28.4 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Virus Korona Lebih Berbahaya daripada SARS

Kewaspadaan terhadap
merebaknya virus korona harus lebih ditingkatkan. Kemarin (26/1) National
Health Commission (NHC) Tiongkok mengumumkan bahwa 2019-novel coronavirus
(2019-nCoV) lebih berbahaya daripada severe acute respiratory syndrome (SARS).

Sebab, virus tersebut
bisa menyebar bahkan pada saat inkubasi.

Kepala NHC Ma Xiaowei
menyatakan, generasi terbaru virus korona itu berbeda dengan wabah SARS yang
melanda Tiongkok dua dekade lalu. Penderita SARS bisa menularkan wabah setelah
virus melewati tahap inkubasi dua hingga tujuh hari. Artinya, pasien SARS bakal
menunjukkan gejala terlebih dulu sebelum bisa menularkan wabah.

Namun, 2019-nCoV bisa
pindah ke orang lain meski masih dalam tahap inkubasi. Padahal, masa inkubasi
virus tersebut cukup lama, yakni 14 hari. Hal itu membuat otoritas kesulitan
untuk melacak persebaran wabah tersebut. ”Saat ini pengetahuan kami terkait
virus ini masih terbatas. Kami memperkirakan wabah ini masih akan menyebar,”
ujar Ma kepada South China Morning Post.

Hingga kemarin virus
tersebut sudah menewaskan 56 pasien dan menjangkiti 2.070 lainnya di Tiongkok.
Saat ini 1.350 petugas medis beroperasi di lokasi asal virus, yakni Kota Wuhan,
Provinsi Hubei, sambil menunggu seribu personel tambahan. Mereka kewalahan
menangani pasien yang terus berdatangan.

Wakil Kepala NHC Li
Bin mengatakan bahwa pemerintah sudah berusaha melacak persebaran di dalam
negeri. Mereka mengisolasi 13 kota di Provinsi Hubei. Sementara itu, kota
lainnya di Tiongkok memberlakukan status darurat. ”Harapan kami, setidaknya
tindakan ini bisa memperlambat persebaran,” ungkap Li Bin.

Di sisi lain, Presiden
Tiongkok Xi Jinping akhirnya membentuk satgas khusus yang dipimpin Perdana
Menteri Li Keqiang. Mereka sudah menerapkan beberapa kebijakan untuk mencegah
persebaran virus yang lebih parah. Salah satunya, mengeluarkan larangan sementara
terkait binatang liar.

Sebagaimana
diberitakan, virus tersebut diduga berasal dari pasar produk laut Wuhan. Pasar
tersebut juga menjual beberapa satwa liar. Nah, kebijakan yang dibuat itu
mengikuti saran beberapa pakar kesehatan bahwa patogen binatang liar bisa jadi
penyebab virus korona. Itu mengacu pada wabah SARS yang disebabkan kelelawar.
”Larangan ini seharusnya berlaku selamanya sehingga tak ada lagi kemungkinan
wabah tersebar di masa depan,” ujar Christian Walzer, kepala The Wildlife
Conservation Society, kepada Agence France-Presse.

Baca Juga :  Wuhan yang Mencekam saat Awal Munculnya Covid-19, Kini Semakin Ceria

Namun, menurut Ma,
memberikan peringatan bahwa peredaran binatang dibatasi belumlah cukup. Sebab,
penelitian mengatakan bahwa kemungkinan 2019-nCoV berevolusi masih tinggi. ”Ada
beberapa tanda yang menunjukkan virus ini makin mudah menjangkiti manusia,”
terang dia.

Hingga saat ini,
kebanyakan pasien virus korona terbaru ada di rentang usia 40–60 tahun. Namun,
itu bisa berubah jika virus terus bermutasi. ”Wabah biasanya punya siklus
tertentu. Dan, ini masih belum puncaknya,” ungkap Kepala Chinese Centre for
Disease Control and Prevention Gao Fu.

Pada level global,
virus korona sudah menyebar ke setidaknya 12 negara selain Tiongkok. Prancis
menjadi negara Eropa pertama yang memastikan tiga orang terjangkit virus.
Ketiganya mengunjungi Tiongkok belum lama ini. AS juga memastikan jumlah pasien
yang sama.

Negara-negara asing
mulai merencanakan evakuasi warganya dari Tiongkok. Gedung Putih sudah
mengumumkan rencana evakuasi warga AS di Wuhan. Namun, mereka menegaskan bahwa
staf konsuler dan keluarga menjadi prioritas. ”Kami punya keterbatasan untuk
mengangkut semua. Kami akan memprioritaskan siapa yang rentan terhadap virus.”
Demikian bunyi keterangan Kementerian Luar Negeri AS.

Diana Adama, seorang
guru asal AS, gusar lantaran kurangnya informasi dan koordinasi dari pemerintah
AS di saat genting. Namun, dia mengaku ragu untuk kembali ke AS. Dia takut akan
menyebarkan virus itu di kampung halamannya. ”Saya tak ingin membahayakan orang
lain,” ujar dia kepada CNN.

Selain AS, Prancis,
Korsel, dan Sri Lanka sudah mengungkapkan rencana untuk mengeluarkan warga
mereka dari Tiongkok. Sementara itu, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe
mengatakan siap menerbangkan warga negara mana pun keluar dari Tiongkok.

Baca Juga :  Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Jeddah

Di bagian lain,
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Tiongkok cabang Wuhan memastikan tidak ada
laporan WNI di Wuhan yang terjangkit virus korona. Jumlah mahasiswa dan WNI di
Wuhan sebanyak 95 orang. ”Semua mahasiswa rata-rata tinggal di asrama dan
selalu dalam pantauan kampus,” kata Ketua PPI Tiongkok Wuhan Nur Musyafak dalam
keterangan tertulisnya.

Hampir seluruh kampus
di Wuhan melakukan tindakan pencegahan. Misalnya, memberikan masker, sabun
cair, dan termometer gratis kepada mahasiswa. ”Kami selalu berkoordinasi dengan
KBRI Beijing. Direktorat Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia
Kementerian Luar Negeri juga tergabung dalam grup WeChat untuk memudahkan
komunikasi,” ungkap Musyafak.

Akses transportasi
dari maupun menuju Wuhan ditutup sementara untuk mengurangi risiko persebaran
virus. Baik bus, kereta, maupun pesawat. Meski begitu, pemerintah Tiongkok
memastikan suplai kebutuhan logistik ke Wuhan tidak terganggu.

Duta Besar RI di
Beijing Djauhari Oratmangun juga memastikan tidak ada WNI di Tiongkok yang
terpapar virus korona. Baik yang bermukim di Wuhan maupun Beijing.

Sementara itu,
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengaku berkoordinasi dengan KBRI di
Tiongkok. Dia ingin memastikan bahwa warga Jawa Timur yang menuntut ilmu di
Wuhan berada dalam kondisi aman. Hasilnya, semua mahasiswa aman, tetapi belum
bisa meninggalkan Wuhan.

Khofifah menyatakan,
saat ini ada delapan mahasiswa S-1 dan S-2 asal Jatim di Wuhan. Kabar terakhir,
mereka berada di asrama. ’’Sementara belum bisa pulang karena transportasi di
Wuhan masih ditutup,’’ kata Khofifah kemarin.

Mantan menteri sosial
itu meminta keluarga mahasiswa yang berada di Wuhan tetap tenang. Khofifah
terus berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri serta rektor Universitas
Negeri Surabaya, kampus asal mahasiswa tersebut. Pihaknya juga meminta rektorat
terus berkomunikasi dan memantau mahasiswa tersebut.(jpc)

 

Kewaspadaan terhadap
merebaknya virus korona harus lebih ditingkatkan. Kemarin (26/1) National
Health Commission (NHC) Tiongkok mengumumkan bahwa 2019-novel coronavirus
(2019-nCoV) lebih berbahaya daripada severe acute respiratory syndrome (SARS).

Sebab, virus tersebut
bisa menyebar bahkan pada saat inkubasi.

Kepala NHC Ma Xiaowei
menyatakan, generasi terbaru virus korona itu berbeda dengan wabah SARS yang
melanda Tiongkok dua dekade lalu. Penderita SARS bisa menularkan wabah setelah
virus melewati tahap inkubasi dua hingga tujuh hari. Artinya, pasien SARS bakal
menunjukkan gejala terlebih dulu sebelum bisa menularkan wabah.

Namun, 2019-nCoV bisa
pindah ke orang lain meski masih dalam tahap inkubasi. Padahal, masa inkubasi
virus tersebut cukup lama, yakni 14 hari. Hal itu membuat otoritas kesulitan
untuk melacak persebaran wabah tersebut. ”Saat ini pengetahuan kami terkait
virus ini masih terbatas. Kami memperkirakan wabah ini masih akan menyebar,”
ujar Ma kepada South China Morning Post.

Hingga kemarin virus
tersebut sudah menewaskan 56 pasien dan menjangkiti 2.070 lainnya di Tiongkok.
Saat ini 1.350 petugas medis beroperasi di lokasi asal virus, yakni Kota Wuhan,
Provinsi Hubei, sambil menunggu seribu personel tambahan. Mereka kewalahan
menangani pasien yang terus berdatangan.

Wakil Kepala NHC Li
Bin mengatakan bahwa pemerintah sudah berusaha melacak persebaran di dalam
negeri. Mereka mengisolasi 13 kota di Provinsi Hubei. Sementara itu, kota
lainnya di Tiongkok memberlakukan status darurat. ”Harapan kami, setidaknya
tindakan ini bisa memperlambat persebaran,” ungkap Li Bin.

Di sisi lain, Presiden
Tiongkok Xi Jinping akhirnya membentuk satgas khusus yang dipimpin Perdana
Menteri Li Keqiang. Mereka sudah menerapkan beberapa kebijakan untuk mencegah
persebaran virus yang lebih parah. Salah satunya, mengeluarkan larangan sementara
terkait binatang liar.

Sebagaimana
diberitakan, virus tersebut diduga berasal dari pasar produk laut Wuhan. Pasar
tersebut juga menjual beberapa satwa liar. Nah, kebijakan yang dibuat itu
mengikuti saran beberapa pakar kesehatan bahwa patogen binatang liar bisa jadi
penyebab virus korona. Itu mengacu pada wabah SARS yang disebabkan kelelawar.
”Larangan ini seharusnya berlaku selamanya sehingga tak ada lagi kemungkinan
wabah tersebar di masa depan,” ujar Christian Walzer, kepala The Wildlife
Conservation Society, kepada Agence France-Presse.

Baca Juga :  Wuhan yang Mencekam saat Awal Munculnya Covid-19, Kini Semakin Ceria

Namun, menurut Ma,
memberikan peringatan bahwa peredaran binatang dibatasi belumlah cukup. Sebab,
penelitian mengatakan bahwa kemungkinan 2019-nCoV berevolusi masih tinggi. ”Ada
beberapa tanda yang menunjukkan virus ini makin mudah menjangkiti manusia,”
terang dia.

Hingga saat ini,
kebanyakan pasien virus korona terbaru ada di rentang usia 40–60 tahun. Namun,
itu bisa berubah jika virus terus bermutasi. ”Wabah biasanya punya siklus
tertentu. Dan, ini masih belum puncaknya,” ungkap Kepala Chinese Centre for
Disease Control and Prevention Gao Fu.

Pada level global,
virus korona sudah menyebar ke setidaknya 12 negara selain Tiongkok. Prancis
menjadi negara Eropa pertama yang memastikan tiga orang terjangkit virus.
Ketiganya mengunjungi Tiongkok belum lama ini. AS juga memastikan jumlah pasien
yang sama.

Negara-negara asing
mulai merencanakan evakuasi warganya dari Tiongkok. Gedung Putih sudah
mengumumkan rencana evakuasi warga AS di Wuhan. Namun, mereka menegaskan bahwa
staf konsuler dan keluarga menjadi prioritas. ”Kami punya keterbatasan untuk
mengangkut semua. Kami akan memprioritaskan siapa yang rentan terhadap virus.”
Demikian bunyi keterangan Kementerian Luar Negeri AS.

Diana Adama, seorang
guru asal AS, gusar lantaran kurangnya informasi dan koordinasi dari pemerintah
AS di saat genting. Namun, dia mengaku ragu untuk kembali ke AS. Dia takut akan
menyebarkan virus itu di kampung halamannya. ”Saya tak ingin membahayakan orang
lain,” ujar dia kepada CNN.

Selain AS, Prancis,
Korsel, dan Sri Lanka sudah mengungkapkan rencana untuk mengeluarkan warga
mereka dari Tiongkok. Sementara itu, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe
mengatakan siap menerbangkan warga negara mana pun keluar dari Tiongkok.

Baca Juga :  Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Jeddah

Di bagian lain,
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Tiongkok cabang Wuhan memastikan tidak ada
laporan WNI di Wuhan yang terjangkit virus korona. Jumlah mahasiswa dan WNI di
Wuhan sebanyak 95 orang. ”Semua mahasiswa rata-rata tinggal di asrama dan
selalu dalam pantauan kampus,” kata Ketua PPI Tiongkok Wuhan Nur Musyafak dalam
keterangan tertulisnya.

Hampir seluruh kampus
di Wuhan melakukan tindakan pencegahan. Misalnya, memberikan masker, sabun
cair, dan termometer gratis kepada mahasiswa. ”Kami selalu berkoordinasi dengan
KBRI Beijing. Direktorat Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia
Kementerian Luar Negeri juga tergabung dalam grup WeChat untuk memudahkan
komunikasi,” ungkap Musyafak.

Akses transportasi
dari maupun menuju Wuhan ditutup sementara untuk mengurangi risiko persebaran
virus. Baik bus, kereta, maupun pesawat. Meski begitu, pemerintah Tiongkok
memastikan suplai kebutuhan logistik ke Wuhan tidak terganggu.

Duta Besar RI di
Beijing Djauhari Oratmangun juga memastikan tidak ada WNI di Tiongkok yang
terpapar virus korona. Baik yang bermukim di Wuhan maupun Beijing.

Sementara itu,
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengaku berkoordinasi dengan KBRI di
Tiongkok. Dia ingin memastikan bahwa warga Jawa Timur yang menuntut ilmu di
Wuhan berada dalam kondisi aman. Hasilnya, semua mahasiswa aman, tetapi belum
bisa meninggalkan Wuhan.

Khofifah menyatakan,
saat ini ada delapan mahasiswa S-1 dan S-2 asal Jatim di Wuhan. Kabar terakhir,
mereka berada di asrama. ’’Sementara belum bisa pulang karena transportasi di
Wuhan masih ditutup,’’ kata Khofifah kemarin.

Mantan menteri sosial
itu meminta keluarga mahasiswa yang berada di Wuhan tetap tenang. Khofifah
terus berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri serta rektor Universitas
Negeri Surabaya, kampus asal mahasiswa tersebut. Pihaknya juga meminta rektorat
terus berkomunikasi dan memantau mahasiswa tersebut.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru