28.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Jokowi Jadi Ketua G20

PROKALTENG.CO-Presiden Jokowi jadi Ketua G20. Ia telah menerima estafet ketua G20 secara simbolis dari Perdana Menteri Italia Mario Draghi di Roma, Italia pada Minggu (31/10/2021).

Ini merupakan yang pertama kalinya Indonesia memegang presidensi G20, forum global yang beranggotakan
negara-negara dengan perekonomian besar di dunia.

Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang rencananya digelar di Bali pada 30-31 Oktober 2022.

“Kami akan menjamu Yang Mulia dan Bapak, Ibu, di ruang terbuka, di hamparan pantai Bali yang indah, yang menginspirasi gagasan-gagasan inovatif untuk produktivitas G-20 ke depan. Sampai bertemu di Indonesia. Terima kasih,” kata Presiden Jokowi, Senin (1/11/2021).

“Saya menerima palu sidang dari PM Italia Mario Draghi pada sesi penutupan KTT G20 Roma, semalam, menandai penyerahan posisi presidensi G20 dari Italia ke Indonesia yang dimulai 1 Desember 2021,” kata Jokowi di akun Twitternya, @jokowi.

“Indonesia merasa terhormat untuk meneruskan presidensi G20 ini,” tambahnya.

Terpilihnya Presiden Jokowi menjadi Ketua G20 mendapat apresiasi dari masyarakat Indonesia, tak terkecuali mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan.

“Presiden Jokowi menjadi ketua G20-nya. Biasanya pandai sekali memperhitungkan dampak kesan yang harus dibangun,” kata Dahlan Iskan dalam tulisannya di Disway.id berjudul ‘Klub 1 Triliun’ pada Senin (1/11).

Dahlan mengusulkan agar KTT G20 di Bali tidak dilaksanakan pada bulan Oktober atau November. Sebab pada bulan itu Bali panas sekali.

Dahlan menyarankan sebaiknya KTT G20 Bali dilaksanakan pada akhir Agustus atau awal September karena suhu di Bali pada bulan itu masih sangat baik. Namun yang terbaik adalah Juli dan Agustus.

Baca Juga :  Aturan Baru, Penumpang Pesawat Tak Perlu PCR

Namun mantan Dirut PLN itu memahami bahwa untuk menggeser jadwal KTT G20 dari bulan Oktober itu tidaklah mudah.

“Saya pernah menjadi anggota panitia pertemuan internasional di Bali. Di bulan Oktober. Tugas saya menjemput dua perdana menteri. Di jam yang berbeda. Panitia lain menjemput tamu yang lain lagi. Saya harus pakai jas lengkap. Di bandara Ngurah Rai. Ampuuun. Ganteng di luar, mendidih di dalam,” kata Dahlan.

“Tapi untuk menyelenggarakan Summit G20, panas itu akan kalah dengan semangat dan bangga. Toh tamu-tamu itu juga pernah merasakan musim panas di negara masing-masing,” tambahnya.

Seberapa penting menjadi tuan rumah/ketua G20?

“Tentu penting sekali. Apalagi Indonesia ingin memperjuangkan kepahlawanan di bidang pengurangan emisi. Sampai-sampai begitu tinggi komitmen Indonesia di bidang itu. Padahal untuk mencapainya benar-benar perlu kerja gila. Harus ada ”roket baru” untuk mencapai angka fantastis itu,” jelas Dahlan.

“Karena itu, KTT G20 di Bali nanti begitu pentingnya. Apalagi kalau Indonesia bisa membuktikan targetnya,” tambahnya.

Perbedaan KTT Nonblok dan KTT G20

Dahlan Iskan mengatakan KTT Nonblok dan KTT G20 berbeda. KTT Nonblok sering dijadikan sebagai forum caci maki di podium internasional.

“KTT G20 tentu beda. Ini KTT-nya orang kaya. Baru boleh hadir saja sudah bangga: berarti sudah kaya. Apalagi bisa jadi tuan rumahnya. Dan jadi ketuanya,” kata Dahlan.

Baca Juga :  Pilkada 2020, Bawaslu Diharapkan Objektif dan Netral

Dahlan pernah merasakan hal itu ketika Indonesia pertama kali diterima menjadi negara anggota G20 pada zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Saya juga pernah menjadi anggota rombongan ke KTT G20. Zaman Presiden SBY. Ketika Indonesia kali pertama diterima sebagai anggota G20,” imbuhnya.

“Kebanggaan waktu itu: kok ternyata Indonesia sudah bisa menjadi negara nomor 16 terbesar di dunia. Kebanggaan lain: Indonesia sudah masuk negara yang GDP-nya di atas USD 1 triliun. Sudah mengalahkan Belanda,” jelasnya.

Menurut Dahlan, G20 bukan ”kelompok di atas USD 1 triliun”. Buktinya, GDP Arab Saudi dan Turki belum 1 triliun. Tapi jadi anggota. Afrika Selatan masih jauh dari 1 triliun. Juga jadi anggota.

Karena itu Spanyol marah-marah. Meski belum 1 triliun, tapi Spanyol itu negara terbesar ke-4 di Eropa. Akhirnya Spanyol diikutkan KTT, tiap tahun, sebagai undangan.

Norwegia juga marah-marah. Kurang maju apa Norwegia. Pendapatan per kapita penduduknya sudah di atas USD 50.000/tahun. Kok tidak bisa diterima. Sampai sekarang Norwegia belum diundang.

“Saya usul, sebagai tuan rumah, Indonesia mengundang Norwegia dan Belanda. Banyak agenda di luar KTT yang bisa dibahas,” kata Dahlan.

“Pun di Bali tahun depan. Pasti banyak agenda penting di luar KTT. Jangan-jangan justru yang di luar KTT itu yang hasilnya lebih banyak,” pungkas Dahlan Iskan.

PROKALTENG.CO-Presiden Jokowi jadi Ketua G20. Ia telah menerima estafet ketua G20 secara simbolis dari Perdana Menteri Italia Mario Draghi di Roma, Italia pada Minggu (31/10/2021).

Ini merupakan yang pertama kalinya Indonesia memegang presidensi G20, forum global yang beranggotakan
negara-negara dengan perekonomian besar di dunia.

Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang rencananya digelar di Bali pada 30-31 Oktober 2022.

“Kami akan menjamu Yang Mulia dan Bapak, Ibu, di ruang terbuka, di hamparan pantai Bali yang indah, yang menginspirasi gagasan-gagasan inovatif untuk produktivitas G-20 ke depan. Sampai bertemu di Indonesia. Terima kasih,” kata Presiden Jokowi, Senin (1/11/2021).

“Saya menerima palu sidang dari PM Italia Mario Draghi pada sesi penutupan KTT G20 Roma, semalam, menandai penyerahan posisi presidensi G20 dari Italia ke Indonesia yang dimulai 1 Desember 2021,” kata Jokowi di akun Twitternya, @jokowi.

“Indonesia merasa terhormat untuk meneruskan presidensi G20 ini,” tambahnya.

Terpilihnya Presiden Jokowi menjadi Ketua G20 mendapat apresiasi dari masyarakat Indonesia, tak terkecuali mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan.

“Presiden Jokowi menjadi ketua G20-nya. Biasanya pandai sekali memperhitungkan dampak kesan yang harus dibangun,” kata Dahlan Iskan dalam tulisannya di Disway.id berjudul ‘Klub 1 Triliun’ pada Senin (1/11).

Dahlan mengusulkan agar KTT G20 di Bali tidak dilaksanakan pada bulan Oktober atau November. Sebab pada bulan itu Bali panas sekali.

Dahlan menyarankan sebaiknya KTT G20 Bali dilaksanakan pada akhir Agustus atau awal September karena suhu di Bali pada bulan itu masih sangat baik. Namun yang terbaik adalah Juli dan Agustus.

Baca Juga :  Aturan Baru, Penumpang Pesawat Tak Perlu PCR

Namun mantan Dirut PLN itu memahami bahwa untuk menggeser jadwal KTT G20 dari bulan Oktober itu tidaklah mudah.

“Saya pernah menjadi anggota panitia pertemuan internasional di Bali. Di bulan Oktober. Tugas saya menjemput dua perdana menteri. Di jam yang berbeda. Panitia lain menjemput tamu yang lain lagi. Saya harus pakai jas lengkap. Di bandara Ngurah Rai. Ampuuun. Ganteng di luar, mendidih di dalam,” kata Dahlan.

“Tapi untuk menyelenggarakan Summit G20, panas itu akan kalah dengan semangat dan bangga. Toh tamu-tamu itu juga pernah merasakan musim panas di negara masing-masing,” tambahnya.

Seberapa penting menjadi tuan rumah/ketua G20?

“Tentu penting sekali. Apalagi Indonesia ingin memperjuangkan kepahlawanan di bidang pengurangan emisi. Sampai-sampai begitu tinggi komitmen Indonesia di bidang itu. Padahal untuk mencapainya benar-benar perlu kerja gila. Harus ada ”roket baru” untuk mencapai angka fantastis itu,” jelas Dahlan.

“Karena itu, KTT G20 di Bali nanti begitu pentingnya. Apalagi kalau Indonesia bisa membuktikan targetnya,” tambahnya.

Perbedaan KTT Nonblok dan KTT G20

Dahlan Iskan mengatakan KTT Nonblok dan KTT G20 berbeda. KTT Nonblok sering dijadikan sebagai forum caci maki di podium internasional.

“KTT G20 tentu beda. Ini KTT-nya orang kaya. Baru boleh hadir saja sudah bangga: berarti sudah kaya. Apalagi bisa jadi tuan rumahnya. Dan jadi ketuanya,” kata Dahlan.

Baca Juga :  Pilkada 2020, Bawaslu Diharapkan Objektif dan Netral

Dahlan pernah merasakan hal itu ketika Indonesia pertama kali diterima menjadi negara anggota G20 pada zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Saya juga pernah menjadi anggota rombongan ke KTT G20. Zaman Presiden SBY. Ketika Indonesia kali pertama diterima sebagai anggota G20,” imbuhnya.

“Kebanggaan waktu itu: kok ternyata Indonesia sudah bisa menjadi negara nomor 16 terbesar di dunia. Kebanggaan lain: Indonesia sudah masuk negara yang GDP-nya di atas USD 1 triliun. Sudah mengalahkan Belanda,” jelasnya.

Menurut Dahlan, G20 bukan ”kelompok di atas USD 1 triliun”. Buktinya, GDP Arab Saudi dan Turki belum 1 triliun. Tapi jadi anggota. Afrika Selatan masih jauh dari 1 triliun. Juga jadi anggota.

Karena itu Spanyol marah-marah. Meski belum 1 triliun, tapi Spanyol itu negara terbesar ke-4 di Eropa. Akhirnya Spanyol diikutkan KTT, tiap tahun, sebagai undangan.

Norwegia juga marah-marah. Kurang maju apa Norwegia. Pendapatan per kapita penduduknya sudah di atas USD 50.000/tahun. Kok tidak bisa diterima. Sampai sekarang Norwegia belum diundang.

“Saya usul, sebagai tuan rumah, Indonesia mengundang Norwegia dan Belanda. Banyak agenda di luar KTT yang bisa dibahas,” kata Dahlan.

“Pun di Bali tahun depan. Pasti banyak agenda penting di luar KTT. Jangan-jangan justru yang di luar KTT itu yang hasilnya lebih banyak,” pungkas Dahlan Iskan.

Terpopuler

Artikel Terbaru