28.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Wow…Ternyata Bisa Laku Sampai Rp 40 Juta

Di Ngawi ada perkampungan yang khusus menangkarkan
perkutut majapahit. Burung itu diburu penggemar karena langka.

—

PEKARANGAN samping
rumah Umar Sono tak ubahnya seperti panggung konser musik. Setiap pagi ataupun
sore, tidak kurang dari 240 ekor perkutut miliknya manggung. Sekilas kicauannya
memang terdengar sama. Tapi, saat mendekat ke empat kandang besar milik salah
seorang peternak perkutut di Desa Pelang Lor, Kedunggalar, Ngawi, itu, ratusan
perkutut tersebut terlihat mempunyai warna yang berbeda antara satu dan
lainnya.

’’Di tiga kandang ini perkutut jenis biasa, kotak
satunya khusus perkutut majapahit,’’ kata pemilik kandang.

Ki Cantuk, begitulah pria 42 tahun itu dipanggil,
memiliki setidaknya lima jenis perkutut majapahit yang berada dalam 20 kotak di
satu kandang paling pojok di pekarangannya.

Lima jenis tersebut adalah udan mas majapahit,
cemani majapahit, moka majapahit, putih majapahit, dan mega mendung majapahit.

Dia memerinci, udan mas majapahit mempunyai bulu
putih keemas-emasan, sedangkan cemani majapahit cenderung berwarna hitam. Moka
majapahit berwarna cokelat, mega mendung dominan warna putih keabu-abuan, dan
putih majapahit memiliki warna bulu dominan putih.

Baca Juga :  Selesaikan 12 Juz, Butuh Waktu Sepuluh Tahun

’’Tapi, semuanya punya ciri khas khusus majapahit,
kayak garis-garis batik di leher yang tidak putus dan corak putih di pangkal
ekornya,’’ ungkapnya.

Tak hanya ciri khas itu, masih kata Ki Cantuk, jenis
putih majapahit dan udan mas majapahit mempunyai mata kemerah-merahan.
Akhir-akhir ini, perkutut majapahit memang menjadi burung yang sering dicari,
khususnya putih majapahit. Karena warnanya putih polos seperti kelainan gen
albino, jenis tersebut langka. Jenis putih majapahit miliknya pernah ditawar Rp
8,5 juta. Namun, yang termahal tetap majapahit katuranggan dengan ciri jambul
di kepalanya.

’’Harganya bisa Rp 40 juta lebih,’’ ujarnya.

Tingginya harga perkutut majapahit tidak terlepas
dari mitos legenda yang menyertai burung yang sering ditemui di Jawa Timur itu.
Konon, berdasar cerita masyarakat setempat, perkutut majapahit merupakan
jelmaan pangeran Kerajaan Majapahit yang di-sabdo. Dari situlah namanya disebut
perkutut majapahit. Terlepas dari itu, Ki Cantuk mengatakan bahwa perkutut
majapahit sejak zaman Kerajaan Majapahit menjadi salah satu hewan peliharaan.

Baca Juga :  Produk Lokal yang Tembus ke Pasar Nasional dan Internasional

’’Selain antik, perkutut majapahit dipercaya
sebagian orang bisa mendatangkan rezeki dan kebahagiaan bagi pemiliknya,’’
terang ayah dua anak itu.

Seperti halnya legenda perkutut majapahit yang
mendatangkan rezeki, Ki Cantuk juga merasakan ketiban rezeki setelah memutuskan
beternak perkutut. Sebelumnya, Ki Cantuk hanya penggembala kambing. Namun,
setelah menderita sakit ginjal pada 2016, dia tidak boleh bekerja berat seperti
angkat pakan kambing. Akhirnya, pada tahun yang sama, dia coba-coba untuk
beternak perkutut majapahit.

Kesabaran dan keuletannya dalam mengembangbiakkan perkutut majapahit
berbuah manis. Dengan modal awal Rp 38 juta, hanya butuh dua tahun dia bisa
untung ratusan juta rupiah. Bahkan, pada 2018 itu dia mampu membeli Xenia R
murni hasil beternak perkutut majapahit. ’’Setiap ada burung anakan yang baru
berusia 1,5 bulan, para pedagang langsung memburunya. Setiap ekornya saya jual
Rp 450 ribu,’’ jelasnya.

Di Ngawi ada perkampungan yang khusus menangkarkan
perkutut majapahit. Burung itu diburu penggemar karena langka.

—

PEKARANGAN samping
rumah Umar Sono tak ubahnya seperti panggung konser musik. Setiap pagi ataupun
sore, tidak kurang dari 240 ekor perkutut miliknya manggung. Sekilas kicauannya
memang terdengar sama. Tapi, saat mendekat ke empat kandang besar milik salah
seorang peternak perkutut di Desa Pelang Lor, Kedunggalar, Ngawi, itu, ratusan
perkutut tersebut terlihat mempunyai warna yang berbeda antara satu dan
lainnya.

’’Di tiga kandang ini perkutut jenis biasa, kotak
satunya khusus perkutut majapahit,’’ kata pemilik kandang.

Ki Cantuk, begitulah pria 42 tahun itu dipanggil,
memiliki setidaknya lima jenis perkutut majapahit yang berada dalam 20 kotak di
satu kandang paling pojok di pekarangannya.

Lima jenis tersebut adalah udan mas majapahit,
cemani majapahit, moka majapahit, putih majapahit, dan mega mendung majapahit.

Dia memerinci, udan mas majapahit mempunyai bulu
putih keemas-emasan, sedangkan cemani majapahit cenderung berwarna hitam. Moka
majapahit berwarna cokelat, mega mendung dominan warna putih keabu-abuan, dan
putih majapahit memiliki warna bulu dominan putih.

Baca Juga :  Selesaikan 12 Juz, Butuh Waktu Sepuluh Tahun

’’Tapi, semuanya punya ciri khas khusus majapahit,
kayak garis-garis batik di leher yang tidak putus dan corak putih di pangkal
ekornya,’’ ungkapnya.

Tak hanya ciri khas itu, masih kata Ki Cantuk, jenis
putih majapahit dan udan mas majapahit mempunyai mata kemerah-merahan.
Akhir-akhir ini, perkutut majapahit memang menjadi burung yang sering dicari,
khususnya putih majapahit. Karena warnanya putih polos seperti kelainan gen
albino, jenis tersebut langka. Jenis putih majapahit miliknya pernah ditawar Rp
8,5 juta. Namun, yang termahal tetap majapahit katuranggan dengan ciri jambul
di kepalanya.

’’Harganya bisa Rp 40 juta lebih,’’ ujarnya.

Tingginya harga perkutut majapahit tidak terlepas
dari mitos legenda yang menyertai burung yang sering ditemui di Jawa Timur itu.
Konon, berdasar cerita masyarakat setempat, perkutut majapahit merupakan
jelmaan pangeran Kerajaan Majapahit yang di-sabdo. Dari situlah namanya disebut
perkutut majapahit. Terlepas dari itu, Ki Cantuk mengatakan bahwa perkutut
majapahit sejak zaman Kerajaan Majapahit menjadi salah satu hewan peliharaan.

Baca Juga :  Produk Lokal yang Tembus ke Pasar Nasional dan Internasional

’’Selain antik, perkutut majapahit dipercaya
sebagian orang bisa mendatangkan rezeki dan kebahagiaan bagi pemiliknya,’’
terang ayah dua anak itu.

Seperti halnya legenda perkutut majapahit yang
mendatangkan rezeki, Ki Cantuk juga merasakan ketiban rezeki setelah memutuskan
beternak perkutut. Sebelumnya, Ki Cantuk hanya penggembala kambing. Namun,
setelah menderita sakit ginjal pada 2016, dia tidak boleh bekerja berat seperti
angkat pakan kambing. Akhirnya, pada tahun yang sama, dia coba-coba untuk
beternak perkutut majapahit.

Kesabaran dan keuletannya dalam mengembangbiakkan perkutut majapahit
berbuah manis. Dengan modal awal Rp 38 juta, hanya butuh dua tahun dia bisa
untung ratusan juta rupiah. Bahkan, pada 2018 itu dia mampu membeli Xenia R
murni hasil beternak perkutut majapahit. ’’Setiap ada burung anakan yang baru
berusia 1,5 bulan, para pedagang langsung memburunya. Setiap ekornya saya jual
Rp 450 ribu,’’ jelasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru