jual barang
halal ada air mineral, soft drink. Lha karena ini yang penting tempatnya beda
maka tangan kirinya bisa bawa ember isinya miras. itu kira-kira apa yang akan
terjadi nantinya?,” cetus Kiai Marsudi Suhud. Hal itu juga memicu
keprihatinan banyak kalangan. Bukan hanya kiai-kiai di Majelis Ulama Indonesia
(MUI) tetapi para kiai dan ustaz NU di berbagai wilayah Indonesia.

Baca Juga :  Langgar Larangan Mudik, Wajib Karantina Biaya Sendiri

“Semua kiai di
MUI, di pojokan mana saja, di kampung terpencil mana pun, kalau ditanya soal miras
ya jawabannya tetap sama (menolak),” ujarnya.  Ditegaskannya kembali, pada 2013 PBNU sudah
mengkritisi saat DPR menyusun undang-undang soal miras. Makanya PBNU heran kok
muncul Pepres ini. “Nah itu nanti anak cucunya DPR sekarang, ketika sudah
tidur di emperan jalan karena pada mabuk, itu baru terasa. Ini yang dosa nanti
yang meloloskan ini,” tegasnya. 

JAKARTA – Ketua Pengur-us Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud menyatakan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang
Bidang Usaha Penanaman Modal yang juga mengatur investasi industri minuman
keras (miras).

Menurut Marsudi, gubernur wilayah lain di
luar empat provinsi (Bali, NTT, Sulut, Papua) yang ditetapkan dalam Perpres
Nomor 10 Tahun 2021, juga berpeluang mengajukan izin investasi industri miras
di wilayahnya. Karena hal itu dimungkinkan jika diusulkan oleh mereka. “Ya
enggak usah diandai-andai, wong kalau gubernurnya ingin saja, itu sudah jadi.
Kan sudah terbuka izinnya dari daftar negatif investasi menjadi dibolehkan.
Jadi mudah saja meski bukan di empat wilayah itu,” katanya dalam YouTube
TvOne, Senin (1/3).

Nahdlatul Ulama (NU) tetap pada pendirian
menolak Perpres ini. Bahkan penolakan soal legalisasi miras ini telah
disampaikan jauh sebelumnya yaitu pada 2013 ketika DPR menyusun UU soal Miras.

Baca Juga :  Muhammadiyah Tolak PMA yang Mengatur Majelis Taklim

“Sejak 2013 sudah kami sampaikan,
sekarang juga kami sampaikan, tetapi itu tidak didengarkan. Saya yakin
pengambil kebijakan mengerti dan paham tentang sikap-sikap ini,”
lanjutnya. Marsudi Syuhud yang juga Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
(MUI) menyatakan PBNU akan terus menyampaikan sikap ini kepada pengambil
kebijakan.

Manfaat ekonomi yang dijadikan dasar
pemerintah tidak sebesar mudaratnya kepada umat.   “Nanti kalau masyarakat sudah mabuk
semua, akan terasa dampaknya, lha sekarang saja polisi pada bingung menegakkan
hukumnya ketika mereka (pengonsumsi miras, red) ngumpet-ngumpet minum minuman
keras. Miras ini sumber dari kejahatan-kejahatan lainnya,” tegasnya.

PBNU juga mempersoalkan masalah perdagangan
eceran miras atau alkohol yang diatur dalam jaringan distribusi.

Ini menunjukkan bahwa pedagang kaki lima
boleh menjual miras jika tempatnya khusus. 
“Ini saya ajak membayangkan, tangan kanannya bawa ember jual barang
halal ada air mineral, soft drink. Lha karena ini yang penting tempatnya beda
maka tangan kirinya bisa bawa ember isinya miras. itu kira-kira apa yang akan
terjadi nantinya?,” cetus Kiai Marsudi Suhud. Hal itu juga memicu
keprihatinan banyak kalangan. Bukan hanya kiai-kiai di Majelis Ulama Indonesia
(MUI) tetapi para kiai dan ustaz NU di berbagai wilayah Indonesia.

Baca Juga :  Langgar Larangan Mudik, Wajib Karantina Biaya Sendiri

“Semua kiai di
MUI, di pojokan mana saja, di kampung terpencil mana pun, kalau ditanya soal miras
ya jawabannya tetap sama (menolak),” ujarnya.  Ditegaskannya kembali, pada 2013 PBNU sudah
mengkritisi saat DPR menyusun undang-undang soal miras. Makanya PBNU heran kok
muncul Pepres ini. “Nah itu nanti anak cucunya DPR sekarang, ketika sudah
tidur di emperan jalan karena pada mabuk, itu baru terasa. Ini yang dosa nanti
yang meloloskan ini,” tegasnya. 

Terpopuler

Artikel Terbaru