30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

BPOM Sudah Miliki Pedoman Uji Klinis Obat Covid-19

Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus memantau berbagai penelitian dan
pengembangan obat Covid-19. Termasuk, obat temuan tim peneliti Unair, BIN, dan
TNI-AD. BPOM juga siap mempercepat perizinan dan persetujuan pada masa darurat
ini. Meski demikian, peneliti tak boleh abai terkait pedoman uji klinis yang
baik sesuai dengan ketentuan di Indonesia.

Kepala
Badan POM Penny K. Lukito menyatakan, pihaknya selalu melibatkan tim pakar
dalam mengawal penelitian dan pengembangan obat Covid-19. Misalnya, ahli
farmakologi dan klinisi multidisiplin bidang penyakit dari berbagai perguruan
tinggi serta ahli kebijakan regulatori di bidang obat.

”Kami
terus berupaya agar standar dan persyaratan minimal terpenuhi untuk memastikan
keamanan, khasiat, dan mutu obat melalui berbagai tahapan uji yang diakui
secara internasional,” ujarnya kemarin. Tujuan utamanya adalah memberikan
perlindungan terhadap kesehatan masyarakat.

Baca Juga :  Kebiasaan Hidup Vegan Sehat ini Wajib Diadopsi

Memasuki
pertengahan kuartal ketiga tahun ini, BPOM telah mengawal pelaksanaan beberapa
uji klinis obat Covid-19. Termasuk, kombinasi obat yang diajukan oleh tim
peneliti Unair. ”Suatu protokol UK (uji klinis, Red) akan mendapatkan
persetujuan pelaksanaan setelah sebelumnya dibahas dan disetujui oleh BPOM dan
Komite Nasional (Komnas) Penilai Obat,” ungkapnya.

Proses
panjang itu bertujuan mendapatkan metode uji klinis yang valid. Dengan begitu,
hasilnya dapat digunakan untuk mendukung pengambilan kesimpulan. ”Termasuk
untuk penggunaan pada emergency use authorization (masa darurat, Red),”
tuturnya.

Penny
menekankan perlunya kehati-hatian dalam pengambilan keputusan dari hasil uji
klinis. Sebab, penggunaan obat kombinasi baru yang tidak tepat akan berisiko
efek samping, resistansi, dan biaya yang tidak perlu. ”Yang perlu menjadi
perhatian dalam memproduksi obat, obat kombinasi tersebut harus dapat
diformulasi dengan baik dan tidak menimbulkan inkompatibilitas, baik secara
kimia maupun fisik,” kata Penny. Selanjutnya, industri farmasi yang akan
memproduksi harus telah memiliki sertifikat cara produksi obat yang baik
(CPOB).

Baca Juga :  Konsumsi Bawang Putih Campur Madu, Ini Lho Manfaatnya

Setelah
dinilai oleh Komnas Penilai Obat, BPOM akan memberikan persetujuan penggunaan
pada masa darurat. Keputusan Komnas Penilai Obat berdasar bukti ilmiah yang
kuat. Hasil uji klinis harus dinyatakan valid dan telah memenuhi aspek mutu
dalam pembuatannya.

Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus memantau berbagai penelitian dan
pengembangan obat Covid-19. Termasuk, obat temuan tim peneliti Unair, BIN, dan
TNI-AD. BPOM juga siap mempercepat perizinan dan persetujuan pada masa darurat
ini. Meski demikian, peneliti tak boleh abai terkait pedoman uji klinis yang
baik sesuai dengan ketentuan di Indonesia.

Kepala
Badan POM Penny K. Lukito menyatakan, pihaknya selalu melibatkan tim pakar
dalam mengawal penelitian dan pengembangan obat Covid-19. Misalnya, ahli
farmakologi dan klinisi multidisiplin bidang penyakit dari berbagai perguruan
tinggi serta ahli kebijakan regulatori di bidang obat.

”Kami
terus berupaya agar standar dan persyaratan minimal terpenuhi untuk memastikan
keamanan, khasiat, dan mutu obat melalui berbagai tahapan uji yang diakui
secara internasional,” ujarnya kemarin. Tujuan utamanya adalah memberikan
perlindungan terhadap kesehatan masyarakat.

Baca Juga :  Kebiasaan Hidup Vegan Sehat ini Wajib Diadopsi

Memasuki
pertengahan kuartal ketiga tahun ini, BPOM telah mengawal pelaksanaan beberapa
uji klinis obat Covid-19. Termasuk, kombinasi obat yang diajukan oleh tim
peneliti Unair. ”Suatu protokol UK (uji klinis, Red) akan mendapatkan
persetujuan pelaksanaan setelah sebelumnya dibahas dan disetujui oleh BPOM dan
Komite Nasional (Komnas) Penilai Obat,” ungkapnya.

Proses
panjang itu bertujuan mendapatkan metode uji klinis yang valid. Dengan begitu,
hasilnya dapat digunakan untuk mendukung pengambilan kesimpulan. ”Termasuk
untuk penggunaan pada emergency use authorization (masa darurat, Red),”
tuturnya.

Penny
menekankan perlunya kehati-hatian dalam pengambilan keputusan dari hasil uji
klinis. Sebab, penggunaan obat kombinasi baru yang tidak tepat akan berisiko
efek samping, resistansi, dan biaya yang tidak perlu. ”Yang perlu menjadi
perhatian dalam memproduksi obat, obat kombinasi tersebut harus dapat
diformulasi dengan baik dan tidak menimbulkan inkompatibilitas, baik secara
kimia maupun fisik,” kata Penny. Selanjutnya, industri farmasi yang akan
memproduksi harus telah memiliki sertifikat cara produksi obat yang baik
(CPOB).

Baca Juga :  Konsumsi Bawang Putih Campur Madu, Ini Lho Manfaatnya

Setelah
dinilai oleh Komnas Penilai Obat, BPOM akan memberikan persetujuan penggunaan
pada masa darurat. Keputusan Komnas Penilai Obat berdasar bukti ilmiah yang
kuat. Hasil uji klinis harus dinyatakan valid dan telah memenuhi aspek mutu
dalam pembuatannya.

Terpopuler

Artikel Terbaru