33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Di Kalteng Perolehan Suara Pileg PDIP Unggul tapi Paslonnya Kalah Pilpres, Pengamat Sebut Begini

PALANGKARAYA, PROKALTENG.CO – Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sementara masih unggul di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) berdasarkan hasil hitung KPU RI.

Pantauan prokalteng di laman resmi KPU, hingga 21 Februari 2023 pukul 10.00, Prabowo – Gibran unggul 72,06  persen atau perolehan suara sebanyak 655.087. Perhitungan suara tersebut hingga saat ini, sudah 70,69 persen atau yang sudah progress sebanyak 5535 dari 7830 Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Sementara pasangan lainnya, Capres dan Cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan dan A. Muhaimin Iskandar, terpaut masih berjarak jauh dengan Prabowo – Gibran. Saat ini Capres dan Cawapres nomor urut 1 itu mendapatkan suara sekitar 17,23 persen atau total 155.655 suara.

Kemudian, Capres dan Cawapres nomor urut 3  Ganjar Pranowo dan Mahfud MD juga terpaut masih jauh dengan Prabowo – Gibran. Hingga saat ini raihan suara Ganjar-Mahfud mendapatkan suara sekitar 10,71 persen atau 97.380 suara.

Jika dilihat dari perolehan suara di 14 kabupaten atau kota, Prabowo – Gibran unggul di seluruh kabupaten kota di wilayah Kalteng. Perhitungan hasil suara tersebut masih terus berlangsung hingga seluruh TPS sudah terprogress.

Namun demikian, jika dibandingkan dengan suara Pemilihan Legislatif (Pileg) DPRD Kalteng, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang notabene pengusung Ganjar- Mahfud memperoleh suara terbanyak dengan perolehan 130.738 suara. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 11.334 suara, dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) mendapatkan 8.732 suara.

Sedangkan partai pengusung Prabowo – Gibran seperti Gerindra mendapatkan perolehan 67.392 suara, Golkar 87.448 suara, Partai Amanat Nasional (PAN), 37.897.

Baca Juga :  Polres Seruyan Dampingi Korban Kasus Pencabulan

Sedangkan partai pengusung Anies – Muhaimin, seperti Nasdem memperoleh suara 41.710, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 43.794 suara, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)  18.244 suara.

Pengamat Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Palangkaraya  (UPR) Jhon Retei Alfri Sandi menanggapi fenomena suara Pilpres 2024 di Kalteng yang bertolak belakang dengan perolehan suara Pileg. Jhon menyebut perlu dipertanyakan terkait sistem kerja partai politik (parpol).

”Kalau sistem kerja atau manajemen parpol itu baik, maka sesungguhnya dia bisa menggambarkan tentang optimalisasi perolehan suara di parpol, termasuk di dalamnya optimalisasi pada saat parpol itu mengusung figur calon Presiden,” ujarnya.

Menurutnya dalam fenomena tersebut, terdapat kesalahan dalam sistem kinerja parpol. Dia menyebut, partai pemenang Pemilu 2 periode tahun 2014 dan 2019 yakni PDI-P dihadapkan dengan konfigurasi yang sangat dilematis.

”Pada satu sisi PDI-P sebagai partai pemenang Pemilu 2014 dan 2019 yang bisa mendudukkan Joko Widodo, dan kemudian pada pertarungan 2024 pada saat kemudian partai berbeda dengan dukungan yang diberikan oleh ’kader’ yakni Jokowi sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan. Itu menandakan bahwa di dalam tubuh partai ada sosok kepemimpinan figuratif dan pada satu sisi adalah menyangkut tentang eksistensi terhadap kapasitas partai,” bebernya.

Menurut Jhon, idealnya yang kuat adalah kapasitas partai mendisiplikan para kader, konstituen, dan partisannya. Hal itu untuk memberikan dukungan pada saat partai menetapkan keputusan untuk mendukung salah satu calon.

Akan tetapi, lanjutnya, sangat anomali pada 2024 ini. Alasannya karena pada satu sisi di PDI-P muncul figur seorang Joko Widodo yang menarik dukungan dari simpatisan sampai kepada kader. Bahkan fungsionaris PDI-P yang beralih dukungan kepada figur yang didukungdengan sikap-sikap politik berbeda dengan partai.

Baca Juga :  Bikin Kumuh! Bawaslu Minta Peserta Pemilu Perhatikan Keberadaan APK Rusak

”Ini menjadi suatu dilematis. Makanya catatan penting bagi semua parpol sebenarnya adalah bagaimana mengupayakan kewibawaan partai lebih optimal, daya ikat partai itu harus optimum dibandingkan kapasitas figur,” bebernya.

Dia melihat di PDI-P dikalahkan oleh sosok figur yang menyedotkan suara-suara yang semestinya masuk di kantong-kantong partai. Kemudian beralih mengikut pandangan sikap politik figur.

Menurut Jhon, dari 14 kabupaten/kota di Kalteng, pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 3 nyaris hanya unggul di 3 kabupaten saja, yakni Gunung Mas, Lamandau dan Katingan.

”Selebihnya dukungan suara yang memilih Ganjar dan Anies, itu lebih banyak ke Anies. Itu menariknya di Kalteng, artinya Kalteng dengan basis perolehan di DPRD Provinsi PDIP sudah cukup tinggi selisihnya dibanding Golkar, Gerindra, dikuti dengan PKB, Nasdem dan Demokrat,”terangnya.

Dirinya mengatakan, berkaitan dengan Pilpres ketika lahir sosok figur yang cukup mempengaruhi perhatian publik terhadap ketertarikan pemilihannya, maka hasil dari pengaruh Pilpres tidak berpengaruh signifikan terhadap parpol.

”Pilegnya tidak berkolerasi dengan Pilpresnya. Logikanya hasil Pilpres berkolerasi dengan perolehan suara di parlemen. Tapi ternyata tidak. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya pilihan Prabowo – Gibran itu, pilihan lebih kepada bagaimana simpatik kepada figur, atau yang mempengaruhi kepada figur nomor 2 ini. Atau kepada figur yang ada dibelakang pendukung nomor 2 ini,” jelasnya.(hfz/hnd)

PALANGKARAYA, PROKALTENG.CO – Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sementara masih unggul di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) berdasarkan hasil hitung KPU RI.

Pantauan prokalteng di laman resmi KPU, hingga 21 Februari 2023 pukul 10.00, Prabowo – Gibran unggul 72,06  persen atau perolehan suara sebanyak 655.087. Perhitungan suara tersebut hingga saat ini, sudah 70,69 persen atau yang sudah progress sebanyak 5535 dari 7830 Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Sementara pasangan lainnya, Capres dan Cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan dan A. Muhaimin Iskandar, terpaut masih berjarak jauh dengan Prabowo – Gibran. Saat ini Capres dan Cawapres nomor urut 1 itu mendapatkan suara sekitar 17,23 persen atau total 155.655 suara.

Kemudian, Capres dan Cawapres nomor urut 3  Ganjar Pranowo dan Mahfud MD juga terpaut masih jauh dengan Prabowo – Gibran. Hingga saat ini raihan suara Ganjar-Mahfud mendapatkan suara sekitar 10,71 persen atau 97.380 suara.

Jika dilihat dari perolehan suara di 14 kabupaten atau kota, Prabowo – Gibran unggul di seluruh kabupaten kota di wilayah Kalteng. Perhitungan hasil suara tersebut masih terus berlangsung hingga seluruh TPS sudah terprogress.

Namun demikian, jika dibandingkan dengan suara Pemilihan Legislatif (Pileg) DPRD Kalteng, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang notabene pengusung Ganjar- Mahfud memperoleh suara terbanyak dengan perolehan 130.738 suara. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 11.334 suara, dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) mendapatkan 8.732 suara.

Sedangkan partai pengusung Prabowo – Gibran seperti Gerindra mendapatkan perolehan 67.392 suara, Golkar 87.448 suara, Partai Amanat Nasional (PAN), 37.897.

Baca Juga :  Polres Seruyan Dampingi Korban Kasus Pencabulan

Sedangkan partai pengusung Anies – Muhaimin, seperti Nasdem memperoleh suara 41.710, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 43.794 suara, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)  18.244 suara.

Pengamat Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Palangkaraya  (UPR) Jhon Retei Alfri Sandi menanggapi fenomena suara Pilpres 2024 di Kalteng yang bertolak belakang dengan perolehan suara Pileg. Jhon menyebut perlu dipertanyakan terkait sistem kerja partai politik (parpol).

”Kalau sistem kerja atau manajemen parpol itu baik, maka sesungguhnya dia bisa menggambarkan tentang optimalisasi perolehan suara di parpol, termasuk di dalamnya optimalisasi pada saat parpol itu mengusung figur calon Presiden,” ujarnya.

Menurutnya dalam fenomena tersebut, terdapat kesalahan dalam sistem kinerja parpol. Dia menyebut, partai pemenang Pemilu 2 periode tahun 2014 dan 2019 yakni PDI-P dihadapkan dengan konfigurasi yang sangat dilematis.

”Pada satu sisi PDI-P sebagai partai pemenang Pemilu 2014 dan 2019 yang bisa mendudukkan Joko Widodo, dan kemudian pada pertarungan 2024 pada saat kemudian partai berbeda dengan dukungan yang diberikan oleh ’kader’ yakni Jokowi sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan. Itu menandakan bahwa di dalam tubuh partai ada sosok kepemimpinan figuratif dan pada satu sisi adalah menyangkut tentang eksistensi terhadap kapasitas partai,” bebernya.

Menurut Jhon, idealnya yang kuat adalah kapasitas partai mendisiplikan para kader, konstituen, dan partisannya. Hal itu untuk memberikan dukungan pada saat partai menetapkan keputusan untuk mendukung salah satu calon.

Akan tetapi, lanjutnya, sangat anomali pada 2024 ini. Alasannya karena pada satu sisi di PDI-P muncul figur seorang Joko Widodo yang menarik dukungan dari simpatisan sampai kepada kader. Bahkan fungsionaris PDI-P yang beralih dukungan kepada figur yang didukungdengan sikap-sikap politik berbeda dengan partai.

Baca Juga :  Bikin Kumuh! Bawaslu Minta Peserta Pemilu Perhatikan Keberadaan APK Rusak

”Ini menjadi suatu dilematis. Makanya catatan penting bagi semua parpol sebenarnya adalah bagaimana mengupayakan kewibawaan partai lebih optimal, daya ikat partai itu harus optimum dibandingkan kapasitas figur,” bebernya.

Dia melihat di PDI-P dikalahkan oleh sosok figur yang menyedotkan suara-suara yang semestinya masuk di kantong-kantong partai. Kemudian beralih mengikut pandangan sikap politik figur.

Menurut Jhon, dari 14 kabupaten/kota di Kalteng, pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 3 nyaris hanya unggul di 3 kabupaten saja, yakni Gunung Mas, Lamandau dan Katingan.

”Selebihnya dukungan suara yang memilih Ganjar dan Anies, itu lebih banyak ke Anies. Itu menariknya di Kalteng, artinya Kalteng dengan basis perolehan di DPRD Provinsi PDIP sudah cukup tinggi selisihnya dibanding Golkar, Gerindra, dikuti dengan PKB, Nasdem dan Demokrat,”terangnya.

Dirinya mengatakan, berkaitan dengan Pilpres ketika lahir sosok figur yang cukup mempengaruhi perhatian publik terhadap ketertarikan pemilihannya, maka hasil dari pengaruh Pilpres tidak berpengaruh signifikan terhadap parpol.

”Pilegnya tidak berkolerasi dengan Pilpresnya. Logikanya hasil Pilpres berkolerasi dengan perolehan suara di parlemen. Tapi ternyata tidak. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya pilihan Prabowo – Gibran itu, pilihan lebih kepada bagaimana simpatik kepada figur, atau yang mempengaruhi kepada figur nomor 2 ini. Atau kepada figur yang ada dibelakang pendukung nomor 2 ini,” jelasnya.(hfz/hnd)

Terpopuler

Artikel Terbaru