28.4 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Kutuk Aksi Represif Polisi di Pamekasan, OKP Cipayung Plus di Kalteng

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Organisasi Kepemudaan (OKP) yang
tergabung dalam kelompok Cipayung Plus di Kalteng,  mengutuk dan mengecam tindakan represif
aparat kepolisian kepada masa aksi di Pemekasan.

OKP Cipayung Plus yang terdiri
PMII, HMI, GMNI, PMKRI, GMKI, KMHDI, dan IMM, Minggu (28/6) di Palangka Raya menyampaikan
5 pernyataan sikap atas tindakan represif aparat kepolisian terhadap pengurus
dan anggota PC PMII Pamekasan saat melakukan aksi terkait maraknya perusakan
lingkungan hidup (pertambangan) Galian C.

Kelompok Cipayung Plus menilai tindakan
aparat sangat mencederai demokrasi dan arogan, sehingga merenggut korban.

Ketua PKC PMII Kalteng Suryanor
menceritakan, aksi yang dilakukan kader PMII Pemekasan, Kamis (25/6), sebelumnya
telah disepakati dimulai dari kantor Cabang PMII Pamekasan menuju gedung
Pendopo Mandhapa Agung Ronggosukowati atau Kantor Bupati Pamekasan.

Selama proses aksi berlangsung,
Bupati Pamekasan tak kunjung menemui massa, sehingga peserta aksi bermaksud masuk
ke dalam gedung pendopo untuk menemui bupati.

Tetapi, upaya massa tersebut dihalangi
oleh aparat kepolisian yang bertugas melakukan pengamanan. Sehingga terjadi
aksi saling dorong antara massa dengan aparat kepolisian.

Surya melanjutkan, selang
beberapa lama, aksi semakin memanas dan aparat kepolisian mulai melakukan aksi
pemukulan terhadap massa dengan menggunakan alat pukul serta menendang, hingga jatuh
beberapa korban. Setidaknya ada tiga kader PMII yang menjadi korban, di
antaranya Ketua PMII Rayon Sakera Komisariat IAIN Madura, Ahmad Rofiqi yang
mengalami luka bagian belakang kepala sehingga harus dijahit dan dua lainnya
mengalami memar. Saat ini ketiga korban tersebut di rawat di RSUD Pamekasan.

Baca Juga :  Sugianto Sabran Mampu Membawa Kemajuan Berbagai Sektor di Bumi Tambun

“Berdasarkan peristiwa
tersebut, kami PC PMII Kota Palangka Raya, PKC PMII Kalimantan Tengah, HMI
Cabang Kota Palangka Raya, DPC GMNI Kota Palangka Raya, PMKRI Cabang Kota
Palangka Raya, GMKI Cabang Kota Palangka Raya, IMM Cabang Kota Palangka Raya,
IMM Provinsi Kalimantan Tengah, dan KMHDI Kalimantan Tengah yang tergabung
dalam aliansi Cipayung Plus Kota Palangka Raya, dan Kalimantan Tengah menilai
bahwa aparat kepolisian telah melakukan tindakan represif terhadap aksi massa
secara berlebihan. Dan tentu ini melanggar statuta UU yang ada,” ucapnya.

Menurutnya, sebagaimana telah
diatur dalam Undang-undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan
pendapat di muka umum, deklarasi universal hak-hak asasi manusia menjamin
kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat tanpa gangguan apapun dengan cara
apapun dengan tidak memandang batas-batas.

Kemudian, dalam Peraturan Kapolri
No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Protap Dalmas), sama
sekali tidak menghendaki dan tidak mengenal ada kondisi khusus yang bisa
dijadikan dasar aparat polisi melakukan tindakan represif dan premanisme.

“Artinya, seheboh apapun
kondisinya, segala tindakan pihak keamanan harus manusiawi, tidak boleh
menyeret, mencekik, menginjak, memukul dan yang sifatnya premanisme yang
terjadi seperti aksi turun jalan yang dilakukan oleh PC PMII Pamekasan,”
ujarnya.

Ditegaskannya, dalam tugas dan
kewajiban aparatur pemerintah sesuai UU sudah jelas dalam paragraf 3 pasal 13
bahwa dalam pelaksanaan penyampaian pendapat dimuka umum oleh warga negara,
aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melindungi hak
asasi manusia, menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tak
bersalah, dan menyelenggarakan pengamanan. “Maka segala yang terjadi di
lapangan ketika aksi yang dilakukan oleh PC PMII Pamekasan dan tindakan yang
dilakukan oleh aparat tentu tidak dibenarkan dalam bentuk apapun. Maka Cipayung
(+) Kota Palangka Raya dan Kalimantan Tengah mengutuk tindakan represif dan
premanisme aparat. Kami pun menyampaikan beberapa tuntutan,” pungkasnya.

Baca Juga :  ALHAMDULILLAH ! Iduladha Tahun Ini, Masjid Al Ikhlas Sembelih 5 Ekor S

Terkait insiden tersebut, OKP
Cipayung Plus Kota Palangka Raya dan Kalteng menyampaikan lima poin tuntutan
mereka, yakni:

1. Menuntut pihak kepolisian agar
menindak tegas aparat yang telah melakukan tindakan represif terhadap aktivis
PMII Pamekasan, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

2. Meminta Kapolri untuk
mengevaluasi secara menyeluruh kinerja jajarannya, dalam hal penanganan aksi
massa. Pasalnya, belakangan sering terjadi tindakan represif aparat kepolisian
terhadap aksi massa.

3. Mendukung penuh upaya aktivis
PMII Pamekasan untuk terus mengadvokasi kepentingan dan hajat hidup masyarakat,
termasuk perihal penutupan tambang ilegal.

4. Menuntut agar tindakan
represif dalam penanganan aksi massa jangan sampai terjadi lagi di kemudian
hari, terlebih di Kalimantan Tengah, Bumi Pancasila.

5. Menuntut agar tindakan
represif dalam penanganan aksi massa jangan sampai terjadi lagi di kemudian
hari, terlebih di Kalimantan Tengah, Bumi Pancasila.

Tuntutan tersebut ditandatangani
oleh, Ketu PKC PMII Kalteng, PC PMII Kota Palangka Raya, Ketua HMI Palangka
Raya, Ketua DPC GMNI Palangka Raya, Ketua GMKI Palangka Raya, Ketua KMHDI
Kalteng, Ketua PMKRI Palangka Raya, Ketua DPD IMM Kalteng, dan Ketua IMM
Palangka Raya.

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Organisasi Kepemudaan (OKP) yang
tergabung dalam kelompok Cipayung Plus di Kalteng,  mengutuk dan mengecam tindakan represif
aparat kepolisian kepada masa aksi di Pemekasan.

OKP Cipayung Plus yang terdiri
PMII, HMI, GMNI, PMKRI, GMKI, KMHDI, dan IMM, Minggu (28/6) di Palangka Raya menyampaikan
5 pernyataan sikap atas tindakan represif aparat kepolisian terhadap pengurus
dan anggota PC PMII Pamekasan saat melakukan aksi terkait maraknya perusakan
lingkungan hidup (pertambangan) Galian C.

Kelompok Cipayung Plus menilai tindakan
aparat sangat mencederai demokrasi dan arogan, sehingga merenggut korban.

Ketua PKC PMII Kalteng Suryanor
menceritakan, aksi yang dilakukan kader PMII Pemekasan, Kamis (25/6), sebelumnya
telah disepakati dimulai dari kantor Cabang PMII Pamekasan menuju gedung
Pendopo Mandhapa Agung Ronggosukowati atau Kantor Bupati Pamekasan.

Selama proses aksi berlangsung,
Bupati Pamekasan tak kunjung menemui massa, sehingga peserta aksi bermaksud masuk
ke dalam gedung pendopo untuk menemui bupati.

Tetapi, upaya massa tersebut dihalangi
oleh aparat kepolisian yang bertugas melakukan pengamanan. Sehingga terjadi
aksi saling dorong antara massa dengan aparat kepolisian.

Surya melanjutkan, selang
beberapa lama, aksi semakin memanas dan aparat kepolisian mulai melakukan aksi
pemukulan terhadap massa dengan menggunakan alat pukul serta menendang, hingga jatuh
beberapa korban. Setidaknya ada tiga kader PMII yang menjadi korban, di
antaranya Ketua PMII Rayon Sakera Komisariat IAIN Madura, Ahmad Rofiqi yang
mengalami luka bagian belakang kepala sehingga harus dijahit dan dua lainnya
mengalami memar. Saat ini ketiga korban tersebut di rawat di RSUD Pamekasan.

Baca Juga :  Sugianto Sabran Mampu Membawa Kemajuan Berbagai Sektor di Bumi Tambun

“Berdasarkan peristiwa
tersebut, kami PC PMII Kota Palangka Raya, PKC PMII Kalimantan Tengah, HMI
Cabang Kota Palangka Raya, DPC GMNI Kota Palangka Raya, PMKRI Cabang Kota
Palangka Raya, GMKI Cabang Kota Palangka Raya, IMM Cabang Kota Palangka Raya,
IMM Provinsi Kalimantan Tengah, dan KMHDI Kalimantan Tengah yang tergabung
dalam aliansi Cipayung Plus Kota Palangka Raya, dan Kalimantan Tengah menilai
bahwa aparat kepolisian telah melakukan tindakan represif terhadap aksi massa
secara berlebihan. Dan tentu ini melanggar statuta UU yang ada,” ucapnya.

Menurutnya, sebagaimana telah
diatur dalam Undang-undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan
pendapat di muka umum, deklarasi universal hak-hak asasi manusia menjamin
kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat tanpa gangguan apapun dengan cara
apapun dengan tidak memandang batas-batas.

Kemudian, dalam Peraturan Kapolri
No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Protap Dalmas), sama
sekali tidak menghendaki dan tidak mengenal ada kondisi khusus yang bisa
dijadikan dasar aparat polisi melakukan tindakan represif dan premanisme.

“Artinya, seheboh apapun
kondisinya, segala tindakan pihak keamanan harus manusiawi, tidak boleh
menyeret, mencekik, menginjak, memukul dan yang sifatnya premanisme yang
terjadi seperti aksi turun jalan yang dilakukan oleh PC PMII Pamekasan,”
ujarnya.

Ditegaskannya, dalam tugas dan
kewajiban aparatur pemerintah sesuai UU sudah jelas dalam paragraf 3 pasal 13
bahwa dalam pelaksanaan penyampaian pendapat dimuka umum oleh warga negara,
aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melindungi hak
asasi manusia, menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tak
bersalah, dan menyelenggarakan pengamanan. “Maka segala yang terjadi di
lapangan ketika aksi yang dilakukan oleh PC PMII Pamekasan dan tindakan yang
dilakukan oleh aparat tentu tidak dibenarkan dalam bentuk apapun. Maka Cipayung
(+) Kota Palangka Raya dan Kalimantan Tengah mengutuk tindakan represif dan
premanisme aparat. Kami pun menyampaikan beberapa tuntutan,” pungkasnya.

Baca Juga :  ALHAMDULILLAH ! Iduladha Tahun Ini, Masjid Al Ikhlas Sembelih 5 Ekor S

Terkait insiden tersebut, OKP
Cipayung Plus Kota Palangka Raya dan Kalteng menyampaikan lima poin tuntutan
mereka, yakni:

1. Menuntut pihak kepolisian agar
menindak tegas aparat yang telah melakukan tindakan represif terhadap aktivis
PMII Pamekasan, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

2. Meminta Kapolri untuk
mengevaluasi secara menyeluruh kinerja jajarannya, dalam hal penanganan aksi
massa. Pasalnya, belakangan sering terjadi tindakan represif aparat kepolisian
terhadap aksi massa.

3. Mendukung penuh upaya aktivis
PMII Pamekasan untuk terus mengadvokasi kepentingan dan hajat hidup masyarakat,
termasuk perihal penutupan tambang ilegal.

4. Menuntut agar tindakan
represif dalam penanganan aksi massa jangan sampai terjadi lagi di kemudian
hari, terlebih di Kalimantan Tengah, Bumi Pancasila.

5. Menuntut agar tindakan
represif dalam penanganan aksi massa jangan sampai terjadi lagi di kemudian
hari, terlebih di Kalimantan Tengah, Bumi Pancasila.

Tuntutan tersebut ditandatangani
oleh, Ketu PKC PMII Kalteng, PC PMII Kota Palangka Raya, Ketua HMI Palangka
Raya, Ketua DPC GMNI Palangka Raya, Ketua GMKI Palangka Raya, Ketua KMHDI
Kalteng, Ketua PMKRI Palangka Raya, Ketua DPD IMM Kalteng, dan Ketua IMM
Palangka Raya.

Terpopuler

Artikel Terbaru