27.1 C
Jakarta
Friday, May 17, 2024
spot_img

Pro dan Kontra Syarat Usia 17 Tahun Miliki SIM, Ini Tanggapan Orang Tua di Lamandau

NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Menyikapi permohonan pengujian material Pasal 81 Ayat 2 Huruf a UU Nomor 22 Tahun 2009. Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, hingga untuk mendapatkan SMI C tak harus menunggu usia 17 tahun. Ternyata menjadi pro dan kontra di kalangan orang tua. Antara yang mendukung dan menolak memiliki alasan masing-masing.

Maslikan (46), Warga Kelurahan Nanga Bulik. Mengaku mendukung dikabulkannya permohonan pengujian material tersebut, dengan begitu anak yang berusia di bawah 17 tahun bisa memperoleh SIM, sehingga mereka dapat berkendara untuk berangkat ke sekolah tanpa diantar orang tua.

“Tuntutan ekonomi membuat para orang tua semakin sibuk. Bahkan terkadang menyebabkan tidak ada lagi waktu orang tua untuk mengantarkan anak ke sekolah,” ujar Maslikan saat berbincang dengan awak media, Selasa (30/4/2024).

Karena kesibukannya itu, dirinya telah mengajarkan sejak dini anaknya untuk bekendara. Dengan demikian, selain bisa berangkat ke sekolah sendiri, anak-anak dapat dimanfaatkan untuk memperoleh kebutuhan rumah ketika para orang tua sudah lelah.

Baca Juga :  Kabinda Kalteng: Pekan Ini Kita Targetkan 13 Ribu Anak dan Lansia Divaksin

“Misalnya membeli sesuatu atau belanja ke pasar. Kalau ada tugas sekolah, misalnya untuk fotokopi atau kebutuhan sekolah lain mereka bisa berangkat sendiri,” bebernya.

Selain itu, lanjut dia, tujuan sebagian besar orang tua memberikan kendaraan bermotor kepada anak yang masih di bawah umur agar memotivasi anaknya. Harapan mereka anak-anak mereka jadi bersemangat pergi ke sekolah.

“Kalau anak-anak ini bisa memperoleh SIM, kan tidak takut lagi kalau ada razia Polisi,” ucapnya.

Terpisah, Warga Desa Kujan, Kecamatan Bulik, Aisiyah (37) mengaku tidak setuju. Jika anak-anak bisa mendapatkan SIM sebelum umurnya diatas 17 tahun. Ia menganggap anak usia tersebut masih labil dan belum matang secara emosional, ia khawatir jika mereka berkendara sendiri di jalan raya dapat membahayakan dirinya dan orang lain.

Baca Juga :  PWI Mura Jalin Kerjasama Pendidikan dengan IKIP Budi Utomo Malang

“Masih sering dijumpai anak-anak suka balap-balapan liar di jalan, melakukan zigzag dintara kendaraan lainnya. Hal ini sering dilakukan oleh anak-anak di bawah umur ketika berkendara, sebab tingkat emosionalnya belum stabil,” ungkapnya.

Ia bahkan, mengaitkan dengan prestasi si anak. Menurutnya jika anak usia sekolah dibiarkan berkendara sendiri pikiran mereka akan mulai bercabang, mereka tidak akan fokus lagi kepada sekolahnya. Di dalam pemikiran anak-anak tersebut selalu terbayang-bayang mengenai kendaraan bermotor.

“Takutnya mereka akan mulai memikirkan balapan-balapan yang akan mereka lakukan sepulang sekolah. Akibatnya prestasi pun menurun,” tuturnya.

Ia mengaku, sudah mahir mengendarai motor sejak SMP, tetapi sampai SMA, Ibu tiga orang anak itu tidak pernah membawa kendaraan tersebut ke sekolah.”Alhasil saya lebih terfokus pada pelajaran sekolah saya,” katanya menyakinkan.(Bib)

NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Menyikapi permohonan pengujian material Pasal 81 Ayat 2 Huruf a UU Nomor 22 Tahun 2009. Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, hingga untuk mendapatkan SMI C tak harus menunggu usia 17 tahun. Ternyata menjadi pro dan kontra di kalangan orang tua. Antara yang mendukung dan menolak memiliki alasan masing-masing.

Maslikan (46), Warga Kelurahan Nanga Bulik. Mengaku mendukung dikabulkannya permohonan pengujian material tersebut, dengan begitu anak yang berusia di bawah 17 tahun bisa memperoleh SIM, sehingga mereka dapat berkendara untuk berangkat ke sekolah tanpa diantar orang tua.

“Tuntutan ekonomi membuat para orang tua semakin sibuk. Bahkan terkadang menyebabkan tidak ada lagi waktu orang tua untuk mengantarkan anak ke sekolah,” ujar Maslikan saat berbincang dengan awak media, Selasa (30/4/2024).

Karena kesibukannya itu, dirinya telah mengajarkan sejak dini anaknya untuk bekendara. Dengan demikian, selain bisa berangkat ke sekolah sendiri, anak-anak dapat dimanfaatkan untuk memperoleh kebutuhan rumah ketika para orang tua sudah lelah.

Baca Juga :  Kabinda Kalteng: Pekan Ini Kita Targetkan 13 Ribu Anak dan Lansia Divaksin

“Misalnya membeli sesuatu atau belanja ke pasar. Kalau ada tugas sekolah, misalnya untuk fotokopi atau kebutuhan sekolah lain mereka bisa berangkat sendiri,” bebernya.

Selain itu, lanjut dia, tujuan sebagian besar orang tua memberikan kendaraan bermotor kepada anak yang masih di bawah umur agar memotivasi anaknya. Harapan mereka anak-anak mereka jadi bersemangat pergi ke sekolah.

“Kalau anak-anak ini bisa memperoleh SIM, kan tidak takut lagi kalau ada razia Polisi,” ucapnya.

Terpisah, Warga Desa Kujan, Kecamatan Bulik, Aisiyah (37) mengaku tidak setuju. Jika anak-anak bisa mendapatkan SIM sebelum umurnya diatas 17 tahun. Ia menganggap anak usia tersebut masih labil dan belum matang secara emosional, ia khawatir jika mereka berkendara sendiri di jalan raya dapat membahayakan dirinya dan orang lain.

Baca Juga :  PWI Mura Jalin Kerjasama Pendidikan dengan IKIP Budi Utomo Malang

“Masih sering dijumpai anak-anak suka balap-balapan liar di jalan, melakukan zigzag dintara kendaraan lainnya. Hal ini sering dilakukan oleh anak-anak di bawah umur ketika berkendara, sebab tingkat emosionalnya belum stabil,” ungkapnya.

Ia bahkan, mengaitkan dengan prestasi si anak. Menurutnya jika anak usia sekolah dibiarkan berkendara sendiri pikiran mereka akan mulai bercabang, mereka tidak akan fokus lagi kepada sekolahnya. Di dalam pemikiran anak-anak tersebut selalu terbayang-bayang mengenai kendaraan bermotor.

“Takutnya mereka akan mulai memikirkan balapan-balapan yang akan mereka lakukan sepulang sekolah. Akibatnya prestasi pun menurun,” tuturnya.

Ia mengaku, sudah mahir mengendarai motor sejak SMP, tetapi sampai SMA, Ibu tiga orang anak itu tidak pernah membawa kendaraan tersebut ke sekolah.”Alhasil saya lebih terfokus pada pelajaran sekolah saya,” katanya menyakinkan.(Bib)

spot_img
spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru