33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Pemerintah Sebut Perppu KPK Tidak Mendesak

Salah satu tuntutan
gerakan mahasiswa, yakni penerbitan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang (perppu) pembatalan UU KPK yang telah direvisi, tak mendapat
respons positif. Hingga kemarin (25/9) pemerintah bersikukuh tidak akan
mengeluarkan perppu.

Menteri Hukum dan HAM
Yasonna H. Laoly menyatakan, sikap presiden sudah tegas. Bahwa bentuk penolakan
terhadap UU bisa disalurkan melalui jalur konstitusional di Mahkamah Konstitusi
(MK).

”Lewat MK dong. Masak
kita main paksa-paksa?” ujarnya di Istana Kepresidenan Jakarta kemarin.

Yasonna menegaskan
bahwa negara memiliki mekanisme konstitusional. ”Kecuali kita tidak menganggap
negara ini negara hukum lagi. Gitu aja,” cetus politikus PDIP itu.

Saat disinggung bahwa
menerbitkan perppu juga merupakan jalur konstitusional, Yasonna berdalih, belum
cukup alasan untuk mengambil langkah tersebut. Menurut dia, desakan publik yang
masif tidak memenuhi unsur keterdesakan.

Baca Juga :  Pertamina Disebut Rugi Rp11 Triliun, Helmi Falis Sindir Ahok

”Janganlah membiasakan
cara-cara begitu. Berarti dengan cara itu mendeligitimasi lembaga negara.
Seolah-olah nggak percaya kepada MK,” tuturnya.

Sementara itu, KPK
mengidentifikasi 26 persoalan dalam UU yang disahkan dalam rapat paripurna DPR
pada 17 September lalu. Temuan yang dinilai berisiko melemahkan agenda
pemberantasan korupsi tersebut merupakan hasil analisis yang dilakukan tim
kajian KPK sejak RUU itu disahkan.

Juru Bicara KPK Febri
Diansyah menjelaskan, poin-poin yang diidentifikasi tersebut sejatinya sudah
kerap dibahas banyak pihak. Misalnya poin tentang meletakkan KPK di rumpun
eksekutif. Berdasar hasil kajian KPK, poin itu tidak membaca posisi KPK sebagai
badan lain yang terkait kekuasaan kehakiman dan lembaga yang bersifat
constitutional important. ”Rumusan UU hanya mengambil sebagian putusan MK,”
katanya kemarin.

Baca Juga :  PJJ Berlanjut, Subsidi Kuota Pendidikan Dilanjut 2021

Selain poin tersebut,
KPK menyatakan adanya persoalan dalam penghapusan bagian yang mengatur bahwa
pimpinan adalah penanggung jawab tertinggi. Dan menjadikan dewan pengawas lebih
berkuasa daripada pimpinan KPK.

Padahal, kata Febri,
syarat menjadi pimpinan KPK lebih berat jika dibandingkan dengan dewan
pengawas. Misalnya harus berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang
memiliki keahlian dan pengalaman paling sedikit 15 tahun dalam bidang hukum,
ekonomi, keuangan, atau perbankan. Sementara itu, syarat dewan pengawas lebih
sederhana karena tidak mensyaratkan pengalaman 15 tahun di bidang tertentu.(jpg)

 

Salah satu tuntutan
gerakan mahasiswa, yakni penerbitan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang (perppu) pembatalan UU KPK yang telah direvisi, tak mendapat
respons positif. Hingga kemarin (25/9) pemerintah bersikukuh tidak akan
mengeluarkan perppu.

Menteri Hukum dan HAM
Yasonna H. Laoly menyatakan, sikap presiden sudah tegas. Bahwa bentuk penolakan
terhadap UU bisa disalurkan melalui jalur konstitusional di Mahkamah Konstitusi
(MK).

”Lewat MK dong. Masak
kita main paksa-paksa?” ujarnya di Istana Kepresidenan Jakarta kemarin.

Yasonna menegaskan
bahwa negara memiliki mekanisme konstitusional. ”Kecuali kita tidak menganggap
negara ini negara hukum lagi. Gitu aja,” cetus politikus PDIP itu.

Saat disinggung bahwa
menerbitkan perppu juga merupakan jalur konstitusional, Yasonna berdalih, belum
cukup alasan untuk mengambil langkah tersebut. Menurut dia, desakan publik yang
masif tidak memenuhi unsur keterdesakan.

Baca Juga :  Pertamina Disebut Rugi Rp11 Triliun, Helmi Falis Sindir Ahok

”Janganlah membiasakan
cara-cara begitu. Berarti dengan cara itu mendeligitimasi lembaga negara.
Seolah-olah nggak percaya kepada MK,” tuturnya.

Sementara itu, KPK
mengidentifikasi 26 persoalan dalam UU yang disahkan dalam rapat paripurna DPR
pada 17 September lalu. Temuan yang dinilai berisiko melemahkan agenda
pemberantasan korupsi tersebut merupakan hasil analisis yang dilakukan tim
kajian KPK sejak RUU itu disahkan.

Juru Bicara KPK Febri
Diansyah menjelaskan, poin-poin yang diidentifikasi tersebut sejatinya sudah
kerap dibahas banyak pihak. Misalnya poin tentang meletakkan KPK di rumpun
eksekutif. Berdasar hasil kajian KPK, poin itu tidak membaca posisi KPK sebagai
badan lain yang terkait kekuasaan kehakiman dan lembaga yang bersifat
constitutional important. ”Rumusan UU hanya mengambil sebagian putusan MK,”
katanya kemarin.

Baca Juga :  PJJ Berlanjut, Subsidi Kuota Pendidikan Dilanjut 2021

Selain poin tersebut,
KPK menyatakan adanya persoalan dalam penghapusan bagian yang mengatur bahwa
pimpinan adalah penanggung jawab tertinggi. Dan menjadikan dewan pengawas lebih
berkuasa daripada pimpinan KPK.

Padahal, kata Febri,
syarat menjadi pimpinan KPK lebih berat jika dibandingkan dengan dewan
pengawas. Misalnya harus berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang
memiliki keahlian dan pengalaman paling sedikit 15 tahun dalam bidang hukum,
ekonomi, keuangan, atau perbankan. Sementara itu, syarat dewan pengawas lebih
sederhana karena tidak mensyaratkan pengalaman 15 tahun di bidang tertentu.(jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru