33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Daring, Sinyal, dan Listrik

“Pak, bagaimana kalau kami tidak bisa membeli paket
data? Apalagi pada bulan-bulan ke depan belajarnya kan online?” Keluh
seorang peserta didik di pesan pribadi Whatsapp.

“Pak, saya hendak berpindah ke kelas offline?
Boleh apa tidak? Karena Saya sulit paham kelas online. Boleh ya pak?”
Peserta didik lain menghiba.

“ Lho pak, sinyalnya kan sering gangguan.
Listrik juga sering padam. Kita nanti akan kesulitan kalau belajarnya lewat hp
,” yang lain menimpali.

Di atas adalah beberapa keluhan para peserta
didik SMPN 4 Katingan Kuala. Setelah lebih dari satu minggu berjalan
pembelajaran dari rumah. Beberapa ingin segera kembali seperti biasa.

“Di tempat kita kan tidak ada kasus? Masa
sekolah tidak boleh masuk.” Suatu ketika orang tua komplain.

Di atas adalah beberapa kisah pembelajaran
daring SMPN 4 Katingan Kuala. Memang beberapa mengungkapkan keluhan. Namun
aturan menyatakan bahwa pembelajaran harus dilakukan dengan daring. Setidaknya
pembelajaran ini menghadirkan beberapa permasalahan.

Pembelajaran di masa pandemi covid-19
dilaksanakan dari rumah. Tahun pelajaran yang dimulai pada 13 Juli 2020.
Protokol kesehatan menyatakan bahwa sekolah belum bisa dibuka karena pandemi.
Ini untuk memutus penyebaran virus covid-19. Hanya 6
persen sekolah seluruh Indonesia yang
dibuka untuk pembelajaran tatap muka. Sisanya harus menunggu paling cepat
sampai dengan 30 September 2020.

Baca Juga :  Kawasan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Penyerap Karbon di Kabupaten Ko

Bukan tanpa kendala melaksanakan pembelajaran
daring di pedesaan yang terisolir. Keputusan yang mengikat untuk satuan
pendidikan di seluruh Indonesia. Baik di kota maupun desa berlaku sama. Dalam
pelajarannya muncul disparitas yang tinggi antara kota dengan desa. Ketika di
perkotaan lancar, berbanding terbalik dengan anak-anak yang berada di pedesaan.
Keterangan sarana di pedesaan menjadi masalah utama.

Permasalahan teknis sering sekali dialami.
Salah satu yang paling berhubungan adalah sinyal internet. Ada dua penyedia
jasa layanan paket data internet di desa kami. Telkomsel dan Indosat adalah dua
penyedia data internet untuk melayani dua kecamatan Katingan Kuala Mendawai.

Pembelajaran daring pun bergantung pada dua
perusahaan telekomunikasi
tersebut. Dalam praktiknya,
sering kali kedua
provider ini mengalami gangguan teknis. Ketika gangguan terjadi maka berhentilah
belajar secara daring.

Kualitas sinyal tidak merata dalam lingkungan
belajar siswa. Banyak
di antara yang
pelajar harus meninggalkan
rumah mereka gegara urusan sinyal. Ini bertolak belakang dengan semangat belajar
dari rumah. Bahkan di SMPN 4 Katingan Kuala harus didampingi dengan antena dan Wi
Fi router. Pun beberapa keluarga yang
mampu mengadakannya. Lagi sinyal internet masalahnya.

Baca Juga :  Ini Loh Manfaat 'Waluh' untuk Kesehatan

Listrik tidak kalah penting mendukung
keberhasilan daring. Ketersediaan pasokan listrik hampir mirip dengan layanan
telekomunikasi. Karena menggunakan tenaga diesel listrik juga sering
bermasalah. Kalau di daerah perkotaan listrik padam dalam ukuran jam. Namun di
daerah kami dalam ukuran  hari padamnya. Gangguan
listrik yang padam berlanjut ke sinyal internet. Walaupun tidak selalu
beriringan

Kemampuan beradaptasi pada teknologi informasi
agak telat. Ini adalah faktor non teknis. Kecepatan dalam penguasaan teknologi
informasi masyarakat desa tentu berbeda. Dalam keseharian aktivitas mereka
jarang berinteraksi dengan teknologi ini. Walhasil pembelajaran daring berjalan
ala kadarnya. Namun tetap patut disyukuri bahwa pandemi mengingatkan semua
untuk belajar teknologi informasi.

Bukan sekali dua kali gangguan teknis seperti sinyal
dan listrik yang down. Sering kali matinya pasokan listrik berdampak
langsung pada hilangnya sinyal. Untuk kurangnya pasukan listrik beberapa
anggota masyarakat telah menyediakan listrik mandiri. Beberapa menggunakan
mesin diesel sedangkan yang lain genset. Keluhan listrik setidaknya dapat
teratasi. Walaupun menyebabkan biaya tinggi saat beroperasi.

Keluhan non teknis berupa mahalnya harga paket
internet. Mayoritas komplain berawal masalah harga paket data internet. Kemampuan
orang tua peserta didik juga beragam.

(Penulis adalah pendidik di SMPN 4 Katingan Kuala,
Kabupaten Katingan)

“Pak, bagaimana kalau kami tidak bisa membeli paket
data? Apalagi pada bulan-bulan ke depan belajarnya kan online?” Keluh
seorang peserta didik di pesan pribadi Whatsapp.

“Pak, saya hendak berpindah ke kelas offline?
Boleh apa tidak? Karena Saya sulit paham kelas online. Boleh ya pak?”
Peserta didik lain menghiba.

“ Lho pak, sinyalnya kan sering gangguan.
Listrik juga sering padam. Kita nanti akan kesulitan kalau belajarnya lewat hp
,” yang lain menimpali.

Di atas adalah beberapa keluhan para peserta
didik SMPN 4 Katingan Kuala. Setelah lebih dari satu minggu berjalan
pembelajaran dari rumah. Beberapa ingin segera kembali seperti biasa.

“Di tempat kita kan tidak ada kasus? Masa
sekolah tidak boleh masuk.” Suatu ketika orang tua komplain.

Di atas adalah beberapa kisah pembelajaran
daring SMPN 4 Katingan Kuala. Memang beberapa mengungkapkan keluhan. Namun
aturan menyatakan bahwa pembelajaran harus dilakukan dengan daring. Setidaknya
pembelajaran ini menghadirkan beberapa permasalahan.

Pembelajaran di masa pandemi covid-19
dilaksanakan dari rumah. Tahun pelajaran yang dimulai pada 13 Juli 2020.
Protokol kesehatan menyatakan bahwa sekolah belum bisa dibuka karena pandemi.
Ini untuk memutus penyebaran virus covid-19. Hanya 6
persen sekolah seluruh Indonesia yang
dibuka untuk pembelajaran tatap muka. Sisanya harus menunggu paling cepat
sampai dengan 30 September 2020.

Baca Juga :  Kawasan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Penyerap Karbon di Kabupaten Ko

Bukan tanpa kendala melaksanakan pembelajaran
daring di pedesaan yang terisolir. Keputusan yang mengikat untuk satuan
pendidikan di seluruh Indonesia. Baik di kota maupun desa berlaku sama. Dalam
pelajarannya muncul disparitas yang tinggi antara kota dengan desa. Ketika di
perkotaan lancar, berbanding terbalik dengan anak-anak yang berada di pedesaan.
Keterangan sarana di pedesaan menjadi masalah utama.

Permasalahan teknis sering sekali dialami.
Salah satu yang paling berhubungan adalah sinyal internet. Ada dua penyedia
jasa layanan paket data internet di desa kami. Telkomsel dan Indosat adalah dua
penyedia data internet untuk melayani dua kecamatan Katingan Kuala Mendawai.

Pembelajaran daring pun bergantung pada dua
perusahaan telekomunikasi
tersebut. Dalam praktiknya,
sering kali kedua
provider ini mengalami gangguan teknis. Ketika gangguan terjadi maka berhentilah
belajar secara daring.

Kualitas sinyal tidak merata dalam lingkungan
belajar siswa. Banyak
di antara yang
pelajar harus meninggalkan
rumah mereka gegara urusan sinyal. Ini bertolak belakang dengan semangat belajar
dari rumah. Bahkan di SMPN 4 Katingan Kuala harus didampingi dengan antena dan Wi
Fi router. Pun beberapa keluarga yang
mampu mengadakannya. Lagi sinyal internet masalahnya.

Baca Juga :  Ini Loh Manfaat 'Waluh' untuk Kesehatan

Listrik tidak kalah penting mendukung
keberhasilan daring. Ketersediaan pasokan listrik hampir mirip dengan layanan
telekomunikasi. Karena menggunakan tenaga diesel listrik juga sering
bermasalah. Kalau di daerah perkotaan listrik padam dalam ukuran jam. Namun di
daerah kami dalam ukuran  hari padamnya. Gangguan
listrik yang padam berlanjut ke sinyal internet. Walaupun tidak selalu
beriringan

Kemampuan beradaptasi pada teknologi informasi
agak telat. Ini adalah faktor non teknis. Kecepatan dalam penguasaan teknologi
informasi masyarakat desa tentu berbeda. Dalam keseharian aktivitas mereka
jarang berinteraksi dengan teknologi ini. Walhasil pembelajaran daring berjalan
ala kadarnya. Namun tetap patut disyukuri bahwa pandemi mengingatkan semua
untuk belajar teknologi informasi.

Bukan sekali dua kali gangguan teknis seperti sinyal
dan listrik yang down. Sering kali matinya pasokan listrik berdampak
langsung pada hilangnya sinyal. Untuk kurangnya pasukan listrik beberapa
anggota masyarakat telah menyediakan listrik mandiri. Beberapa menggunakan
mesin diesel sedangkan yang lain genset. Keluhan listrik setidaknya dapat
teratasi. Walaupun menyebabkan biaya tinggi saat beroperasi.

Keluhan non teknis berupa mahalnya harga paket
internet. Mayoritas komplain berawal masalah harga paket data internet. Kemampuan
orang tua peserta didik juga beragam.

(Penulis adalah pendidik di SMPN 4 Katingan Kuala,
Kabupaten Katingan)

Terpopuler

Artikel Terbaru