27.3 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

KPK Pesimistis Ungkap Kasus Besar Jika UU KPK Hasil Revisi Diterapkan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pesimistis akan berhasil
mengungkap perkara mega korupsi dalam waktu kurang dari dua tahun jika
Undang-Undang KPK resmi diterapkan. Prasangka ini didasari atas kewenangan baru
yang diatur dalam perubahan kedua UU Nomor 30/2002 tentang KPK pada Pasal 40
tentang penerbitan SP3.

Dalam UU KPK hasil revisi, pada ayat 1 Pasal 40 menjelaskan,
bahwa lembaga antirasuah dapat menghentikan proses penanganan perkara jika tak
kunjung rampung dalam waktu paling lama dua tahun.

“Kalau penanganan perkara di KPK dibatasi waktunya dua tahun,
mungkin kasus seperti TPPU atau kasus seperti TCW (Tubagus Chaeri Wardana) ini
tidak mungkin terbongkar,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK,
Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (9/10) malam.

Dalam kasus dari suami Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi
Diany ini KPK membutuhkan waktu lima tahun untuk dapat melimpahkan berkas
penyidikan ke tahap penuntutan. Bahkan, lembaga antirasuah pada kasus ini telah
berhasil mengidentifikasi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Tubagus Wardana
senilai Rp500 miliar dalam setengah dasawarsa tersebut.

Baca Juga :  Lubang Tambang Longsor, Tiga Penambang Emas di Mura Tewas, Satu Orang

“Kasus e-KTP, BLBI, korupsi di sektor kehutanan, pertambangan,
atau kasus lain yang butuh perhitungan kerugian keuangan negara yang
signifikan, atau kasus besar yang bersifat lintas negara, itu tidak mungkin
atau katakanlah sulit untuk selesai dalam waktu dua tahun,” ucap Febri.

Mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) ini menyebut,
sejak awal KPK sudah menyampaikan sejumlah poin dalam RUU KPK dapat melemahkan
lembaga antirasuah terkhusus untuk mengungkap kasus besar. Terlebih, tindak
pidana korupsi itu termasuk katergori kejahatan luar biasa atau extraordinary
crime yang membutuhkan kekhususan untuk menanganinya.

“Sementara untuk kasus tindak pidana umum saja tak ada batas
waktu gitu. Nah ini yang kami lihat ada pertentangan antar satu dan yang lain.
Sehingga kami menyimpulkan pada saat itu, ini ada salah satu poin yang sangat
beresiko melemahkan KPK,” sesal Febri.

Baca Juga :  Innalillahi ! Sopir Truk Ditemukan Tak Bernyawa di Musala

Kendati demikian, Febri enggan untuk terburu-buru mendesak
Presiden Joko Widodo untuk dapat menerbitkan Perppu KPK yang tak lama lagi
resmi menjadi Undang-Undang. Dia lebih menunggu langkah nyata Jokowi untuk
berkomitmen meningkatkan kinerja pemberantasan korupsi.

“Kalau soal Perppu, kita serahkan saja pada presiden. Karena itu
kan domain presiden. Apakah misalnya presiden cenderung akan mendengar suara
dari Parpol yang sebagian tidak mau ada Perppu, atau cenderung mendengarkan
puluhan ribu mahasiswa, pelajar, dan masyarakat yang menyampaikan eksplisit di
demonstrasi,” pungkasnya.(jpg)

 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pesimistis akan berhasil
mengungkap perkara mega korupsi dalam waktu kurang dari dua tahun jika
Undang-Undang KPK resmi diterapkan. Prasangka ini didasari atas kewenangan baru
yang diatur dalam perubahan kedua UU Nomor 30/2002 tentang KPK pada Pasal 40
tentang penerbitan SP3.

Dalam UU KPK hasil revisi, pada ayat 1 Pasal 40 menjelaskan,
bahwa lembaga antirasuah dapat menghentikan proses penanganan perkara jika tak
kunjung rampung dalam waktu paling lama dua tahun.

“Kalau penanganan perkara di KPK dibatasi waktunya dua tahun,
mungkin kasus seperti TPPU atau kasus seperti TCW (Tubagus Chaeri Wardana) ini
tidak mungkin terbongkar,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK,
Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (9/10) malam.

Dalam kasus dari suami Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi
Diany ini KPK membutuhkan waktu lima tahun untuk dapat melimpahkan berkas
penyidikan ke tahap penuntutan. Bahkan, lembaga antirasuah pada kasus ini telah
berhasil mengidentifikasi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Tubagus Wardana
senilai Rp500 miliar dalam setengah dasawarsa tersebut.

Baca Juga :  Lubang Tambang Longsor, Tiga Penambang Emas di Mura Tewas, Satu Orang

“Kasus e-KTP, BLBI, korupsi di sektor kehutanan, pertambangan,
atau kasus lain yang butuh perhitungan kerugian keuangan negara yang
signifikan, atau kasus besar yang bersifat lintas negara, itu tidak mungkin
atau katakanlah sulit untuk selesai dalam waktu dua tahun,” ucap Febri.

Mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) ini menyebut,
sejak awal KPK sudah menyampaikan sejumlah poin dalam RUU KPK dapat melemahkan
lembaga antirasuah terkhusus untuk mengungkap kasus besar. Terlebih, tindak
pidana korupsi itu termasuk katergori kejahatan luar biasa atau extraordinary
crime yang membutuhkan kekhususan untuk menanganinya.

“Sementara untuk kasus tindak pidana umum saja tak ada batas
waktu gitu. Nah ini yang kami lihat ada pertentangan antar satu dan yang lain.
Sehingga kami menyimpulkan pada saat itu, ini ada salah satu poin yang sangat
beresiko melemahkan KPK,” sesal Febri.

Baca Juga :  Innalillahi ! Sopir Truk Ditemukan Tak Bernyawa di Musala

Kendati demikian, Febri enggan untuk terburu-buru mendesak
Presiden Joko Widodo untuk dapat menerbitkan Perppu KPK yang tak lama lagi
resmi menjadi Undang-Undang. Dia lebih menunggu langkah nyata Jokowi untuk
berkomitmen meningkatkan kinerja pemberantasan korupsi.

“Kalau soal Perppu, kita serahkan saja pada presiden. Karena itu
kan domain presiden. Apakah misalnya presiden cenderung akan mendengar suara
dari Parpol yang sebagian tidak mau ada Perppu, atau cenderung mendengarkan
puluhan ribu mahasiswa, pelajar, dan masyarakat yang menyampaikan eksplisit di
demonstrasi,” pungkasnya.(jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru