33 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Menanti Magrib di Pelabuhan Lama, Berbuka di Pasar Wadai Ramadan

Ini bukan reportase klise. Kita tidak sedang membicarakan omzet pasar wadai atau keluh kesah pedagang dan pembeli.

****
PENULIS melipir ke Pasar Wadai Ramadan di Jalan RE Martadinata, depan Balai Kota. Rasa-rasanya, kurang lengkap menjalani ibadah puasa di Banjarmasin kalau tak singgah kemari. Ini bukan hanya tentang kuliner. Ini juga tentang suasana. Menanti azan magrib di kawasan eks Pelabuhan Lama itu.

Pasar wadai mulai sibuk sejak pukul 14.00 Wita. Pedagang menata lapaknya. Menghiasinya dengan kolak, es buah, bingka, dan makan besar seperti iwak bakar dan gangan.

Total ada 130 lapak yang dibuka Pemko Banjarmasin. Menyediakan menu viral hingga yang terlangka.

Di sini, masyarakat tak perlu khawatir kalah “war takjil”. Sebab persediaannya melimpah. Siapkan saja uangnya untuk berbelanja.

Kamis (21/3), hari kesepuluh Ramadan, hujan deras mengguyur Banjarmasin.

Penulis sempat sangsi, pasar ini bakal sepi. Tapi ternyata salah. Pengunjung membeludak jelang petang. Padat merayap menerobos sisa rintik.

Pasar ini tak hanya sasaran bagi pencari kudapan berbuka. Tetapi juga tempat berkumpul mahasiswa penikmat senja.

Kelompok kecil mahasiswa itu menepi ke siring. Sibuk memotret belanjaan mereka. Tentu saja dengan latar Sungai Martapura.

Baca Juga :  Kisah Pengungsi Rohingya Terkatung-katung di Lautan 113 Hari

Kelotok hilir mudik. Membuat sungai berombak kecil. Menghantam tangga siring, menciprati muka pengunjung yang ngabuburit di situ.

Tak masalah, mereka justru tertawa geli. “Anggap saja ini bonus ngabuburit di sini,” ujar Farida Yulianti, salah seorang pengunjung.

Baginya, ini pengalaman perdana. Perantau asal Barabai itu baru semester dua. Mengambil jurusan komunikasi, ia mendapat tugas membuat reportase Pasar Wadai Ramadan.

Misi kami rupanya sama. “Pasarnya besar ya. Banyak sekali pedagangnya. Hidup sekali suasana pasarnya,” ungkapnya takjub.

Belum lagi soal pemilihan tempat. Menurut Farida, pasar ini paket komplet. Menawarkan wisata kuliner dan wisata pemandangan sekaligus. “Jadi bisa sekalian berbuka sambil santai di sini,” ujarnya.

Senada dengan Armi Amelia, sahabatnya. Armi tampak riang. Mungkin ini bukber terniatnya. Karena sebelumnya, ia hanya berbuka di indekos atau musala.

“Niat sekali ke sini. Ngabuburit sambil bikin tugas kuliah,” bebernya.

“Pulang dari sini, perut kenyang, makalah pun aman,” tambahnya semringah.

Ia berasal dari Bumi Saijaan, Kotabaru. Ini Ramadan pertamanya di Banjarmasin.

Pasar wadai memberi warna tersendiri bagi perantau muda itu. “Seru sekali. Sampai-sampai si viral cromboloni pun terjual di Pasar Wadai ini,” bebernya.

Baca Juga :  Bakwan Jagung, Renyah dan Gurih: Cocok untuk Berbuka Puasa

Penulis beralih ke area dermaga. Sejumlah lelaki sibuk menggelar tikar plastik. Yadi salah satunya. Ia pedagang asongan yang kerap berjualan di tengah pasar wadai.

“Karena area tengah dilarang jualan, kami pedagang asongan beralih usaha jasa tikar,” tuturnya.

Area tengah pasar memang ditertibkan. Guna melancarkan arus hilir mudik pengunjung. Setidaknya Yadi dkk masih punya peluang usaha lainnya.

Jasa alas berbuka itu berjejer hingga ke ujung siring. Bahkan hingga ke tongkang rapuh samping panggung.

Yadi membeberkan, masing-masing cuma punya jatah 10 tikar. Hitung-hitung berbagi rezeki.
Tarifnya murah. Hanya Rp10 ribu, sudah bisa memuat enam orang. Tikarnya boleh ditinggal atau dibawa pulang. “Sudah termasuk biaya kebersihan,” tambah Yadi.

Pengunjung menyerbu menjelang senja. Duduk berjejer memadati semua tikar. Banyak yang tak kebagian. Yadi dkk dapat cuan.

Suasana riuh itu mendadak takzim kala azan berkumandang. Tangan menengadah, doa dirapalkan. Lalu, jajanan yang telah dibeli pun “dibantas”.

“Sepuluh hari pertama Ramadan ini ramai sekali. Semoga terus seperti ini sampai lebaran,” harap Yadi. (jpg)

Ini bukan reportase klise. Kita tidak sedang membicarakan omzet pasar wadai atau keluh kesah pedagang dan pembeli.

****
PENULIS melipir ke Pasar Wadai Ramadan di Jalan RE Martadinata, depan Balai Kota. Rasa-rasanya, kurang lengkap menjalani ibadah puasa di Banjarmasin kalau tak singgah kemari. Ini bukan hanya tentang kuliner. Ini juga tentang suasana. Menanti azan magrib di kawasan eks Pelabuhan Lama itu.

Pasar wadai mulai sibuk sejak pukul 14.00 Wita. Pedagang menata lapaknya. Menghiasinya dengan kolak, es buah, bingka, dan makan besar seperti iwak bakar dan gangan.

Total ada 130 lapak yang dibuka Pemko Banjarmasin. Menyediakan menu viral hingga yang terlangka.

Di sini, masyarakat tak perlu khawatir kalah “war takjil”. Sebab persediaannya melimpah. Siapkan saja uangnya untuk berbelanja.

Kamis (21/3), hari kesepuluh Ramadan, hujan deras mengguyur Banjarmasin.

Penulis sempat sangsi, pasar ini bakal sepi. Tapi ternyata salah. Pengunjung membeludak jelang petang. Padat merayap menerobos sisa rintik.

Pasar ini tak hanya sasaran bagi pencari kudapan berbuka. Tetapi juga tempat berkumpul mahasiswa penikmat senja.

Kelompok kecil mahasiswa itu menepi ke siring. Sibuk memotret belanjaan mereka. Tentu saja dengan latar Sungai Martapura.

Baca Juga :  Kisah Pengungsi Rohingya Terkatung-katung di Lautan 113 Hari

Kelotok hilir mudik. Membuat sungai berombak kecil. Menghantam tangga siring, menciprati muka pengunjung yang ngabuburit di situ.

Tak masalah, mereka justru tertawa geli. “Anggap saja ini bonus ngabuburit di sini,” ujar Farida Yulianti, salah seorang pengunjung.

Baginya, ini pengalaman perdana. Perantau asal Barabai itu baru semester dua. Mengambil jurusan komunikasi, ia mendapat tugas membuat reportase Pasar Wadai Ramadan.

Misi kami rupanya sama. “Pasarnya besar ya. Banyak sekali pedagangnya. Hidup sekali suasana pasarnya,” ungkapnya takjub.

Belum lagi soal pemilihan tempat. Menurut Farida, pasar ini paket komplet. Menawarkan wisata kuliner dan wisata pemandangan sekaligus. “Jadi bisa sekalian berbuka sambil santai di sini,” ujarnya.

Senada dengan Armi Amelia, sahabatnya. Armi tampak riang. Mungkin ini bukber terniatnya. Karena sebelumnya, ia hanya berbuka di indekos atau musala.

“Niat sekali ke sini. Ngabuburit sambil bikin tugas kuliah,” bebernya.

“Pulang dari sini, perut kenyang, makalah pun aman,” tambahnya semringah.

Ia berasal dari Bumi Saijaan, Kotabaru. Ini Ramadan pertamanya di Banjarmasin.

Pasar wadai memberi warna tersendiri bagi perantau muda itu. “Seru sekali. Sampai-sampai si viral cromboloni pun terjual di Pasar Wadai ini,” bebernya.

Baca Juga :  Bakwan Jagung, Renyah dan Gurih: Cocok untuk Berbuka Puasa

Penulis beralih ke area dermaga. Sejumlah lelaki sibuk menggelar tikar plastik. Yadi salah satunya. Ia pedagang asongan yang kerap berjualan di tengah pasar wadai.

“Karena area tengah dilarang jualan, kami pedagang asongan beralih usaha jasa tikar,” tuturnya.

Area tengah pasar memang ditertibkan. Guna melancarkan arus hilir mudik pengunjung. Setidaknya Yadi dkk masih punya peluang usaha lainnya.

Jasa alas berbuka itu berjejer hingga ke ujung siring. Bahkan hingga ke tongkang rapuh samping panggung.

Yadi membeberkan, masing-masing cuma punya jatah 10 tikar. Hitung-hitung berbagi rezeki.
Tarifnya murah. Hanya Rp10 ribu, sudah bisa memuat enam orang. Tikarnya boleh ditinggal atau dibawa pulang. “Sudah termasuk biaya kebersihan,” tambah Yadi.

Pengunjung menyerbu menjelang senja. Duduk berjejer memadati semua tikar. Banyak yang tak kebagian. Yadi dkk dapat cuan.

Suasana riuh itu mendadak takzim kala azan berkumandang. Tangan menengadah, doa dirapalkan. Lalu, jajanan yang telah dibeli pun “dibantas”.

“Sepuluh hari pertama Ramadan ini ramai sekali. Semoga terus seperti ini sampai lebaran,” harap Yadi. (jpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru