30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Generasi Muda Mendominasi Pasar Modal

PROKALTENG.CO – Minat generasi muda berinvestasi di pasar modal melonjak. Sekitar 58,39 persen dari total 5,82 juta single investor identification (SID) merupakan generasi Z dan kelompok milenial.

Kepala Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen menuturkan, perkembangan investor ritel cukup pesat. Khususnya di kalangan milenial dan Gen Z (generasi Z). Selain menjadi hal menggembirakan, fenomena tersebut juga membawa konsekuensi.

Apalagi, akhir-akhir ini semakin marak influencer yang mengajak followers-nya memilih saham emiten tertentu atau pom-pom saham. Banyak juga investasi bodong yang mengaku telah berizin OJK membujuk para investor untuk berinvestasi di produk tertentu.

Hoesen juga meminta masyarakat mewaspadai penawaran investasi yang menjanjikan imbal hasil yang tidak masuk akal dalam waktu cepat. Sebab, berlaku hukum high risk-righ return dalam dunia investasi.

”Oleh karena itu, kami berpesan sebelum berinvestasi di pasar modal, pelajari dan pahami dulu. Gunakan sumber dana di luar kebutuhan pokok maupun dana cadangan. Jangan menggunakan pinjaman, apalagi pinjaman online ilegal,” tegasnya dalam webinar Kamis lalu (5/8).

Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK Tongam Lumban Tobing mengatakan, kerugian yang dialami masyarakat akibat investasi, pinjaman online, dan pegadaian ilegal mencapai Rp 117 triliun selama periode 2011–2020. Kerugian paling besar terjadi pada 2011. Total dana yang raib saat itu mencapai Rp 68,6 triliun.

Baca Juga :  Serikat Karyawan minta Menteri BUMN Selamatkan Garuda Indonesia

Sementara itu, sepanjang tahun ini, kerugian nasabah sampai Rp 2,5 triliun. ’’OJK juga sudah memblokir 79 investasi ilegal, 442 pinjaman online ilegal, dan 17 gadai ilegal,” tuturnya.

Meski demikian, Tongam menyebut, para oknum tersebut tidak lantas berhenti melakukan penawaran.”Setiap kita blokir dan diumumkan ke masyarakat, mereka dengan cepat membuat nama baru, menawarkan lagi melalui berbagai cara,” ujarnya.

Ketua Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) Prihatmo Hari menyatakan, generasi muda berusia 20–40 tahun mendominasi hingga 80 persen dari total 4,6 juta investor sampai akhir 2020. ”Reksa dana semakin populer di masyarakat,” ucapnya.

Dia yakin jumlah investor akan mendorong pertumbuhan industri 12–15 persen per tahun. Bahkan sepanjang pandemi Covid-19, investor masih tumbuh. ”Saat ini jumlah investor tumbuh luar biasa. Terutama tiga sampai empat tahun terakhir sudah mencapai 4,5 juta,” ujarnya.

Baca Juga :  Konsumen di Palangkaraya Minati Type Sepeda Listrik Ini

Prihatmo menjelaskan, dana kelolaan reksa dana di Indonesia Rp 573 triliun. Jumlah tersebut baru 9 persen dari total dana pihak ketiga di perbankan. Jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) Indonesia, dana kelolaan tersebut baru 10 persen.

’’Padahal, beberapa negara ASEAN lain sudah memiliki rasio dana kelolaan reksa dana dengan PDB mencapai 30 persen. Makanya, ruang pertumbuhan industri reksa dana masih bisa diperluas,” imbuhnya.

Saat ini pertumbuhan reksa dana juga didorong oleh aplikasi finansial teknologi (fintech) yang mempermudah transaksi investor. Terdapat 11 fintech yang tergabung dalam asosiasi agen penjual reksa dana online anggota APRDI. Melalui aplikasi, dana kelolaan reksa dana yang dijual melalui agen penjual fintech naik signifikan. ’’Dari 2017 senilai Rp 216 miliar, hingga Juni 2021 menjadi Rp 9 triliun,” ujarnya.

Jumlah investor reksa dana yang melakukan transaksi melalui fintech sebanyak 3,5 juta akun. ’’Kami yakin ini akan tumbuh eksponen dengan semakin banyak mitra agen penjual yang berbasis fintech dan semakin banyak marketplace yang menjual reksa dana,” jelasnya.

PROKALTENG.CO – Minat generasi muda berinvestasi di pasar modal melonjak. Sekitar 58,39 persen dari total 5,82 juta single investor identification (SID) merupakan generasi Z dan kelompok milenial.

Kepala Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen menuturkan, perkembangan investor ritel cukup pesat. Khususnya di kalangan milenial dan Gen Z (generasi Z). Selain menjadi hal menggembirakan, fenomena tersebut juga membawa konsekuensi.

Apalagi, akhir-akhir ini semakin marak influencer yang mengajak followers-nya memilih saham emiten tertentu atau pom-pom saham. Banyak juga investasi bodong yang mengaku telah berizin OJK membujuk para investor untuk berinvestasi di produk tertentu.

Hoesen juga meminta masyarakat mewaspadai penawaran investasi yang menjanjikan imbal hasil yang tidak masuk akal dalam waktu cepat. Sebab, berlaku hukum high risk-righ return dalam dunia investasi.

”Oleh karena itu, kami berpesan sebelum berinvestasi di pasar modal, pelajari dan pahami dulu. Gunakan sumber dana di luar kebutuhan pokok maupun dana cadangan. Jangan menggunakan pinjaman, apalagi pinjaman online ilegal,” tegasnya dalam webinar Kamis lalu (5/8).

Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK Tongam Lumban Tobing mengatakan, kerugian yang dialami masyarakat akibat investasi, pinjaman online, dan pegadaian ilegal mencapai Rp 117 triliun selama periode 2011–2020. Kerugian paling besar terjadi pada 2011. Total dana yang raib saat itu mencapai Rp 68,6 triliun.

Baca Juga :  Serikat Karyawan minta Menteri BUMN Selamatkan Garuda Indonesia

Sementara itu, sepanjang tahun ini, kerugian nasabah sampai Rp 2,5 triliun. ’’OJK juga sudah memblokir 79 investasi ilegal, 442 pinjaman online ilegal, dan 17 gadai ilegal,” tuturnya.

Meski demikian, Tongam menyebut, para oknum tersebut tidak lantas berhenti melakukan penawaran.”Setiap kita blokir dan diumumkan ke masyarakat, mereka dengan cepat membuat nama baru, menawarkan lagi melalui berbagai cara,” ujarnya.

Ketua Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) Prihatmo Hari menyatakan, generasi muda berusia 20–40 tahun mendominasi hingga 80 persen dari total 4,6 juta investor sampai akhir 2020. ”Reksa dana semakin populer di masyarakat,” ucapnya.

Dia yakin jumlah investor akan mendorong pertumbuhan industri 12–15 persen per tahun. Bahkan sepanjang pandemi Covid-19, investor masih tumbuh. ”Saat ini jumlah investor tumbuh luar biasa. Terutama tiga sampai empat tahun terakhir sudah mencapai 4,5 juta,” ujarnya.

Baca Juga :  Konsumen di Palangkaraya Minati Type Sepeda Listrik Ini

Prihatmo menjelaskan, dana kelolaan reksa dana di Indonesia Rp 573 triliun. Jumlah tersebut baru 9 persen dari total dana pihak ketiga di perbankan. Jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) Indonesia, dana kelolaan tersebut baru 10 persen.

’’Padahal, beberapa negara ASEAN lain sudah memiliki rasio dana kelolaan reksa dana dengan PDB mencapai 30 persen. Makanya, ruang pertumbuhan industri reksa dana masih bisa diperluas,” imbuhnya.

Saat ini pertumbuhan reksa dana juga didorong oleh aplikasi finansial teknologi (fintech) yang mempermudah transaksi investor. Terdapat 11 fintech yang tergabung dalam asosiasi agen penjual reksa dana online anggota APRDI. Melalui aplikasi, dana kelolaan reksa dana yang dijual melalui agen penjual fintech naik signifikan. ’’Dari 2017 senilai Rp 216 miliar, hingga Juni 2021 menjadi Rp 9 triliun,” ujarnya.

Jumlah investor reksa dana yang melakukan transaksi melalui fintech sebanyak 3,5 juta akun. ’’Kami yakin ini akan tumbuh eksponen dengan semakin banyak mitra agen penjual yang berbasis fintech dan semakin banyak marketplace yang menjual reksa dana,” jelasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru