27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Tanpa Keluarga

Besok pagi pilot itu sudah bisa terbang pulang ke
Skotlandia. Mengharukan bagi warga Inggris itu sendiri maupun bagi rakyat
Vietnam. Stephen Cameron, pilot 42 tahun itu, dinyatakan sudah kuat terbang
selama 15 jam. Itulah pasien Covid-19 yang paling terkenal di dunia.

Cameron
memang sangat parah. Sampai koma. Lama sekali –dua bulan. Hampir tidak
harapan. Namun akhirnya sembuh. Nanti
malam ia sudah uji coba terbang: dari Ho Chi Minh City di bagian selatan
Vietnam ke kota Hanoi di bagian utara.

Penerbangan
domestik itu hanya 1 jam. Sedikit lebih jauh dari Surabaya-Jakarta. Kalau tidak
ada masalah, Senin pagi besok Cameron diterbangkan dari Hanoi ke Dublin. Di
dekat Dublin itulah kampung halaman Cameron.

Penerbangan
Hanoi-Dublin itu tidak bisa langsung. Harus mendarat dulu di Frankfurt. Harus
isi bahan bakar di kota terbesar di Jerman itu. Berarti, kelihatannya, pesawat
yang akan digunakan adalah jenis Boeing 737 atau Airbus 320.

Di
kampungnya itu Cameron tidak punya keluarga lagi. Orang tuanya sudah tiada. Tidak
punya saudara. Juga belum menikah. Diberitakan, di sana Cameron hanya punya
satu sahabat –tidak terlalu jelas mengenai status sahabatnya itu.

Setelah
tiga bulan dirawat di rumah sakit, berat badan Cameron turun 23 kg. Ia tidak
perlu di kursi roda –meski kursi itu tetap disertakan dalam penerbangan. Sudah
seminggu terakhir Cameron latihan jalan. Otot lengannya sudah kuat tapi otot
kakinya belum seberapa.

Meski
masih agak lemah kondisi Cameron sudah tidak perlu lagi tinggal di rumah sakit.
Paru-parunya sudah 85 persen berfungsi.

Siapa
yang menyangka Cameron bisa sembuh seperti itu. Komanya begitu lama. Fungsi
paru-parunya pernah  tinggal 10 persen. Pernah pula darahnya sampai harus
dipompa keluar.

Selama
dua bulan. Darah itu dimasukkan ke ECMO (extracorporeal membrane oxygenation).
Untuk diberi oksigen di luar tubuh.  Setelah
beroksigen darahnya dimasukkan kembali ke tubuh. Yang seperti itu dijalaninya
mulai 6 April sampai 3 Juni 2020. Tanpa ia sendiri sadar.

Baca Juga :  Ini Perkembangan Terkini Covid-19 di Kapuas

Pun,
sudah disiapkan pilihan terakhir: transplantasi paru-paru. Yang mendaftar
sebagai donor sudah puluhan: asal Cameron sembuh. Itulah satu-satunya pasien
yang gawat di Vietnam.

Cameron-lah
satu-satunya calon orang meninggal pertama korban Covid-19 di Vietnam.

Ia
tidak jadi meninggal. Vietnam pun dianggap paling sukses di bidang penanganan
Covid-19. Penduduknya 95 juta jiwa –sangat padat untuk wilayah yang tidak
begitu luas. Negaranya miskin –setara dengan kita. Tapi yang tertular Covid-19
hanya 360 orang. Yang meninggal: 0.

Dunia
sepakat bahwa sukses Vietnam itu berkat upaya tracking yang
serius. Begitu ada seseorang terkena Covid-19 dilakukanlah pencarian tanpa
kompromi: siapa saja yang pernah bertemu orang itu harus masuk karantina 15
hari.

Sebagai
contoh Cameron tadi. Begitu pilot itu dinyatakan positif, penumpang pesawat
yang dipiloti Cameron pun dicari. Harus masuk karantina. Total sampai 4.000
orang yang dikarantina terkait dengan Cameron.

Malam
itu, Maret tanggal 18, Cameron baru pulang tugas: terbang dari Hanoi ke Ho Chi
Minh City. Ia pun ke bar. Yang sangat terkenal di sana: Buddha Bar & Grill. Di bar itu memang
lagi ada pesta. Yang banyak hadir adalah orang asing. Itulah malam Saint
Patrick’s Day –yang sangat penting bagi orang Inggris.

Menurut
media di Vietnam, orang asing yang terkena Covid-19 di sana berjumlah 49 orang.
Semua sembuh. Bar tempat pesta itu sendiri akhirnya dinyatakan sebagai tempat
penularan Covid-19 terbesar di Vietnam: 19 orang.

Bar,
pada umumnya, pula yang dianggap sarana penular terbesar di Amerika. Yang
sampai kemarin, jumlah penderitanya sudah melampaui 3 juta orang. Yang tiap
hari masih terus membumbung. Dua hari lalu masih 52.000 orang dalam satu hari.

Baca Juga :  Daftar di Golkar, Marukan Siap Jadi Wagub Yang Baik

Dalam
penerbangan pulang ke Inggris itu Cameron ditemani 3 orang dokter Vietnam.
Dibawa pula 6 tabung oksigen. Pun peralatan medis lainnya. Itu memang
penerbangan khusus. Yang dicarter oleh perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi
itu pula yang menanggung biaya pengobatan Cameron selama di Vietnam.

Media
di Vietnam menyebutkan perusahaan asuransi itu habis uang lebih Rp 2 miliar
untuk pengobatan seorang Cameron. Tepatnya 160.000 dolar Amerika. Pengobatan di
Vietnam memang mahal. Bagi yang tidak ikut BPJS-nya. Ada seorang pasien asing
yang juga mengeluh. Telinga orang asing itu terkena virus. Yakni setelah
berolahraga renang. Biaya pengobatannya sampai Rp 5 juta. “Saya terkena
sakit yang sama di Korea Selatan. Biayanya hanya Rp 300.000,” tulis
eksekutif asing itu di media Vietnam.

Tapi
bagi asuransi yang menangani Cameron biaya tadi menjadi tidak mahal. Perusahaan
itu mendapat promosi yang luar biasa besarnya. Apa yang sebenarnya terjadi pada
Cameron?

Itulah
yang disebut cytokine storm syndrome (CTS).
Itu pula yang banyak menyerang pasien Covid-19 di seluruh dunia.

CTS
muncul di saat sistem imun di dalam tubuh bereaksi sangat keras
menghadapi masuknya virus Covid-19. Saat itulah tubuh memproduksi terlalu
banyak cytokine. Agar bisa segera
melumpuhkan Covid-19.

Tapi cytokine yang terlalu banyak di dalam
darah itu berdampak buruk bagi organ tertentu. Seperti jantung. Untung Cameron
terselamatkan.

Kini,
teman dekat Cameron itu siap menunggu di bandara Dublin. Sang teman
membawakannya syal khusus. Ada tulisan di syal itu: Motherwell.

Itulah
nama klub sepak bola di kotanya. Cameron adalah bonek sejati untuk klub
Motherwell.

Sudah
72 hari tidak ada penderita Covid yang baru di Vietnam. Seperti tim sepak
bolanya, Vietnam pun mengalahkan Indonesia di bidang lain.(Dahlan
Iskan)

 

Besok pagi pilot itu sudah bisa terbang pulang ke
Skotlandia. Mengharukan bagi warga Inggris itu sendiri maupun bagi rakyat
Vietnam. Stephen Cameron, pilot 42 tahun itu, dinyatakan sudah kuat terbang
selama 15 jam. Itulah pasien Covid-19 yang paling terkenal di dunia.

Cameron
memang sangat parah. Sampai koma. Lama sekali –dua bulan. Hampir tidak
harapan. Namun akhirnya sembuh. Nanti
malam ia sudah uji coba terbang: dari Ho Chi Minh City di bagian selatan
Vietnam ke kota Hanoi di bagian utara.

Penerbangan
domestik itu hanya 1 jam. Sedikit lebih jauh dari Surabaya-Jakarta. Kalau tidak
ada masalah, Senin pagi besok Cameron diterbangkan dari Hanoi ke Dublin. Di
dekat Dublin itulah kampung halaman Cameron.

Penerbangan
Hanoi-Dublin itu tidak bisa langsung. Harus mendarat dulu di Frankfurt. Harus
isi bahan bakar di kota terbesar di Jerman itu. Berarti, kelihatannya, pesawat
yang akan digunakan adalah jenis Boeing 737 atau Airbus 320.

Di
kampungnya itu Cameron tidak punya keluarga lagi. Orang tuanya sudah tiada. Tidak
punya saudara. Juga belum menikah. Diberitakan, di sana Cameron hanya punya
satu sahabat –tidak terlalu jelas mengenai status sahabatnya itu.

Setelah
tiga bulan dirawat di rumah sakit, berat badan Cameron turun 23 kg. Ia tidak
perlu di kursi roda –meski kursi itu tetap disertakan dalam penerbangan. Sudah
seminggu terakhir Cameron latihan jalan. Otot lengannya sudah kuat tapi otot
kakinya belum seberapa.

Meski
masih agak lemah kondisi Cameron sudah tidak perlu lagi tinggal di rumah sakit.
Paru-parunya sudah 85 persen berfungsi.

Siapa
yang menyangka Cameron bisa sembuh seperti itu. Komanya begitu lama. Fungsi
paru-parunya pernah  tinggal 10 persen. Pernah pula darahnya sampai harus
dipompa keluar.

Selama
dua bulan. Darah itu dimasukkan ke ECMO (extracorporeal membrane oxygenation).
Untuk diberi oksigen di luar tubuh.  Setelah
beroksigen darahnya dimasukkan kembali ke tubuh. Yang seperti itu dijalaninya
mulai 6 April sampai 3 Juni 2020. Tanpa ia sendiri sadar.

Baca Juga :  Ini Perkembangan Terkini Covid-19 di Kapuas

Pun,
sudah disiapkan pilihan terakhir: transplantasi paru-paru. Yang mendaftar
sebagai donor sudah puluhan: asal Cameron sembuh. Itulah satu-satunya pasien
yang gawat di Vietnam.

Cameron-lah
satu-satunya calon orang meninggal pertama korban Covid-19 di Vietnam.

Ia
tidak jadi meninggal. Vietnam pun dianggap paling sukses di bidang penanganan
Covid-19. Penduduknya 95 juta jiwa –sangat padat untuk wilayah yang tidak
begitu luas. Negaranya miskin –setara dengan kita. Tapi yang tertular Covid-19
hanya 360 orang. Yang meninggal: 0.

Dunia
sepakat bahwa sukses Vietnam itu berkat upaya tracking yang
serius. Begitu ada seseorang terkena Covid-19 dilakukanlah pencarian tanpa
kompromi: siapa saja yang pernah bertemu orang itu harus masuk karantina 15
hari.

Sebagai
contoh Cameron tadi. Begitu pilot itu dinyatakan positif, penumpang pesawat
yang dipiloti Cameron pun dicari. Harus masuk karantina. Total sampai 4.000
orang yang dikarantina terkait dengan Cameron.

Malam
itu, Maret tanggal 18, Cameron baru pulang tugas: terbang dari Hanoi ke Ho Chi
Minh City. Ia pun ke bar. Yang sangat terkenal di sana: Buddha Bar & Grill. Di bar itu memang
lagi ada pesta. Yang banyak hadir adalah orang asing. Itulah malam Saint
Patrick’s Day –yang sangat penting bagi orang Inggris.

Menurut
media di Vietnam, orang asing yang terkena Covid-19 di sana berjumlah 49 orang.
Semua sembuh. Bar tempat pesta itu sendiri akhirnya dinyatakan sebagai tempat
penularan Covid-19 terbesar di Vietnam: 19 orang.

Bar,
pada umumnya, pula yang dianggap sarana penular terbesar di Amerika. Yang
sampai kemarin, jumlah penderitanya sudah melampaui 3 juta orang. Yang tiap
hari masih terus membumbung. Dua hari lalu masih 52.000 orang dalam satu hari.

Baca Juga :  Daftar di Golkar, Marukan Siap Jadi Wagub Yang Baik

Dalam
penerbangan pulang ke Inggris itu Cameron ditemani 3 orang dokter Vietnam.
Dibawa pula 6 tabung oksigen. Pun peralatan medis lainnya. Itu memang
penerbangan khusus. Yang dicarter oleh perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi
itu pula yang menanggung biaya pengobatan Cameron selama di Vietnam.

Media
di Vietnam menyebutkan perusahaan asuransi itu habis uang lebih Rp 2 miliar
untuk pengobatan seorang Cameron. Tepatnya 160.000 dolar Amerika. Pengobatan di
Vietnam memang mahal. Bagi yang tidak ikut BPJS-nya. Ada seorang pasien asing
yang juga mengeluh. Telinga orang asing itu terkena virus. Yakni setelah
berolahraga renang. Biaya pengobatannya sampai Rp 5 juta. “Saya terkena
sakit yang sama di Korea Selatan. Biayanya hanya Rp 300.000,” tulis
eksekutif asing itu di media Vietnam.

Tapi
bagi asuransi yang menangani Cameron biaya tadi menjadi tidak mahal. Perusahaan
itu mendapat promosi yang luar biasa besarnya. Apa yang sebenarnya terjadi pada
Cameron?

Itulah
yang disebut cytokine storm syndrome (CTS).
Itu pula yang banyak menyerang pasien Covid-19 di seluruh dunia.

CTS
muncul di saat sistem imun di dalam tubuh bereaksi sangat keras
menghadapi masuknya virus Covid-19. Saat itulah tubuh memproduksi terlalu
banyak cytokine. Agar bisa segera
melumpuhkan Covid-19.

Tapi cytokine yang terlalu banyak di dalam
darah itu berdampak buruk bagi organ tertentu. Seperti jantung. Untung Cameron
terselamatkan.

Kini,
teman dekat Cameron itu siap menunggu di bandara Dublin. Sang teman
membawakannya syal khusus. Ada tulisan di syal itu: Motherwell.

Itulah
nama klub sepak bola di kotanya. Cameron adalah bonek sejati untuk klub
Motherwell.

Sudah
72 hari tidak ada penderita Covid yang baru di Vietnam. Seperti tim sepak
bolanya, Vietnam pun mengalahkan Indonesia di bidang lain.(Dahlan
Iskan)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru