33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Revisi UU MD3 Ditolak

WACANA revisi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,
DPR, DPRD, dan DPD (MD3) mendapat penolakan dari banyak fraksi di Parlemen,
Senayan. Mereka tidak sepakat dengan perubahan aturan yang akan menjadi acuan
dalam pengisian jabatan pimpinan DPR dan MPR.

Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad
Syamsurijal mengungkapkan, UU MD3 sekarang sudah bagus. Sistem yang diatur
dalam undang-udang itu sudah tepat dan sesuai dengan kondisi sekarang.

Dalam pengisian jabatan di
parlemen, DPR dan MPR harus tetap mengacu pada peraturan tersebut. “Jangan
sampai terjadi seperti 2014, revisi UU MD3 yang dilakukan waktu itu menyakiti
banyak pihak,” tegasnya kemarin (26/6).

Sementara itu, anggota DPR RI
Fraksi PDI Perjuangan Andreas Hugo Pariera, menyebut, wacana perubahan UU MD3
tidak tepat. Tidak ada relevansinya untuk mengubah aturan tersebut. “Secara
subtansi, tidak perlu ada perubahan pada undang-undang itu,” timpalnya.

Baca Juga :  Awaludin Kembali Pimpin PPP, Wabup Mura Jabat Sekretaris

Memang, lanjut dia, ada beberapa
kalimat akomodatif yang perlu diubah. Namun, tidak perlu sampai dilakukan
revisi UU. Kalimat akomodatif yang dimaksud itu berkaitan dengan komposisi
pimpinan DPR yang berjumlah enam orang dan pimpinan MPR sebanyak delapan orang.
Sebab, komposisi tersebut hanya berlaku pada masa jabatan 2014-2019.

Komposisi itu tidak lagi berlaku
untuk pimpinan parlemen hasil Pemilu 2019. Jumlah pimpinan DPR dan MPR
dikembalikan seperti semula. Yaitu, masing-masing lima orang. “Jadi, semuanya
sudah jelas. Tidak perlu ada lagi perubahan atau revisi,” ujar legislator asal
NTT itu.

Ketua DPP PDIP tersebut
mengatakan, rakyat akan bosan jika DPR hanya berpolemik soal urusan sendiri.
Yang perlu dipikirkan adalah urusan dan kepentingan rakyat. Banyak RUU yang
harus dirampungkan. Misalnya, RUU Data Pribadi, UU Penyiaran, dan undang-undang
lainnya. Hal-hal yang penting harus diselesaikan dalam periode waktu yang
tersisa ini sampai September mendatang.

Baca Juga :  Sudah Deklarasi, Golkar Kalteng Bakal Pertimbangkan Dukungan ke Airlan

Ketua Baleg DPR Supratman Andi
Agtas juga sepakat UU MD3 tidak perlu direvisi lagi. Sebab, undang-undang
tersebut masih relevan dalam kondisi yang ada. Dalam UU itu, disebutkan bahwa
pengisian pimpinan DPR dilakukan secara proporsional, yaitu sesuai urutan
pemenang pemilu, dan pimpinan MPR diisi melalui sistem paket.

Dia meyakini pengisian pimpinan
MPR akan cair antara partai pendukung paslon 01 Jokowi-Maruf dan pendukung
Prabowo-Sandi. Jatah kursi pimpinan MPR hanya 4 yang diperuntukkan DPR dan satu
kursi untuk DPD. “Padahal, partainya lebih dari itu. Semua pasti akan
menginginkan yang sama, jadi pasti akan dinamis,” ungkap anggota DPR Fraksi
Partai Gerindra tersebut. (mhf/ful/fin/kpc)

WACANA revisi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,
DPR, DPRD, dan DPD (MD3) mendapat penolakan dari banyak fraksi di Parlemen,
Senayan. Mereka tidak sepakat dengan perubahan aturan yang akan menjadi acuan
dalam pengisian jabatan pimpinan DPR dan MPR.

Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad
Syamsurijal mengungkapkan, UU MD3 sekarang sudah bagus. Sistem yang diatur
dalam undang-udang itu sudah tepat dan sesuai dengan kondisi sekarang.

Dalam pengisian jabatan di
parlemen, DPR dan MPR harus tetap mengacu pada peraturan tersebut. “Jangan
sampai terjadi seperti 2014, revisi UU MD3 yang dilakukan waktu itu menyakiti
banyak pihak,” tegasnya kemarin (26/6).

Sementara itu, anggota DPR RI
Fraksi PDI Perjuangan Andreas Hugo Pariera, menyebut, wacana perubahan UU MD3
tidak tepat. Tidak ada relevansinya untuk mengubah aturan tersebut. “Secara
subtansi, tidak perlu ada perubahan pada undang-undang itu,” timpalnya.

Baca Juga :  Awaludin Kembali Pimpin PPP, Wabup Mura Jabat Sekretaris

Memang, lanjut dia, ada beberapa
kalimat akomodatif yang perlu diubah. Namun, tidak perlu sampai dilakukan
revisi UU. Kalimat akomodatif yang dimaksud itu berkaitan dengan komposisi
pimpinan DPR yang berjumlah enam orang dan pimpinan MPR sebanyak delapan orang.
Sebab, komposisi tersebut hanya berlaku pada masa jabatan 2014-2019.

Komposisi itu tidak lagi berlaku
untuk pimpinan parlemen hasil Pemilu 2019. Jumlah pimpinan DPR dan MPR
dikembalikan seperti semula. Yaitu, masing-masing lima orang. “Jadi, semuanya
sudah jelas. Tidak perlu ada lagi perubahan atau revisi,” ujar legislator asal
NTT itu.

Ketua DPP PDIP tersebut
mengatakan, rakyat akan bosan jika DPR hanya berpolemik soal urusan sendiri.
Yang perlu dipikirkan adalah urusan dan kepentingan rakyat. Banyak RUU yang
harus dirampungkan. Misalnya, RUU Data Pribadi, UU Penyiaran, dan undang-undang
lainnya. Hal-hal yang penting harus diselesaikan dalam periode waktu yang
tersisa ini sampai September mendatang.

Baca Juga :  Sudah Deklarasi, Golkar Kalteng Bakal Pertimbangkan Dukungan ke Airlan

Ketua Baleg DPR Supratman Andi
Agtas juga sepakat UU MD3 tidak perlu direvisi lagi. Sebab, undang-undang
tersebut masih relevan dalam kondisi yang ada. Dalam UU itu, disebutkan bahwa
pengisian pimpinan DPR dilakukan secara proporsional, yaitu sesuai urutan
pemenang pemilu, dan pimpinan MPR diisi melalui sistem paket.

Dia meyakini pengisian pimpinan
MPR akan cair antara partai pendukung paslon 01 Jokowi-Maruf dan pendukung
Prabowo-Sandi. Jatah kursi pimpinan MPR hanya 4 yang diperuntukkan DPR dan satu
kursi untuk DPD. “Padahal, partainya lebih dari itu. Semua pasti akan
menginginkan yang sama, jadi pasti akan dinamis,” ungkap anggota DPR Fraksi
Partai Gerindra tersebut. (mhf/ful/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru