30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

KNKT Beberkan Detik-detik Jatuhnya Lion Air JT 610

JAKARTA – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis
kronologi kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 berdasarkan hasil investigasi
akhir selama setahun lalu. Dari
hasil investigasi, ditemukan sembilan faktor yang diduga jadi penyebab pesawat
nahas itu jatuh ke laut.

Pesawat Boeing 737-8 (MAX)
registrasi PK-LQP (JT 610) itu hilang dari layar radar pengatur lalu lintas
udara pada 29 Oktober 2018, pukul 06.32 WIB.

Hal itu terjadi setelah pilot
melaporkan adanya beberapa gangguan pada kendali pesawat, seperti gangguan
indikator ketinggian dan indikator kecepatan.

Demikian disampaikan Kasubkom
Penerbangan selaku investigator kecelakaan Lion Air JT 610, Nurcahyo Utomo
dalam konferensi pers di Kantor KNKT, Jakarta, Jumat (25/10/2019).

Dari penelusuran KNKT, kerusakan
indikator kecepatan dan ketinggian di pesawat PK-LQP terjadi pertama kali pada
tanggal 26 Oktober 2018 dalam penerbangan dari Tianjin, China ke Manado, Indonesia.

Kerusakan tersebut pernah
mengalami beberapa kali perbaikan, pada tanggal 28 Oktober 2018 Angle of Attack
(AOA) sensor kiri diganti, proses penggantian dilakukan di Denpasar, Bali.

Baca Juga :  Ini Visi Pengembangan BRI Group di Masa Depan

Ternyata, AOA sensor kiri yang
dipasang di Denpasar mengalami deviasi sebesar 21 0 yang tidak terdeteksi pada
saat pengujian setelah pemasangan.

“Deviasi ini mengakibatkan
perbedaan penunjukan ketinggian dan kecepatan antara instrument kiri dan kanan
di cockpit, juga mengaktifkan stick shaker dan Maneuvering Characteristics
Augmentation System (MCAS) pada penerbangan dari Denpasar ke Jakarta,”
bebernya.

Meski demikian, kala itu pilot
berhasil menghentikan aktifnya MCAS dengan memindahkan Stab Trim switch ke
posisi Cut Out (mati/tidak aktif).

Setelah mendarat di Jakarta,
pilot melaporkan kerusakan yang terjadi namun tidak melaporkan stick shaker
(guncangan kendali pilot) dan pemindahan Stab Trim ke posisi Cut Out.

“Lampu peringatan AOA Disagree
tidak tersedia sehingga pilot tidak melaporkannya. Masalah yang dilaporkan ini
hanya dapat diperbaiki menggunakan prosedur perbaikan AOA Disagree,” jelasnya.

Baca Juga :  Tips Mempersiapkan Diri Melanjutkan Bisnis Keluarga

Kemudian, pada 29 Oktober 2018
pesawat dioperasikan dari Jakarta ke Pangkal Pinang. Kotak hitam Flight Data
Recorder (FDR) merekam kerusakan yang sama terjadi pada penerbangan ini.

“Pilot melaksanakan prosedur
non-normal untuk IAS Disagree, namun tidak mengenali kondisi runaway
stabilizer,” kata Nurchayo.

Beberapa peringatan, berulangnya
aktivasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC berkontribusi pada kesulitan
pilot untuk mengendalikan pesawat.

MCAS adalah fitur yang baru ada
di pesawat Boeing 737-8 (MAX) untuk memperbaiki karakteristik angguk
(pergerakan pada bidang vertikal) pesawat pada kondisi flap up, manual flight
(tanpa auto pilot) dan AOA tinggi.

“Investigasi menemukan bahwa
desain dan sertifikasi fitur ini tidak memadai, juga pelatihan dan buku panduan
untuk pilot tidak memuat informasi terkait MCAS,” pungkasnya.

Lion Air JT 610 mengalami
kecelakaan di Tanjung Karawang, Jawa Barat. Pesawat jatuh ke laut dan seluruh
penumpang serta awak pesawat tewas.

(rmol/ruh/pojoksatu/kpc)

JAKARTA – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis
kronologi kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 berdasarkan hasil investigasi
akhir selama setahun lalu. Dari
hasil investigasi, ditemukan sembilan faktor yang diduga jadi penyebab pesawat
nahas itu jatuh ke laut.

Pesawat Boeing 737-8 (MAX)
registrasi PK-LQP (JT 610) itu hilang dari layar radar pengatur lalu lintas
udara pada 29 Oktober 2018, pukul 06.32 WIB.

Hal itu terjadi setelah pilot
melaporkan adanya beberapa gangguan pada kendali pesawat, seperti gangguan
indikator ketinggian dan indikator kecepatan.

Demikian disampaikan Kasubkom
Penerbangan selaku investigator kecelakaan Lion Air JT 610, Nurcahyo Utomo
dalam konferensi pers di Kantor KNKT, Jakarta, Jumat (25/10/2019).

Dari penelusuran KNKT, kerusakan
indikator kecepatan dan ketinggian di pesawat PK-LQP terjadi pertama kali pada
tanggal 26 Oktober 2018 dalam penerbangan dari Tianjin, China ke Manado, Indonesia.

Kerusakan tersebut pernah
mengalami beberapa kali perbaikan, pada tanggal 28 Oktober 2018 Angle of Attack
(AOA) sensor kiri diganti, proses penggantian dilakukan di Denpasar, Bali.

Baca Juga :  Ini Visi Pengembangan BRI Group di Masa Depan

Ternyata, AOA sensor kiri yang
dipasang di Denpasar mengalami deviasi sebesar 21 0 yang tidak terdeteksi pada
saat pengujian setelah pemasangan.

“Deviasi ini mengakibatkan
perbedaan penunjukan ketinggian dan kecepatan antara instrument kiri dan kanan
di cockpit, juga mengaktifkan stick shaker dan Maneuvering Characteristics
Augmentation System (MCAS) pada penerbangan dari Denpasar ke Jakarta,”
bebernya.

Meski demikian, kala itu pilot
berhasil menghentikan aktifnya MCAS dengan memindahkan Stab Trim switch ke
posisi Cut Out (mati/tidak aktif).

Setelah mendarat di Jakarta,
pilot melaporkan kerusakan yang terjadi namun tidak melaporkan stick shaker
(guncangan kendali pilot) dan pemindahan Stab Trim ke posisi Cut Out.

“Lampu peringatan AOA Disagree
tidak tersedia sehingga pilot tidak melaporkannya. Masalah yang dilaporkan ini
hanya dapat diperbaiki menggunakan prosedur perbaikan AOA Disagree,” jelasnya.

Baca Juga :  Tips Mempersiapkan Diri Melanjutkan Bisnis Keluarga

Kemudian, pada 29 Oktober 2018
pesawat dioperasikan dari Jakarta ke Pangkal Pinang. Kotak hitam Flight Data
Recorder (FDR) merekam kerusakan yang sama terjadi pada penerbangan ini.

“Pilot melaksanakan prosedur
non-normal untuk IAS Disagree, namun tidak mengenali kondisi runaway
stabilizer,” kata Nurchayo.

Beberapa peringatan, berulangnya
aktivasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC berkontribusi pada kesulitan
pilot untuk mengendalikan pesawat.

MCAS adalah fitur yang baru ada
di pesawat Boeing 737-8 (MAX) untuk memperbaiki karakteristik angguk
(pergerakan pada bidang vertikal) pesawat pada kondisi flap up, manual flight
(tanpa auto pilot) dan AOA tinggi.

“Investigasi menemukan bahwa
desain dan sertifikasi fitur ini tidak memadai, juga pelatihan dan buku panduan
untuk pilot tidak memuat informasi terkait MCAS,” pungkasnya.

Lion Air JT 610 mengalami
kecelakaan di Tanjung Karawang, Jawa Barat. Pesawat jatuh ke laut dan seluruh
penumpang serta awak pesawat tewas.

(rmol/ruh/pojoksatu/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru