33.1 C
Jakarta
Friday, April 26, 2024

Wisata Religi di Desa Wali, Bejagung, Tuban

Tuban adalah salah satu ”pusatnya” destinasi wisata religi di Jatim. Tercatat, sedikitnya ada 485 makam wali di sana. Dua di antaranya adalah Sunan Bejagung Lor dan Sunan Bejagung Kidul yang terletak di Desa Bejagung, Semanding.

LOKASINYA sebenarnya cukup strategis. Hanya 3 kilometer sebelah selatan Alun-Alun Tuban. Namun, destinasi wisata religi tersebut kurang populer di kalangan travel wisata religi. Maklum, jalan aksesnya cukup sulit dilewati bus besar. Hanya bus mini atau mobil penumpang yang bisa melintas. Selanjutnya, para peziarah bisa melanjutkan dengan jalan kaki.

Memasuki bulan Syakban atau menjelang Ramadan seperti saat ini, peziarah di kompleks makam Sunan Bejagung selalu membeludak. Mereka mencari ketenangan batin di destinasi wisata religi yang terletak di Desa Bejagung Kecamatan Semanding, tersebut.

Kompleks Makam Sunan Bejagung Lor terletak di sebelah barat Masjid Syekh Asy’ari. Sementara itu, Makam Sunan Bejagung Kidul yang merupakan menantu Bejagung Lor terletak sekitar 1 kilometer di sebelah selatan.

Tidak ada tiket masuk untuk bisa masuk ke sana. Peziarah cukup mengisi kotak amal yang tersedia dengan seikhlasnya. ”Tujuan peziarah biasanya ke Bejagung Lor dulu, baru ke Bejagung Kidul,’’ kata Mudri, juru kunci makam Sunan Bejagung.

Di sana, mereka berziarah, mendoakan sang aulia penyebar Islam tersebut. Setelah ritual tersebut, tak sedikit dari peziarah yang ngalab berkah dengan mengambil air dari sumur di kompleks Makam Sunan Bejagung Lor. Air dari sumur tersebut dipercaya dapat menyembuhkan ragam penyakit.

Baca Juga :  Maratua Dilirik 14 Investor

Dia menceritakan, Sunan Bejagung Lor yang bernama asli Syekh Asy’ari adalah saudara Syekh Ibrahim As-Samarqandy atau Syekh Asmoroqondi, yang merupakan ayah Sunan Ampel (Raden Rahmat).

Sunan Bejagung dipercaya sebagai generasi wali pertama yang menyebarkan Islam di Jawa pada 1300-an Masehi. ”Syekh Asy’ari dan Syekh Asmoroqondi merupakan putra Syekh Jumadil Kubro yang ditugaskan menyebarkan Islam di Jawa,’’ terang Mudri.

Versi Mudri dalam sejumlah riwayat sejarah, Sunan Bejagung Lor dipercaya sebagai orang yang setiap hari menyalakan ribuan ublik (lampu minyak) untuk menerangi Kakbah di Kota Makkah.

Pria yang 13 tahun jadi juru kunci itu menuturkan, nama Bejagung berasal dari kata Mojo Agung. Dulunya, desa tersebut terdapat banyak buah Mojo (Maja) yang mengandung banyak air (Agung). Versi lain menyebutkan, nama Sunan Bejagung disebut karena mata pencaharian Syekh Asy’ari yang merupakan petani jagung.

Sementara itu, lanjut Mudri, Sunan Bejagung Kidul yang memiliki nama lain Aryo Kusuma Hadi adalah salah satu putra Hayam Wuruk, raja Majapahit. Dia lantas menjadi murid Sunan Bejagung Lor dan masuk Islam hingga kemudian memperistri Nyai Faiqoh, anak Sunan Bejagung Lor. Keduanya dipercaya menjadi generasi pertama penyebar Islam di Pulau Jawa.

Cagar Budaya yang Dijaga Keasliannya

Kompleks wisata religi Sunan Bejagung adalah salah satu cagar budaya warisan kerajaan Islam. Karena itu, di sana, ditempatkan dua petugas dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur.

Merekalah yang ditugasi untuk menjaga kelestarian cagar budaya agar tetap sama seperti aslinya. Satu-satunya perawatan cagar budaya yang diperbolehkan BPCB adalah membersihkan lumut dengan air.

Baca Juga :  Tak Sebatas Kawah Ijen dan Baluran

Gunawan, petugas BPCB di Sunan Bejagung Lor, mengatakan, ada delapan situs bersejarah di sana. Selain gapura yang masih menggambarkan era perkembangan kerajaan Islam, terdapat cungkup makam.

Usia tertua bangunan cagar budaya di lokasi tersebut berdiri sejak 1300-an. Sementara itu, sebagian bangunan didirikan pada 1700-an. ”Cat ulang diperbolehkan jika menggunakan gamping, agar tidak merusak bangunan asli,’’ katanya.

Dia menceritakan, di kompleks wisata religi tersebut terdapat akulturasi budaya Hindu dan Islam. Itu terlihat dari bangunannya yang masih bernuansa kerajaan Hindu. Beberapa bangunan tertulis aksara Jawa, salah satunya terpahat di bangunan joglo kayu tua. Di salah satu tiang atap tertulis Sarira Nembah Pandita Ratu yang berarti badan menyembah pandita raja. ”Beberapa yang lain tertulis Arab gundul, tapi sudah hilang termakan usia,’’ tuturnya.

Kabid Pariwisata Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora) Tuban Suwanto mengatakan, ada 485 makam aulia atau wali Allah di Tuban. Sebagian besar dirawat desa dan jadi punden serta beberapa sudah jadi obyek wisata.

Dari jumlah makam wali tersebut, dua yang populer adalah Makam Sunan Bonang dan Asmoroqondi. ”Yang tahu Sunan Bejagung belum banyak,’’ ujarnya.

Dia menjelaskan, kunjungan wisata di dua makam tersebut belum terlalu banyak. Selama 2020, sekitar 29 ribu orang yang datang. Masih jauh dibanding tingkat kunjungan Makam Sunan Bonang yang mencapai 988.647 orang.

Tuban adalah salah satu ”pusatnya” destinasi wisata religi di Jatim. Tercatat, sedikitnya ada 485 makam wali di sana. Dua di antaranya adalah Sunan Bejagung Lor dan Sunan Bejagung Kidul yang terletak di Desa Bejagung, Semanding.

LOKASINYA sebenarnya cukup strategis. Hanya 3 kilometer sebelah selatan Alun-Alun Tuban. Namun, destinasi wisata religi tersebut kurang populer di kalangan travel wisata religi. Maklum, jalan aksesnya cukup sulit dilewati bus besar. Hanya bus mini atau mobil penumpang yang bisa melintas. Selanjutnya, para peziarah bisa melanjutkan dengan jalan kaki.

Memasuki bulan Syakban atau menjelang Ramadan seperti saat ini, peziarah di kompleks makam Sunan Bejagung selalu membeludak. Mereka mencari ketenangan batin di destinasi wisata religi yang terletak di Desa Bejagung Kecamatan Semanding, tersebut.

Kompleks Makam Sunan Bejagung Lor terletak di sebelah barat Masjid Syekh Asy’ari. Sementara itu, Makam Sunan Bejagung Kidul yang merupakan menantu Bejagung Lor terletak sekitar 1 kilometer di sebelah selatan.

Tidak ada tiket masuk untuk bisa masuk ke sana. Peziarah cukup mengisi kotak amal yang tersedia dengan seikhlasnya. ”Tujuan peziarah biasanya ke Bejagung Lor dulu, baru ke Bejagung Kidul,’’ kata Mudri, juru kunci makam Sunan Bejagung.

Di sana, mereka berziarah, mendoakan sang aulia penyebar Islam tersebut. Setelah ritual tersebut, tak sedikit dari peziarah yang ngalab berkah dengan mengambil air dari sumur di kompleks Makam Sunan Bejagung Lor. Air dari sumur tersebut dipercaya dapat menyembuhkan ragam penyakit.

Baca Juga :  Maratua Dilirik 14 Investor

Dia menceritakan, Sunan Bejagung Lor yang bernama asli Syekh Asy’ari adalah saudara Syekh Ibrahim As-Samarqandy atau Syekh Asmoroqondi, yang merupakan ayah Sunan Ampel (Raden Rahmat).

Sunan Bejagung dipercaya sebagai generasi wali pertama yang menyebarkan Islam di Jawa pada 1300-an Masehi. ”Syekh Asy’ari dan Syekh Asmoroqondi merupakan putra Syekh Jumadil Kubro yang ditugaskan menyebarkan Islam di Jawa,’’ terang Mudri.

Versi Mudri dalam sejumlah riwayat sejarah, Sunan Bejagung Lor dipercaya sebagai orang yang setiap hari menyalakan ribuan ublik (lampu minyak) untuk menerangi Kakbah di Kota Makkah.

Pria yang 13 tahun jadi juru kunci itu menuturkan, nama Bejagung berasal dari kata Mojo Agung. Dulunya, desa tersebut terdapat banyak buah Mojo (Maja) yang mengandung banyak air (Agung). Versi lain menyebutkan, nama Sunan Bejagung disebut karena mata pencaharian Syekh Asy’ari yang merupakan petani jagung.

Sementara itu, lanjut Mudri, Sunan Bejagung Kidul yang memiliki nama lain Aryo Kusuma Hadi adalah salah satu putra Hayam Wuruk, raja Majapahit. Dia lantas menjadi murid Sunan Bejagung Lor dan masuk Islam hingga kemudian memperistri Nyai Faiqoh, anak Sunan Bejagung Lor. Keduanya dipercaya menjadi generasi pertama penyebar Islam di Pulau Jawa.

Cagar Budaya yang Dijaga Keasliannya

Kompleks wisata religi Sunan Bejagung adalah salah satu cagar budaya warisan kerajaan Islam. Karena itu, di sana, ditempatkan dua petugas dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur.

Merekalah yang ditugasi untuk menjaga kelestarian cagar budaya agar tetap sama seperti aslinya. Satu-satunya perawatan cagar budaya yang diperbolehkan BPCB adalah membersihkan lumut dengan air.

Baca Juga :  Tak Sebatas Kawah Ijen dan Baluran

Gunawan, petugas BPCB di Sunan Bejagung Lor, mengatakan, ada delapan situs bersejarah di sana. Selain gapura yang masih menggambarkan era perkembangan kerajaan Islam, terdapat cungkup makam.

Usia tertua bangunan cagar budaya di lokasi tersebut berdiri sejak 1300-an. Sementara itu, sebagian bangunan didirikan pada 1700-an. ”Cat ulang diperbolehkan jika menggunakan gamping, agar tidak merusak bangunan asli,’’ katanya.

Dia menceritakan, di kompleks wisata religi tersebut terdapat akulturasi budaya Hindu dan Islam. Itu terlihat dari bangunannya yang masih bernuansa kerajaan Hindu. Beberapa bangunan tertulis aksara Jawa, salah satunya terpahat di bangunan joglo kayu tua. Di salah satu tiang atap tertulis Sarira Nembah Pandita Ratu yang berarti badan menyembah pandita raja. ”Beberapa yang lain tertulis Arab gundul, tapi sudah hilang termakan usia,’’ tuturnya.

Kabid Pariwisata Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora) Tuban Suwanto mengatakan, ada 485 makam aulia atau wali Allah di Tuban. Sebagian besar dirawat desa dan jadi punden serta beberapa sudah jadi obyek wisata.

Dari jumlah makam wali tersebut, dua yang populer adalah Makam Sunan Bonang dan Asmoroqondi. ”Yang tahu Sunan Bejagung belum banyak,’’ ujarnya.

Dia menjelaskan, kunjungan wisata di dua makam tersebut belum terlalu banyak. Selama 2020, sekitar 29 ribu orang yang datang. Masih jauh dibanding tingkat kunjungan Makam Sunan Bonang yang mencapai 988.647 orang.

Terpopuler

Artikel Terbaru