33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Miris! Masih Terjadi Pelecehan Santri Putra, Pelakunya Justru Kakak Kelas

PROKALTENG.CO-Kasus dugaan pelecehan seksual di lingkungan pondok pesantren (ponpes) terjadi di Kota Banjarbaru. Korbannya seorang santri laki-laki berusia 14 tahun berinisial ET. Korban bersama orang tuanya telah melaporkan peristiwa tersebut ke Unit PPA Polres Banjarbaru pada Jumat (2/2) petang.

Orang tua korban, CR (34) mengatakan selama satu tahun setengah menuntut ilmu di ponpes tersebut, anak semata wayangnya itu sudah mengalami dua kali tindakan pelecehan. Pertama pada Desember 2023, dan kedua pada 1 Februari 2024. “Kata anak saya, kedua kejadian (pelecehan seksual, red) itu dilakukan oleh dua orang berbeda dari kakak kelasnya,” ucapnya saat ditemui di halaman Mapolres Banjarbaru.

CR membeberkan tindakan pelecehan yang dimaksud adalah mencium, dan disuruh memegang kemaluan kakak tingkatnya. “Kedua dilakukan pelaku di waktu dan tempat yang berbeda. Tapi, masih di dalam area asrama putra di ponpes itu,” bebernya.

Tak terima dengan peristiwa memalukan yang dialami anaknya, CR jauh-jauh berangkat dari Puruk Cahu, Kalimantan Tengah ke Kota Banjarbaru. Lantas menjemput anaknya, dan melapor ke Polres Banjarbaru. “Orang tua mana yang rela dan mendiamkan kalau mendengar anaknya mengalami tindakan seperti itu,” ungkapnya kesal.

“Makanya saya rela jauh-jauh datang ke Banjarbaru. Supaya anak saya aman dan bisa melaporkan kasus ini ke polisi,” tambah CR.

Sebelum melapor, CR (34) sempat berbincang lewat video call dengan anaknya. “Kamis pagi, anak saya tiba-tiba nelpon (video call) sambil nangis. Langsung bilang minta pindah sekolah hari itu juga,” ungkapnya.

Waktu ditanya apa alasannya, ET malah diam. “Malah tambah ngotot minta pindah,” ungkapnya.
Heran dengan permintaan itu, CR terus membujuk anaknya untuk mengungkap alasan yang jelas. Setelah ditelusuri, ternyata anaknya baru saja mengalami perlakuan tak senonoh dari senior alias kakak kelasnya.

Mendengar hal itu, CR yang saat itu masih berada di Puruk Cahu, Kalteng langsung meminta saudaranya yang tinggal di Banjarbaru untuk segera menjemput anaknya. Sorenya bersama istrinya langsung berangkat ke Banjarbaru agar bisa menemui anaknya langsung. “Yang namanya demi anak, jarak sejauh apapun tak lagi kami pedulikan,” ujarnya.

Setelah 12 jam menempuh perjalanan darat, CR akhirnya bertemu dengan buah hatinya. Namun saat itu kondisi sang anak sudah tak seceria dulu lagi. “Gara-gara itu anak saya trauma. Yang biasanya ceria dan sering cerita tentang kegiatannya di ponpes, sekarang malah banyak ngelamun. Bahkan agak kurang nyambung ketika diajak ngobrol,” bebernya.

CR sangat kecewa dengan pengurus ponpes yang seolah membiarkan tindakan pelecehan seksual ini terjadi kepada putranya. Seandainya ada niatan untuk beritikad baik, kata CR, seharusnya setelah mendapat laporan dari anak-anak langsung menghubungi ke orang tuanya.

Sebelum dijemput oleh saudara CR di Banjarbaru, korban sudah melaporkan kasus pelecehan yang dialaminya itu kepada pihak ponpes. “Tapi ini sudah lewat 24 jam, tidak ada pihak ponpes yang menghubungi. Makanya keluarga bersepakat membawa kejadian ini ke jalur hukum saja,” tukasnya.

Baca Juga :  Tak Terima Ayah Diejek, Seorang Anak Mengamuk

Saat melapor, CR juga membawa seorang santri berinisial MN sebagai saksi yang juga satu kamar dengan korban. “Saksi ini melihat langsung peristiwa pelecehan yang dialami anak saya. Makanya sengaja kami bawa juga ke sini (ke Mapolres Banjarbaru, red),” tukasnya.

MN membenarkan bahwa memang benar melihat langsung peristiwa pelecehan itu. Seingat dia, kejadian pertama terjadi pada pertengahan Desember 2023, di dalam kamar asrama mereka.

“Kejadiannya lewat tengah malam. Saya sedang piket jaga malam di asrama, karena lelah terus masuk asrama dan ketiduran,” ungkap MN.

Namun, tidak lama terlelap, MN terbangun dan langsung melihat ada seorang laki-laki sedang mencium pipi dan bibir ET yang saat itu sedang tertidur pulas. “Karena kaget dan takut kena marah, saya hanya pura-pura tidur sampai kakak pembina asrama (kakak kelas) itu selesai menciumi dan keluar dari kamar kami,” bebernya.

MN meyakini hanya dia yang melihat kejadian tak senonoh itu. Santri lain sedang tidur.
Peristiwa pelecehan kedua terjadi pada Kamis (1/2) subuh. Waktu itu, kata MN, seluruh santri baru saja pulang salat subuh di masjid sekitar jam 05.30 Wita. “Waktu itu ada kakak kelas yang mencari ET, dan disuruh menyusulnya ke gedung baru,” ungkap MN.

ET dan MN yang waktu itu sedang berbarengan pulang dari masjid kemudian berpisah. “Saya langsung ke kamar ngaji. ET (korban) nggak, dia ke gedung baru nyusul kakak pembina asrama yang mencarinya tadi,” ucap MN.

Tak lama kemudian, korban tiba-tiba masuk ke kamar asrama dan menemui MN. Di sanalah korban menceritakan semua kejadian tak senonoh yang menimpanya. “Awalnya pelaku mencari dia untuk disuruh memijat. Lalu tangan ET diarahkan ke kelamin pelaku, ET menolak,” sebutnya.

Kemudian diajak pelaku naik ke lantai dua. Di sana, pelaku meminta ET mengoral alat kelamin pelaku. “Dia melawan, lalu kabur ke asrama,” jelas MN menceritakan.

MN meminta ET untuk melaporkannya ke pengurus ponpes. Ia merasa kejadian pelecehan kedua ini tidak bisa dibiarkan. “Kata pihak sekolah, nanti ditindaklanjuti, dan kami disuruh ke kamar,” terang MN.

Usai melapor, ET langsung menelepon orang tuanya dengan handphone milik salah satu warga ponpes.

“Setelah itu mama saya datang (ibu MN, red), dan langsung menjemput kami,” ungkapnya.

Ia mengaku mengenal para pelaku yang melecehkan teman seasramanya itu. Untuk kejadian pertama yang menimpa ET, pelaku merupakan kakak kelasnya berinisial M. Sedangkan kakak kelas di kejadian terakhir inisialnya R. “Kalau dari cerita teman-teman yang lain, kedua orang ini memang suka melakukan hal-hal seperti itu,” tukasnya.

Ironisnya, MN juga pernah melihat korban lain yang diperlakukan tak senonoh oleh pelaku yang berbeda. “Jadi beda-beda pelakunya. Mereka pembina atau pengurus asrama, tapi bukan asrama kami,” katanya.

Menurut MN, korban lain itu lapor ke organisasi. Pelaku dapat hukuman dari organisasi. “Tapi pihak ponpes tidak tahu. Jadi tidak ada hukuman dari ponpes,” sebutnya.

Baca Juga :  Kawatir Gunakan Narkoba, Puluhan Polwan Mendadak Dites Urine

Setelah dapat informasi dari orang tua korban,

A (34) langsung menjemput ET sebagai keponakannya, serta MN anaknya. “Saya langsung meminta mereka berdua mengambil barang-barangnya, dan pulang ke rumah,” ungkapnya.

Pada saat itu, ada salah satu dari pihak ponpes yang meminta A untuk membicarakan masalah ini ke kantor. “Ada guru yang membujuk saya supaya masuk ke kantor dulu membicarakan ini. Tapi, saya tidak mau. Saya minta bertemu dengan pelaku, tapi sampai satu jam menunggu, pelaku tidak datang,” ungkapnya. Ia pun pulang.

Hal itu membuat ibu MN ini naik darah. Sebab, ia yakin bahwa pelaku masih berada di lingkungan ponpes. Namun, tidak ada satupun yang mempertemukannya dengan pelaku. “Seharusnya gampang, tinggal dicari ke seluruh asrama. Kan masih dalam satu lingkungan pondok,” ungkap A kesal.

A sengaja tidak mau berdiskusi dengan pihak ponpes di dalam kantor, karena takut terbujuk dengan iming-iming mediasi sebagai pemecah masalah. Ia tahu bahwa ada banyak permasalahan sebelumnya di ponpes itu. Selalu berakhir damai. “Kejadian ini bakal berbuntut panjang. Karena kami khawatir ke depannya kasus ini bakal berdampak buruk dengan psikologis anak-anak kami,” ujarnya.

Kasi Humas Polres Banjarbaru, AKP Syahruji membenarkan ada laporan terkait kasus dugaan pelecehan seksual tersebut. “Benar ada laporan dugaan kasus (pelecehan seksual) itu,” ujarnya.
Menurutnya, kasus tersebut masih dalam proses pengumpulan data dan keterangan dari masing-masing pihak, terutama korban dan saksi. “Untuk perkembangannya, nanti akan diberitahukan lebih lanjut,” kata Syahruji.

Pelaku Masih Bersekolah di Ponpes

Salah satu perwakilan ponpes, ARM (28) mengatakan kejadian itu baru diketahui setelah adanya laporan dari korban. “Memang ada, dan sedang kami tindaklanjuti,” ungkapnya saat ditemui di kantornya, Sabtu (3/2) siang.

Saat ini, kata ARM, pihaknya juga sudah memanggil dua santri putra yang disebut sebagai terduga pelaku pelecehan dalam kasus ini. “Pelakunya dua orang. Awalnya kedua santri (pelaku, red) ini mengelak, dan mengaku hanya bercanda. Tapi, tidak mungkin hal seperti ini candaan. Setelah kami tanya lagi, akhirnya mereka mengakui perbuatannya,” ungkap ARM.

Saat ditanya keberadaan kedua pelaku, ARM menyebut bahwa mereka masih bersekolah di pondok tersebut. “Masih bersekolah seperti santri lain,” katanya.

Namun, ia berjanji bahwa pihak ponpes bakal mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan pelaku. “Pastinya tindak tegas, pelaku kita berhentikan. Karena secara tidak langsung kasus ini sudah membuat malu ponpes kita,” ujarnya

“Kami akan sampaikan juga ke orang tua pelaku,” tegasnya.

Pihak ponpes sangat menyayangkan kejadian ini. Pihaknya sepakat untuk menjatuhi hukuman berat itu agar ada efek jera dan kejadian yang sama tidak lagi terjadi. “Kami sudah menjaga dan mengawasi sebisa mungkin. Tapi tetap lolos juga. Kami dewan guru sangat terpukul,” sesalnya.
Mereka masih menunggu info dari Polres. “Kami sepakat akan kooperatif agar kasus ini bisa cepat selesai. Hal ini jadi pelajaran buat santri-santri yang lain,” tuntasnya.

(sya/jpg)

PROKALTENG.CO-Kasus dugaan pelecehan seksual di lingkungan pondok pesantren (ponpes) terjadi di Kota Banjarbaru. Korbannya seorang santri laki-laki berusia 14 tahun berinisial ET. Korban bersama orang tuanya telah melaporkan peristiwa tersebut ke Unit PPA Polres Banjarbaru pada Jumat (2/2) petang.

Orang tua korban, CR (34) mengatakan selama satu tahun setengah menuntut ilmu di ponpes tersebut, anak semata wayangnya itu sudah mengalami dua kali tindakan pelecehan. Pertama pada Desember 2023, dan kedua pada 1 Februari 2024. “Kata anak saya, kedua kejadian (pelecehan seksual, red) itu dilakukan oleh dua orang berbeda dari kakak kelasnya,” ucapnya saat ditemui di halaman Mapolres Banjarbaru.

CR membeberkan tindakan pelecehan yang dimaksud adalah mencium, dan disuruh memegang kemaluan kakak tingkatnya. “Kedua dilakukan pelaku di waktu dan tempat yang berbeda. Tapi, masih di dalam area asrama putra di ponpes itu,” bebernya.

Tak terima dengan peristiwa memalukan yang dialami anaknya, CR jauh-jauh berangkat dari Puruk Cahu, Kalimantan Tengah ke Kota Banjarbaru. Lantas menjemput anaknya, dan melapor ke Polres Banjarbaru. “Orang tua mana yang rela dan mendiamkan kalau mendengar anaknya mengalami tindakan seperti itu,” ungkapnya kesal.

“Makanya saya rela jauh-jauh datang ke Banjarbaru. Supaya anak saya aman dan bisa melaporkan kasus ini ke polisi,” tambah CR.

Sebelum melapor, CR (34) sempat berbincang lewat video call dengan anaknya. “Kamis pagi, anak saya tiba-tiba nelpon (video call) sambil nangis. Langsung bilang minta pindah sekolah hari itu juga,” ungkapnya.

Waktu ditanya apa alasannya, ET malah diam. “Malah tambah ngotot minta pindah,” ungkapnya.
Heran dengan permintaan itu, CR terus membujuk anaknya untuk mengungkap alasan yang jelas. Setelah ditelusuri, ternyata anaknya baru saja mengalami perlakuan tak senonoh dari senior alias kakak kelasnya.

Mendengar hal itu, CR yang saat itu masih berada di Puruk Cahu, Kalteng langsung meminta saudaranya yang tinggal di Banjarbaru untuk segera menjemput anaknya. Sorenya bersama istrinya langsung berangkat ke Banjarbaru agar bisa menemui anaknya langsung. “Yang namanya demi anak, jarak sejauh apapun tak lagi kami pedulikan,” ujarnya.

Setelah 12 jam menempuh perjalanan darat, CR akhirnya bertemu dengan buah hatinya. Namun saat itu kondisi sang anak sudah tak seceria dulu lagi. “Gara-gara itu anak saya trauma. Yang biasanya ceria dan sering cerita tentang kegiatannya di ponpes, sekarang malah banyak ngelamun. Bahkan agak kurang nyambung ketika diajak ngobrol,” bebernya.

CR sangat kecewa dengan pengurus ponpes yang seolah membiarkan tindakan pelecehan seksual ini terjadi kepada putranya. Seandainya ada niatan untuk beritikad baik, kata CR, seharusnya setelah mendapat laporan dari anak-anak langsung menghubungi ke orang tuanya.

Sebelum dijemput oleh saudara CR di Banjarbaru, korban sudah melaporkan kasus pelecehan yang dialaminya itu kepada pihak ponpes. “Tapi ini sudah lewat 24 jam, tidak ada pihak ponpes yang menghubungi. Makanya keluarga bersepakat membawa kejadian ini ke jalur hukum saja,” tukasnya.

Baca Juga :  Tak Terima Ayah Diejek, Seorang Anak Mengamuk

Saat melapor, CR juga membawa seorang santri berinisial MN sebagai saksi yang juga satu kamar dengan korban. “Saksi ini melihat langsung peristiwa pelecehan yang dialami anak saya. Makanya sengaja kami bawa juga ke sini (ke Mapolres Banjarbaru, red),” tukasnya.

MN membenarkan bahwa memang benar melihat langsung peristiwa pelecehan itu. Seingat dia, kejadian pertama terjadi pada pertengahan Desember 2023, di dalam kamar asrama mereka.

“Kejadiannya lewat tengah malam. Saya sedang piket jaga malam di asrama, karena lelah terus masuk asrama dan ketiduran,” ungkap MN.

Namun, tidak lama terlelap, MN terbangun dan langsung melihat ada seorang laki-laki sedang mencium pipi dan bibir ET yang saat itu sedang tertidur pulas. “Karena kaget dan takut kena marah, saya hanya pura-pura tidur sampai kakak pembina asrama (kakak kelas) itu selesai menciumi dan keluar dari kamar kami,” bebernya.

MN meyakini hanya dia yang melihat kejadian tak senonoh itu. Santri lain sedang tidur.
Peristiwa pelecehan kedua terjadi pada Kamis (1/2) subuh. Waktu itu, kata MN, seluruh santri baru saja pulang salat subuh di masjid sekitar jam 05.30 Wita. “Waktu itu ada kakak kelas yang mencari ET, dan disuruh menyusulnya ke gedung baru,” ungkap MN.

ET dan MN yang waktu itu sedang berbarengan pulang dari masjid kemudian berpisah. “Saya langsung ke kamar ngaji. ET (korban) nggak, dia ke gedung baru nyusul kakak pembina asrama yang mencarinya tadi,” ucap MN.

Tak lama kemudian, korban tiba-tiba masuk ke kamar asrama dan menemui MN. Di sanalah korban menceritakan semua kejadian tak senonoh yang menimpanya. “Awalnya pelaku mencari dia untuk disuruh memijat. Lalu tangan ET diarahkan ke kelamin pelaku, ET menolak,” sebutnya.

Kemudian diajak pelaku naik ke lantai dua. Di sana, pelaku meminta ET mengoral alat kelamin pelaku. “Dia melawan, lalu kabur ke asrama,” jelas MN menceritakan.

MN meminta ET untuk melaporkannya ke pengurus ponpes. Ia merasa kejadian pelecehan kedua ini tidak bisa dibiarkan. “Kata pihak sekolah, nanti ditindaklanjuti, dan kami disuruh ke kamar,” terang MN.

Usai melapor, ET langsung menelepon orang tuanya dengan handphone milik salah satu warga ponpes.

“Setelah itu mama saya datang (ibu MN, red), dan langsung menjemput kami,” ungkapnya.

Ia mengaku mengenal para pelaku yang melecehkan teman seasramanya itu. Untuk kejadian pertama yang menimpa ET, pelaku merupakan kakak kelasnya berinisial M. Sedangkan kakak kelas di kejadian terakhir inisialnya R. “Kalau dari cerita teman-teman yang lain, kedua orang ini memang suka melakukan hal-hal seperti itu,” tukasnya.

Ironisnya, MN juga pernah melihat korban lain yang diperlakukan tak senonoh oleh pelaku yang berbeda. “Jadi beda-beda pelakunya. Mereka pembina atau pengurus asrama, tapi bukan asrama kami,” katanya.

Menurut MN, korban lain itu lapor ke organisasi. Pelaku dapat hukuman dari organisasi. “Tapi pihak ponpes tidak tahu. Jadi tidak ada hukuman dari ponpes,” sebutnya.

Baca Juga :  Kawatir Gunakan Narkoba, Puluhan Polwan Mendadak Dites Urine

Setelah dapat informasi dari orang tua korban,

A (34) langsung menjemput ET sebagai keponakannya, serta MN anaknya. “Saya langsung meminta mereka berdua mengambil barang-barangnya, dan pulang ke rumah,” ungkapnya.

Pada saat itu, ada salah satu dari pihak ponpes yang meminta A untuk membicarakan masalah ini ke kantor. “Ada guru yang membujuk saya supaya masuk ke kantor dulu membicarakan ini. Tapi, saya tidak mau. Saya minta bertemu dengan pelaku, tapi sampai satu jam menunggu, pelaku tidak datang,” ungkapnya. Ia pun pulang.

Hal itu membuat ibu MN ini naik darah. Sebab, ia yakin bahwa pelaku masih berada di lingkungan ponpes. Namun, tidak ada satupun yang mempertemukannya dengan pelaku. “Seharusnya gampang, tinggal dicari ke seluruh asrama. Kan masih dalam satu lingkungan pondok,” ungkap A kesal.

A sengaja tidak mau berdiskusi dengan pihak ponpes di dalam kantor, karena takut terbujuk dengan iming-iming mediasi sebagai pemecah masalah. Ia tahu bahwa ada banyak permasalahan sebelumnya di ponpes itu. Selalu berakhir damai. “Kejadian ini bakal berbuntut panjang. Karena kami khawatir ke depannya kasus ini bakal berdampak buruk dengan psikologis anak-anak kami,” ujarnya.

Kasi Humas Polres Banjarbaru, AKP Syahruji membenarkan ada laporan terkait kasus dugaan pelecehan seksual tersebut. “Benar ada laporan dugaan kasus (pelecehan seksual) itu,” ujarnya.
Menurutnya, kasus tersebut masih dalam proses pengumpulan data dan keterangan dari masing-masing pihak, terutama korban dan saksi. “Untuk perkembangannya, nanti akan diberitahukan lebih lanjut,” kata Syahruji.

Pelaku Masih Bersekolah di Ponpes

Salah satu perwakilan ponpes, ARM (28) mengatakan kejadian itu baru diketahui setelah adanya laporan dari korban. “Memang ada, dan sedang kami tindaklanjuti,” ungkapnya saat ditemui di kantornya, Sabtu (3/2) siang.

Saat ini, kata ARM, pihaknya juga sudah memanggil dua santri putra yang disebut sebagai terduga pelaku pelecehan dalam kasus ini. “Pelakunya dua orang. Awalnya kedua santri (pelaku, red) ini mengelak, dan mengaku hanya bercanda. Tapi, tidak mungkin hal seperti ini candaan. Setelah kami tanya lagi, akhirnya mereka mengakui perbuatannya,” ungkap ARM.

Saat ditanya keberadaan kedua pelaku, ARM menyebut bahwa mereka masih bersekolah di pondok tersebut. “Masih bersekolah seperti santri lain,” katanya.

Namun, ia berjanji bahwa pihak ponpes bakal mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan pelaku. “Pastinya tindak tegas, pelaku kita berhentikan. Karena secara tidak langsung kasus ini sudah membuat malu ponpes kita,” ujarnya

“Kami akan sampaikan juga ke orang tua pelaku,” tegasnya.

Pihak ponpes sangat menyayangkan kejadian ini. Pihaknya sepakat untuk menjatuhi hukuman berat itu agar ada efek jera dan kejadian yang sama tidak lagi terjadi. “Kami sudah menjaga dan mengawasi sebisa mungkin. Tapi tetap lolos juga. Kami dewan guru sangat terpukul,” sesalnya.
Mereka masih menunggu info dari Polres. “Kami sepakat akan kooperatif agar kasus ini bisa cepat selesai. Hal ini jadi pelajaran buat santri-santri yang lain,” tuntasnya.

(sya/jpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru