26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Kisah Pilu Agatha Sales Felix di Rio de Janeiro

Kematian
Agatha Sales Felix memantik amarah warga Rio de Janeiro, Brasil. Mereka tak
ingin kematian bocah 8 tahun itu hanya menjadi angka dalam statistik pemerintah
Brasil. Seperti ratusan nyawa tak bersalah yang terenggut dalam perang antara
polisi dan geng kriminal.

Jumat
malam (20/9) itu seharusnya menjadi seperti hari kebanyakan. Agatha Sales Felix
duduk di dalam minivan bersama ibunya, Vanessa Sales. Tangan kecilnya memegang
sebuah ransel. Di dalamnya, menurut Associated Press, terdapat alat tulis
seperti pensil, rautan, dan buku catatan.

Perlahan,
minivan itu melaju melewati Complexo do Alemao. Di kawasan favela alias
perkampungan padat penduduk tersebut, mobil itulah yang menjadi angkutan umum
penduduk.

Tak ada
yang tahu bahwa tas tersebut bakal menjadi tanda kenangan terakhir dari gadis
berambut keriting itu. Dalam perjalanan tersebut, Agatha meregang nyawa. Di
punggungnya terdapat luka tembak.

Keluarga
korban langsung meradang. Mereka menyalahkan petugas polisi yang diduga melepas
tembakan di muka umum. ”Pada akhirnya, mereka akan berkata seorang anak
meninggal saat konfrontasi? Konfrontasi apa? Apakah cucu saya bersenjata?”
ungkap Ailton Felix, kakek Agatha, kepada BBC.

Baca Juga :  Bastian Steel Akui Sudah Punya Pacar Baru

Pihak
kepolisian sudah memberikan penjelasan. Menurut mereka, petugas kepolisian di
Alemao diserbu peluru dari beberapa penjuru. Mereka hanya membalas tembakan
tersebut.

Namun,
warga menyatakan bahwa penjelasan otoritas hanyalah omong kosong. Renata
Trajana, penduduk Alemao, mengaku tidak ada baku tembak saat Agatha tertembak.
Mereka hanya mendengar satu suara tembakan.

Paman
korban, Elias, bercerita bahwa Vanessa ada di samping buah hatinya saat tragedi
itu terjadi. Menurut versi saksi, seorang petugas polisi ingin menghentikan
pengendara motor. Saat pengendara tersebut kabur, polisi langsung membidikkan
senjatanya. Namun, pelurunya diduga kuat bersarang di punggung seorang anak.

”Mana
Witzel yang berkata polisi sudah dilatih? Kalau saya memegang ini (menunjukkan
botol plastik di tangan, Red) saat malam hari, mungkin mereka akan menembak
saya,” ujar Ailton seperti dilansir Sky News.

Witzel
yang dimaksud kakek korban adalah Gubernur Negara Bagian Rio de Janeiro, Wilson
Witzel. Politikus Social Christian Party itu menjadi sasaran kemarahan penduduk
favela. Pasalnya, dialah yang mendorong polisi untuk bertindak tegas terhadap
penjahat.

Baca Juga :  Nikita Mirzani: 3 Tahun Gue Dikontrak Melulu Enggak Mau Dilepas

Orang
terdekat Presiden Brasil Jair Bolsonaro itu menyatakan, api harus dilawan
dengan api. Dia terus pamer tentang angka kejahatan yang menurun. Tapi terus
mengelak saat disajikan laporan tentang 1.249 nyawa yang direnggut polisi
selama di Negara Bagian Rio dari Januari sampai Agustus.

Sebelum
Agatha, banyak kisah penduduk tak berdosa yang menjadi korban jiwa dalam
operasi kepolisian. Salah satunya, instruktur jujitsu Jean Rodrigo yang
tertembak di kepala saat ingin mengajar anak-anak pinggiran 14 Mei lalu.

Sebagian
yang terkena dampak memang penghuni favela. Sebab, perkampungan padat penduduk
itu biasanya penuh dengan jalan tikus. Cocok sebagai tempat pelarian penjahat.

Selama
akhir pekan, penduduk favela terus turun ke jalan untuk menuntut keadilan bagi
Agatha. Mereka juga berdemo kembali sekaligus mengucapkan duka saat keluarga
mengadakan upacara pemakaman Minggu (22/9). Poster bertulisan ”nyawa favela
punya makna” terus mereka acungkan. Berharap pemerintah tak terlalu serampangan
dalam memerangi penjahat.(jpg/ MOCHAMAD SALSABYL AND)

 

 

Kematian
Agatha Sales Felix memantik amarah warga Rio de Janeiro, Brasil. Mereka tak
ingin kematian bocah 8 tahun itu hanya menjadi angka dalam statistik pemerintah
Brasil. Seperti ratusan nyawa tak bersalah yang terenggut dalam perang antara
polisi dan geng kriminal.

Jumat
malam (20/9) itu seharusnya menjadi seperti hari kebanyakan. Agatha Sales Felix
duduk di dalam minivan bersama ibunya, Vanessa Sales. Tangan kecilnya memegang
sebuah ransel. Di dalamnya, menurut Associated Press, terdapat alat tulis
seperti pensil, rautan, dan buku catatan.

Perlahan,
minivan itu melaju melewati Complexo do Alemao. Di kawasan favela alias
perkampungan padat penduduk tersebut, mobil itulah yang menjadi angkutan umum
penduduk.

Tak ada
yang tahu bahwa tas tersebut bakal menjadi tanda kenangan terakhir dari gadis
berambut keriting itu. Dalam perjalanan tersebut, Agatha meregang nyawa. Di
punggungnya terdapat luka tembak.

Keluarga
korban langsung meradang. Mereka menyalahkan petugas polisi yang diduga melepas
tembakan di muka umum. ”Pada akhirnya, mereka akan berkata seorang anak
meninggal saat konfrontasi? Konfrontasi apa? Apakah cucu saya bersenjata?”
ungkap Ailton Felix, kakek Agatha, kepada BBC.

Baca Juga :  Bastian Steel Akui Sudah Punya Pacar Baru

Pihak
kepolisian sudah memberikan penjelasan. Menurut mereka, petugas kepolisian di
Alemao diserbu peluru dari beberapa penjuru. Mereka hanya membalas tembakan
tersebut.

Namun,
warga menyatakan bahwa penjelasan otoritas hanyalah omong kosong. Renata
Trajana, penduduk Alemao, mengaku tidak ada baku tembak saat Agatha tertembak.
Mereka hanya mendengar satu suara tembakan.

Paman
korban, Elias, bercerita bahwa Vanessa ada di samping buah hatinya saat tragedi
itu terjadi. Menurut versi saksi, seorang petugas polisi ingin menghentikan
pengendara motor. Saat pengendara tersebut kabur, polisi langsung membidikkan
senjatanya. Namun, pelurunya diduga kuat bersarang di punggung seorang anak.

”Mana
Witzel yang berkata polisi sudah dilatih? Kalau saya memegang ini (menunjukkan
botol plastik di tangan, Red) saat malam hari, mungkin mereka akan menembak
saya,” ujar Ailton seperti dilansir Sky News.

Witzel
yang dimaksud kakek korban adalah Gubernur Negara Bagian Rio de Janeiro, Wilson
Witzel. Politikus Social Christian Party itu menjadi sasaran kemarahan penduduk
favela. Pasalnya, dialah yang mendorong polisi untuk bertindak tegas terhadap
penjahat.

Baca Juga :  Nikita Mirzani: 3 Tahun Gue Dikontrak Melulu Enggak Mau Dilepas

Orang
terdekat Presiden Brasil Jair Bolsonaro itu menyatakan, api harus dilawan
dengan api. Dia terus pamer tentang angka kejahatan yang menurun. Tapi terus
mengelak saat disajikan laporan tentang 1.249 nyawa yang direnggut polisi
selama di Negara Bagian Rio dari Januari sampai Agustus.

Sebelum
Agatha, banyak kisah penduduk tak berdosa yang menjadi korban jiwa dalam
operasi kepolisian. Salah satunya, instruktur jujitsu Jean Rodrigo yang
tertembak di kepala saat ingin mengajar anak-anak pinggiran 14 Mei lalu.

Sebagian
yang terkena dampak memang penghuni favela. Sebab, perkampungan padat penduduk
itu biasanya penuh dengan jalan tikus. Cocok sebagai tempat pelarian penjahat.

Selama
akhir pekan, penduduk favela terus turun ke jalan untuk menuntut keadilan bagi
Agatha. Mereka juga berdemo kembali sekaligus mengucapkan duka saat keluarga
mengadakan upacara pemakaman Minggu (22/9). Poster bertulisan ”nyawa favela
punya makna” terus mereka acungkan. Berharap pemerintah tak terlalu serampangan
dalam memerangi penjahat.(jpg/ MOCHAMAD SALSABYL AND)

 

 

Terpopuler

Artikel Terbaru